Dosen di Kendari Terlibat Kasus Uang Dolar Amerika Palsu

Dosen yaang diduga terlibat kasus uang dolar palsu itu menyimpan barang bukti di tas saat hendak terbang ke Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2017, 22:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2017, 22:00 WIB
Dosen di Kendari Terlibat Kasus Uang Dolar Palsu
Teller menunjukan mata uang dolar AS di penukaran mata uang, Jakarta, Kamis (13/4). Nilai tukar rupiah terpantau menguat 0,09% atau 12 poin ke Rp13.263 per dolar AS di pasar spot. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Kendari - Seorang dosen berinisial S bin HL gagal terbang ke Jakarta melalui Bandar Udara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Petugas keamanan bandara beserta TNI Angkatan Udara (AU) mendeteksi adanya uang palsu dalam tas merek Polo miliknya pada Kamis, 4 Mei 2017.

Setelah terdeteksi mesin sinar X, petugas menemukan pecahan dolar dan rupiah palsu dalam tas tersebut. Setelah ditelusuri, pecahan dolar palsu itu merupakan milik P alias B yang saat itu mengantar S bin HL ke bandara. P adalah seorang pegawai negeri sipil atau PNS.

Direktur Kriminal Khusus Polda Sultra Kombes Wira Satya mengatakan uang dolar Amerika Serikat pecahan 100 dolar yang diduga palsu sebanyak 2.899 lembar atau setara lebih dari Rp 4 miliar. Ada pula belasan lembar pecahan uang Rp 100 ribu.

Barang bukti lain yang disita aparat adalah tiga telepon seluler merek Nokia, Samsung, dan Nixon. Kedua tersangka itu dikenakan Pasal 244 KUHP dan 245 dan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kombes Wira Satya menambahkan untuk kasus mata uang rupiah diduga palsu akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia, sedangkan pecahan dolar akan berkoordinasi dengan kedutaan Amerika Serikat di Jakarta.

Menanggapi kasus uang palsu yang membelit jajarannya, pihak kampus menyerahkan sepenuhnya ke proses hukum terhadap dosen ataupun PNS yang diduga kuat terlibat tindak pidana mengedarkan uang palsu.

Wakil Rektor I Universitas Halu Oleo (UHO) Hilaluddin mengatakan dugaan tindak pidan yang menerpa lingkungan kampus memprihatinkan karena idealnya menjadi panutan.

"Tidak seorang pun yang menghendaki hidupnya kelabu karena persoalan hukum. Tetapi, suratan tidak bisa dipungkiri sehingga ada saja yang terseret kasus hukum," kata Hilaludin di Kendari, dilansir Antara, Selasa (16/5/2017).

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya