Liputan6.com, Garut - Seiring terbitnya matahari di ufuk timur, seorang pedagang buah mulai membuka lapaknya di pinggir jalan kawasan Samarang, Garut, Jawa Barat. Pagi itu, ia sudah sibuk mengatur tumpukan labu Kabocha untuk memikat konsumen. Tak sia-sia, berkah pagi pun menghampiri pedagang yang bernama Muhammad Tata. Satu per satu dagangannya mulai dilirik pembeli.
Selain warna buah terlihat terang karena dominasi oranye atau hijau (tergantung benih yang ditanam), ternyata di balik kemilaunya, Labu Kabocha asal Jepang itu memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.
"Setahu saya sangat baik buat menyehatkan sakit mag, menurunkan lemak, kolesterol, rematik, darah tinggi, lebih pastinya mungkin secara ilmiah ahli kesehatan," ucap Riki, sapaan akrab Muhammad Tata, Jumat, 14 Juli 2017.
Riki menjelaskan, tumbuhan sejenis mentimun ini masih terbilang baru ditanam di kawasan dingin seperti Garut. "Pertumbuhannya bagus, saat ini baru pertama di daerah Samarang ini yang tanam di Garut," sebut dia.
Baca Juga
Tak mengherankan, sekalipun baru dicoba dalam enam bulan terakhir atau dua kali panen, pertumbuhan tanaman ini ternyata sangat cocok ditanam di wilayah Garut yang mayoritas memiliki tanah gembur khas vulkanik pegunungan. "Tanamnya mudah, harganya bagus, jadi kami tertarik," ujar dia.
Masa tanam hingga panen hanya membutuhkan waktu tiga bulan. Dengan waktu terbilang singkat itu, banyak petani mulai meliriknya. "Tanamannya tidak bercabang, jadi mudah merawatnya, beda dengan melon atau semangka," kata dia.
Untuk masa percobaan panen kedua kali ini, ia sengaja mematok harga jual satu buah Labu Kabocha seberat satu kilogram dijual seharga Rp 25 ribu per buah. Sementara, labu yang lebih berat di kisaran Rp 30 ribu.
"Sementara jual per buah, namun lumayan responsnya positif, banyak warga yang beli," ujar dia yang mengaku bisa menjual di atas 50 Labu Kabocha per hari.
Karena masih terbilang asing buat petani Kota Dodol, tak mengherankan belum banyak petani yang menanam buah ini. Selain itu, hingga kini, pangsa pasar yang ada masih terbilang eksklusif, sehingga potensi pasar buat masyarakat luas masih lebar.
"Paling banyak pembeli buat orang China dan Jepang, karena warga kita belum tahu khasiat dan kelembutan buah ini. Coba kalau sudah pada tahu, bakal seperti melon ramai," ujar dia.
Ujang Hidayat, penjual lainnya menambahkan, sekalipun pasar masyarakat umum masih terbuka, ia belum berani menjual ke pasar tradisional. Selain harganya yang masih terbilang mahal, juga belum dikenal warga.
"Untuk sementara, kami hanya menjual ke daerah Lembang, Bandung. Sebab, sudah ada penampungnya buat supermarket," kata dia.
Dengan potensi yang masih besar, para petani di Kampung Legok Pulus, Desa Suka Karya, Samarang, Garut, kini mulai melirik budi daya labu Jepang ini. Selain gampang pemeliharaan, harganya cukup baik.
"Biasa kalau petani kita, jika sudah pada tahu harganya bagus, pasti bakal banyak yang nanam, lihat saja," tutur Ujang.
Dalam bahasa Jepang, Kabocha berarti labu. Labu asal Negeri Matahari Terbit ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan labu lokal Indonesia. Namun, Labu Kabocha memiliki ukuran yang lebih kecil serta warnanya yang khas, yakni oranye dan hijau saat mulai berbuah hingga besar saat dipanen.
Tanaman ini masih satu keluarga dengan mentimun (Kyury), semangka, dan melon, yaitu Cucurbitaceae. Budi daya Labu Kabocha terbilang singkat, hanya tiga bulan tanam hingga panen. Labu Kabocha juga tidak mudah busuk, buah ini mampu bertahan sampai setahun setelah dipanen, asalkan tangkainya disisakan di labunya saat pemanenan.
Bagi warga yang sudah mengetahui Labu Kabocha, mereka biasanya mengonsumsi Labu Kabocha dengan cara dibuat menjadi kolak, es labu, bahkan kue. Rasanya yang enak dan manis menjadikan selera makan meningkat. Labu Kabocha tersebut berwarna hijau gelap ataupun oranye dengan daging buah berwarna kuning.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement