Mimpi Perajin Kulit Garut Go International

Berbagai kendala harus diatasi untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif di Garut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 23 Sep 2017, 08:03 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2017, 08:03 WIB
Garut
Garut

Liputan6.com, Garut - Garut merupakan daerah yang memiliki beragam hasil kerajinan tangan. Salah satunya kerajinan dari kulit. Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf-RI) melihat produksi warga ini merupakan potensi besar untuk meningkatkan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap pembangunan negara.

Hal inilah yang menjadi tujuan Bekraf untuk melatih para pengusaha kulit Garut, Jawa Barat, dalam mengelola manajerial keuangan perusahaan. Upaya ini dilakukan untuk menyiapkan sektor usaha mereka sebagai salah satu produk unggulan nasional.

Direktur Akses Perbankan Bekraf RI Restog Krisna Kusuma mengungkapkan, pengembangan usaha produk unggulan daerah kerap terbentur akses perbankan. Padahal, dari segi kualitas, produk lokal seperti kerajinan kulit asal Garut ini sanggup bersaing dengan produk negara lain.

"Kalau soal Garut, sebenarnya kami bukan mengajari soal kerajinan kulitnya ke perajin, tapi lebih membantu akses netwoking perbankan agar lebih bankable," ujarnya selepas pembukaan Kelas Manajemen Keuangan Usaha bagi UKM kreatif di Garut, Rabu, 20 September 2017.

Ia mengakui, salah satu kendala utama yang dihadapi para pelaku industri kreatif dan UMKM saat ini adalah masih banyaknya pelaku ekonomi kreatif yang belum legal serta belum bankable atau memenuhi persyaratan bank untuk mengajukan pinjaman.

Akibatnya, mereka kerap kesulitan mendapatkan permodalan perbankan. "Makanya adanya pelatihan ini, kita harapkan seluruh perusahaan ekraf (ekonomi kreatif) lebih bankable, sehingga layak berdasarkan penilaian perbankan," ujar dia.

Sesuai rencana pemerintah mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif daerah, lembaganya kini tengah gencar melakukan sosialisasi pengembangan ekonomi kreatif di tiap daerah. "Makanya, kami terus petakan potensi daerah untuk selanjutnya menjadi produk unggulan nasional," ujar Restog.

Dengan semakin banyaknya akses permodalan yang diberikan, lembaganya berharap bakal semakin banyak produk lokal yang siap bersaing ke level pusat internasional. "Tahun ini target Bekraf terhadap PDB nasional sekitar 8-9 persen secara nasional," ujarnya.

Hingga 2015 lalu, lembaganya mencatat ada sekitar 15 juta tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor ekonomi kreatif, sedangkan soal pendapatan nasional, sektor ekraf mulai memberikan sumbangsih hingga 7,1 persen terhadap pendapatan nasional.

"Memang target Presiden bisa tembus 12 persen hingga 2019 mendatang, sedangkan tahun ini sudah di angka 8-9 persen terhadap pendapatan. Kita terus berupaya," Restog menegaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

Undang-Undang Ekonomi Kreatif

Industri Kreatif di Garut
Produk kuliner khas Garut yang menjadi potensi industri kreatif di kota ini. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan, untuk memberikan payung hukum pengembangan ekonomi kreatif (ekraf), lembaganya menargetkan pengesahan undang-undang tentang ekraf selesai sebelum tahun politik mendatang mulai memanas.

"Insyaallah awal tahun pembahasan RUU ekrafnya berlangsung dan sekitar Juni-Juli, Undang-Undang Ekraf sudah kita sahkan," ujarnya di tempat yang sama.

Penyelesaian UU Ekraf tidaklah seperti membalikkan telapak tangan. Politikus Golkar itu mengaku hingga kini draf RUU Ekraf belum memasuki tahap pembahasan komisi.

"Kami sendiri baru ditugaskan pimpinan Dewan untuk segera dibahas. Namun, substansinya itu ada hal yang perlu diperbaiki. Cara pandang yang belum sama, antara kami dengan pemerintah," ujar dia.

Ferdi mencontohkan, soal usulan 16 subsektor ekonomi kreatif yang belum semua dipahami, bahkan di internal pemerintahan. Padahal, penyamaaan persepsi antara pemerintah dengan Dewan ini merupakan syarat terpenting.

"Pembahasan RUU Ekraf itu tidak terlalu melulu ke 16 subsektor. Lebih baik mengatur pokok regulasi, soal pembahasan kebijakan. Nanti lebih detailnya bisa ditindaklanjuti melalui peraturan pemerintah, perpres dan permen, yang lebih teknis," ujarnya.

Dengan semakin meningkatnya suhu politik nasional tahun depan, lembaganya terus berupaya menuntaskan pembahasan UU Ekraf tersebut.

"Hasil undang-undang itu buah kesepakatan politik antara pemerintah dan Dewan. Kita harapkan lebih cepat lebih baik, sebab mendekati tahun politik kerja kami tidak terlalu efektif, jadi sulit tercapai," Ferdi menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya