Kisah Angin Kumbang Bikin Nelayan Pantura Nelangsa

Angin kumbang yang datang di perairan utara Jawa membuat sebagian nelayan gantung jala dan mengandalkan hidup dari utang.

oleh Panji Prayitno diperbarui 29 Jul 2017, 21:03 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2017, 21:03 WIB
Kisah Angin Kumbang Bikin Nelayan Pantura Nelangsa
Angin kumbang yang datang di perairan utara Jawa membuat sebagian nelayan gantung jala dan mengandalkan hidup dari utang. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Sejumlah nelayan di Cirebon juga mengeluh karena hampir tidak bisa melaut. Kondisi itu dipicu terjadinya angin kumbang di laut utara Jawa.

"Angin kumbang atau angin selatan nelayan banyak yang berhenti melaut karena tidak kuat angin nya besar," kata Madina, salah seorang nelayan Desa Mertasinga, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Kamis, 27 Juli 2017.

Akibat angin kumbang, jumlah tangkapan nelayan menurun drastis. Biasanya masing-masing nelayan membawa 15-25 kg rajungan, sekarang hasil tangkapan di bawah 7 kg.

Begitu juga dengan nelayan yang menangkap ikan. Dari biasanya membawa hasil tangkapan sampai 50 kg, saat ini nelayan hanya mampu menangkap ikan maksimal 5 kg.

"Belum lagi biaya operasional seperti bahan bakar sampai perbekalan yang lain. Di laut Cirebon ombaknya sampai dua meter," kata dia.

Di musim angin kumbang ini, kata dia, nelayan Cirebon memutuskan pindah lokasi pencarian ikan, seperti perairan Jakarta hingga Sumatra.

Kondisi serupa juga dialami nelayan Kabupaten Indramayu. Ribuan nelayan bahkan tidak melaut sejak Lebaran kemarin. Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto menyebutkan sekitar 10 ribu nelayan Indramayu yang menganggur.

Mereka terbiasa melaut dengan menggunakan perahu berukuran kurang dari lima gross ton (GT). Dia menyebutkan, ada lebih dari 2.000 perahu berukuran kurang dari lima GT yang kini tak melaut.

"Angin kencang dan gelombang tinggi di laut membuat perahu kecil rawan mengalami kecelakaan sehingga mengancam keselamatan nelayan," kata dia.

Selain itu, angin kencang dan gelombang tinggi juga proses menangkap ikan jauh lebih sulit. Pasalnya, jaring yang ditebarkan kerap terbawa angin.

Untuk memperoleh hasil tangkapan, para nelayan itu harus mencari ikan di area tangkapan yang lebih jauh dan mengeluarkan modal yang lebih besar. Meski begitu, hasil yang diperoleh seringkali tidak bisa menutupi modal yang telah dikeluarkan.

Dedi menyebutkan, untuk kapal kecil berukuran kurang dari 5 GT, modal yang dikeluarkan untuk sekali melaut berkisar antara Rp 200 ribu – Rp 600 ribu. Sedangkan saat ini, hasil tangkapan yang diperoleh hanya berkisar Rp 300 ribu – Rp 500 ribu.

"Karena hasil yang didapat nggak menutup buat biaya (modal), akhirnya banyak yang memilih tidak melaut," tutur Dedi.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, para nelayan itu terpaksa banting setir menjalani pekerjaan lain, seperti menjadi buruh tani maupun kuli bangunan. Bahkan, ada pula yang tak bekerja apapun dan menggantungkan kebutuhan ekonomi keluarganya dari berutang ke warung.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya