Liputan6.com, Cilacap - Pertemuan antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan korban peristiwa 1965 yang difasilitasi Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) batal digelar lantaran digeruduk oleh massa yang mengaku berasal dari berbagai ormas keagamaan.
Acara itu sedianya digelar di rumah Nyonya Suwarti, salah satu korban peristiwa 1965, di Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin, 21 Agustus lalu.
Kepala Humas YPKP 65, Aris Pandji mengatakan, YPKP 65 baru buka suara soal insiden ini lantaran menunggu agar suasana kondusif. Ia pun mengaku khawatir jika usai acara tersebut, korban peristiwa 1965 atau YPKP 65 Cilacap terancam. Untuk itu, YPKP menggelar rapat di tingkat pusat, pada Selasa, 29 Agustus 2017.
"Itu pertimbangannya, itu problem keamanan bagi teman-teman YPKP di Cilacap. Jadi nanti sekalian setelah suasana kondusif," ucap dia kepada Liputan6.com, Rabu, 30 Agustus 2017.
Baca Juga
Aris menjelaskan, Tim LPSK saat itu hendak memverifikasi data korban peristiwa 1965 yang akan menerima layanan medis-psikososial. Namun, lantaran ada peringatan dari petugas kecamatan dan intel polisi bahwa ada ancaman dari ormas tertentu, acara itu batal digelar.
"Acara dialihkan menjadi pertemuan biasa antara LPSK dengan beberapa korban 65 yang memang rumahnya tidak jauh dari lokasi pertemuan," kata dia.
Tercatat, saat itu, ada 12 orang yang terdiri dari korban asal Desa Karang Wangkal, Karang Sembung, Ayam Alas, Pakuncen, dan Desa Kroya.
Namun, menurut Aris, ketika acara berlangsung, sekitar pukul 10.30 WIB, tiba-tiba datang puluhan orang dengan berbagai atribut keagamaan. Mereka menggeruduk lokasi pertemuan dan meminta agar pertemuan itu dihentikan. Padahal, agenda itu adalah agenda resmi LPSK yang merupakan lembaga negara.
Menurut Aris, juru bicara massa yang mengaku berasal dari Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Pemuda Muhammadiyah, Banser, Ansor, dan MWC NU setempat meminta agar acara itu dihentikan.
Padahal, LPSK juga sudah menjelaskan agenda sebenarnya dari pertemuan dengan korban peristiwa 1965 tersebut. Tapi, imbuh Aris, massa tetap tidak menerima dan bahkan menceramahi Ketua YPKP 65, Bedjo Untung soal indoktrinisasi Pancasila.
Advertisement
Penjelasan Ketua YPKP dan Polisi
Pada kesempatan itu, menurut Aris Pandji, Ketua YPKP 65 Cilacap telah berupaya menjelaskan bahwa YPKP 65 tidak anti-Pancasila dan bahkan menunjukkan legalitas YPKP 65 lengkap sebagai sebuah institusi yang telah berbadan hukum. Hanya saja, perwakilan massa tetap bersikukuh agar acara itu dihentikan.
Sebenarnya, Kepala Humas YPKP 65 itu memaparkan, acara intinya adalah pendataan korban peristiwa 1965 yang mendapatkan layanan medis dan psikososial gratis yang difasilitasi LPSK itu. Seperti YPKP Cilacap itu memfasilitasi agar korban peristiwa 1965 di Cilacap, bertemu langsung dengan tim LPSK.
"Jadi itu kemarin kan ada tuduhan itu (kebangkitan Partai Komunis Indonesia/PKI)," ujarnya.
Sekalipun suasana sempat memanas, tak terjadi insiden atau keributan dan perusakan di lokasi yang rencananya berlangsung pertemuan antara LPSK dengan korban peristiwa 1965 yang difasilitasi YPKP 65 tersebut. Aris pun menyayangkan tindakan persekusi yang kini ternyata telah menyasar petugas lembaga negara, seperti LPSK.
Saat itu, menurut Aris, pihak yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan atau ormas tersebut merendahkan (melecehkan) petugas LPSK dengan menyoal dan menanyakan tingkat pendidikan, hingga asal universitas, dan lainnya.
Adapun Kapolsek Kroya, AKP AM Suryoprobo, membantah terjadi pembubaran acara LPSK di wilayah hukumnya oleh sejumlah ormas. Saat itu, massa hanya menanyakan izin acara dan legalitas lembaga YPKP.
Soal dugaan intimidasi oleh beberapa perwakilan ormas, Suryo menjelaskan bahwa saat itu kepolisian juga berada di lokasi dan turut mengamankan acara.
"Maksudnya mereka, YPKP itu ada izinnya enggak, gitu lho pak," ujar Suryo.
Dia mengakui, YPKP 65 telah melayangkan pemberitahuan agenda hari itu ke kepolisian. Sebab itu, pihaknya juga berada di lokasi untuk mengantisipasi insiden yang tak diinginkan. Sebab, kepolisian telah memiliki informasi ada kelompok yang tak setuju dengan acara itu.
"Hanya pemberitahuan saja. Setiap pemberitahuan, karena namanya juga warga, kita kan selalu mendampingi, selalu kita pantau, gerakannya," ujar Kapolsek Kroya.
Advertisement