Mahakarya Siswa Berkebutuhan Khusus di Tengah Keterbatasan

Keterbatasan yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus tak membuat mereka putus asa. Berbagai mahakarya pun tercipta dari tangan terampilnya

oleh Nefri Inge diperbarui 20 Apr 2017, 22:29 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2017, 22:29 WIB
Siswa Tunarungu SLB Pembina Palembang mendapatkan pembinaan keterampilan (Liputan6.com/Nefri Inge)
Siswa Tunarungu SLB Pembina Palembang mendapatkan pembinaan keterampilan (Liputan6.com/Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Bunyi suara mesin jahit terdengar jelas di kelas tata busana. Satu di antara siswi berjilbab sedang fokus mengerjakan jahitannya. Ada pula dua siswi yang menyibukkan diri menyulam benang di kain strimin. Sulaman berbentuk gambar rumah yang sangat rapi pun hampir selesai dibuat.

Bila dilihat sekilas, ketiga siswi ini seperti pelajar pada umumnya. Ternyata di tengah kreativitas dalam dunia tata busana, para siswi ini adalah penyandang tunarungu. Mereka tergabung dalam kelas Tata Busana di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina, Jalan Kebun Bunga, Kecamatan Sukarame, Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).

Kendati harus melalui bahasa isyarat, kondisi ini tidak menghalangi mereka berkomunikasi dengan Liputan6.com, saat menyambangi kelas tersebut pada Kamis (20/4/2017). Obrolan pun semakin lancar ketika mereka disokong oleh guru pembimbingnya.

Melia Annisa (18), pelajar kelas XI ini termasuk salah satu siswa berkebutuhan khusus yang sangat mahir dalam bidang tata busana dan keterampilan lainnya. Siswi berjilbab ini bahkan sudah memproduksi berbagai busana, di antaranya rompi sekolah.

Komunikasi yang terbatas ternyata tak membuatnya minder. Bahkan dengan keterampilan yang didapat di sekolah, Melia punya cita-cita mandiri bila kelak tamat sekolah.

"Saya tidak ingin sekolah, maunya nanti buka usaha menjahit, membuat baju dan dijual. Saya juga tidak minder dengan kondisi seperti ini. Keluarga dan para guru juga mendukung saya untuk bisa mandiri," tutur dia sembari menyulam kain strimin.

Karena keuletannya mengerjakan berbagai kerajinan tangan, Melia terpilih mewakili sekolahnya untuk ikut dalam ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2017. Anak ketiga dari lima bersaudara ini akan membuat kerajinan hantaran pernikahan yang unik dan menarik.

Keuletan dalam mengikuti kelas keterampilan di SLB Pembina Palembang, turut pula membawa Aflahul Taishir (16), siswi kelas VIII SMP, menyabet beragam prestasi. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), ia sudah menyabet prestasi yang membanggakan.

Tata, sapaan akrabnya, menjadi Juara 2 Lomba Melukis Tingkat Nasional pada 2015 lalu. Bahkan pada tahun 2016, Tata keluar sebagai Juara 1 Lomba Melukis Tingkat Provinsi Sumsel dan 10 besar di tingkat nasional yang diselenggarakan di Manado, Sulawesi Utara.

"Tahun lalu, Tata menggambar lingkungan. Nanti ingin jadi pelukis setelah tamat sekolah. Guru di sini juga sudah mengajarkan Tata metode-metode melukis," ucap dia dengan bahasa isyaratnya.

Ada juga kelas bengkel, tata boga dan tata rias yang diikuti para siswa lainnya. Kepiawaian mereka pun membuka peluang usaha ke depannya. Tak jarang, alumni SLB Pembina Palembang sudah bekerja di beberapa usaha di Palembang.

Dari catatan bidang kesiswaan, para siswa yang mengikuti berbagai keterampilan di sekolah sudah bisa mengurus dirinya sendiri. Bahkan, mereka sudah membuka usaha sendiri setelah lulus sekolah.

Saat ini, pembagian sesi belajar keterampilan sudah mencapai 70 persen dibandingkan materi akademik. Bahkan, para siswa berkebutuhan khusus itu menyambut baik dengan penambahan materi keterampilan hingga 80 persen di tahun depan.

"Kita menyambut baik kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menambah jadwal pendidikan keterampilan. Ini bisa menjadi modal mereka untuk bisa mandiri di tengah keterbatasannya," ujar Jarot Parji selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.

Kesempatan Berkarya

Para siswa tunagrahita pandai memainkan beberapa alat musik (Liputan6.com/Nefri Inge)
Para siswa tunagrahita pandai memainkan beberapa alat musik (Liputan6.com/Nefri Inge)

Tak hanya di bidang seni keterampilan. Kesempatan menggali potensi juga didapatkan para siswa berkebutuhan khusus dengan adanya Olimpiade Olahraga Sekolah Nasional (OSN) khusus SLB di tiap tahun.

Bahkan banyak siswanya yang berprestasi menjadi atlet di berbagai cabang olahraga (cabor). Salah satunya Yenfrika, mantan murid yang sering membawa pulang medali dari cabor tenis meja. Sekarang Yenfrika ditunjuk sebagai guru di Kelas Tata Boga SLB Pembina Palembang.

Ada juga siswanya yang ikut Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) di Solo, Jawa Tengah, untuk cabor renang. Siswanya tersebut terpilih mewakili Indonesia dalam ajang SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.

"Dengan adanya FLS2N dan O2SN, semangat dan kepercayaan diri para penyandang tunarungu bisa dibangkitkan. Mereka juga merasa tidak ada perbedaan dengan anak-anak normal lainnya," ujar Yenfrika.

Pembinaan keterampilan juga diberlakukan di SLB Bina Autis Mandiri Palembang, di Jalan Angkatan 45, Palembang. Para siswa penyandang tunagrahita pun berkesempatan untuk menjajal kemampuan berbagai bidang seni.

Setiap tiga hari sekali, para siswa SMPLB dan SMALB Bina Autis Mandiri disibukkan dengan latihan bermusik. Baik itu seruling, angklung, drum, piano hingga kelintang atau harmonika.

Saat latihan pun, mereka tampak girang dan bersemangat. Alunan musik yang dikeluarkan dari tiap alat musik yang dimainkan juga sangat pas dan enak didengar.

"Anak-anak di sini suka sekali bermain musik. Mereka bahkan lebih lihai dari anak-anak normal lainnya. Karena anak tunagrahita itu lebih fokus dalam mendalami hal-hal yang mereka sukai," ujar Muniyati Ismail (54), petinggi SLB Bina Autis Mandiri, Palembang.

Bukan pemandangan aneh di sekolah tersebut, bila anak-anak autis sangat lihai menenun kain songket dan merajut kain jumputan khas Palembang. Beberapa kali mereka mengikuti pameran kerajinan dan hasil karya siswanya juga banyak diminati para pembeli.

Beberapa hasil kerajinan yang sudah dipamerkan seperti kerajinan kain songket, kain jumputan, kain blongsongan, kain batik, dan keranjang mainan.

"Dengan kegiatan ini, setidaknya mereka bisa merasa berguna untuk dirinya sendiri dulu. Tapi dari kegiatan keterampilan, kita optimistis mereka bisa diterima di masyarakat dengan keahliannya," ujar Muniyati Ismail.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya