Perjuangan Siswa TK Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai ke Sekolah

Demi menuju sekolahnya, para siswa ini harus menyeberangi sungai selebar 15 meter dengan arus yang deras.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 25 Apr 2017, 20:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2017, 20:30 WIB
Siswa Sekolah Seberangi Sungai ke Sekolah
Demi menuju sekolahnya, para siswa ini harus menyeberangi sungai selebar 15 meter dengan arus yang deras. (Liputan6.com/Dian Kurniawan).

Liputan6.com, Probolinggo - Belasan siswa TK di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, harus bertaruh nyawa agar bisa bersekolah. Mereka menerobos aliran sungai lereng pegunungan Argopuro, karena tidak mempunyai jembatan penghubung antardesa.

Tak cuma siswa TK yang seperti itu. Tetapi juga siswi sekolah lain di tingkatan SD, SMP, sampai SMA/SMK yang punya perjuangan serupa ketika menuju sekolah.

"Di sini tidak ada jembatan, jadi saya terpaksa lewat sungai ini. Kalau air sungai lagi deras saya sering terlambat ke sekolah karena kesulitan menyeberang sungai," kata salah satu siswa, Mohammad Sukron, saat menyeberang sungai, Selasa (25/4/2017).

Tidak hanya anak usia sekolah, ketiadaan jembatan penghubung juga dirasakan oleh warga pada umumnya sehingga akses transportasi antardesa tersendat.

"Jika kami putar arah harus melewati persawahan dan memakan waktu lama," ucap orangtua siswa, Hanimah.

Sementara itu, salah satu tenaga pengajar, Eko Samsul Bahri mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan sekolah dan pihak desa agar pemerintah daerah membangun jembatan penghubung. Namun, hingga kini upaya itu belum juga direalisasi pemda setempat, sehingga tetap mengharuskan para siswa sekolah menyeberangi sungai.

"Hingga saat ini, pembangunan jembatan di sungai Rondoninggo ini juga tak kunjung kami rasakan," ujar Eko.

Pantauan Liputan6.com, hampir setiap hari para siswa-siswi ini berangkat dan pulang sekolah dengan menyeberangi daerah aliran Sungai Rondoninggo yang berada di kaki lereng pegunungan Argopuro.

Selain harus mencopot sepatu dan menyingsing seragam, mereka harus bertaruh nyawa melawan derasnya arus. Sebagian siswa bahkan dibantu dan digendong oleh orangtua agar bisa menyeberangi sungai selebar 15 meter.

Menerobos sungai menjadi satu-satunya cara karena kawasan tersebut tidak memiliki jembatan penghubung desa. Padahal lokasi sekolah dengan desa-desa terdekat dipisahkan sungai. Jika debit air sungai meningkat pasca hujan, para siswa sekolah ini pun terpaksa bolos.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya