Liputan6.com, Padang - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) akan membatasi jumlah taksi online hingga sebanyak 400 saja. "Angka tersebut sesuai dengan formulasi kebutuhan angkutan transportasi di Sumbar," ujar Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Amran, kepada Liputan6.com, Selasa, 2 Januari 2018.
Ia menjelaskan dari 100 persen mobil yang beredar di Sumbar, 70 persennya didominasi kendaraan pribadi. Sisanya, yakni 30 persen adalah angkutan umum. Jumlah kuota yang ditetapkan bagi taksi online didasarkan pada angka 30 persen itu.
Ia mengatakan jumlah tersebut berlaku untuk seluruh kota dan kabupaten di Sumbar, bukan untuk satu daerah saja. Jumlah itu juga berlaku untuk seluruh perusahaan yang mengelola angkutan berbasis daring.
Advertisement
Baca Juga
Batas jumlah armada ini, kata dia, tertuang dalam Pergub yang akan rampung Januari 2018. Dalam Pergub tersebut, sambung Amran, juga tertuang tarif atas dan bawah yang juga diatur dalam Permenhub.
"Soal aturan tarif ini, kita rujuk ke Permenhub tentang tarif bawah dan tarif atas," ujarnya.
Amran mengatakan setiap armada itu nantinya wajib mendaftarkan diri secara berkelompok dalam sebuah badan usaha. Kemudian, setiap armada akan dikenakan aturan-aturan yang telah ditetapkan, yang kurang lebih sama dengan aturan yang dikenakan pada angkutan umum lainnya, seperti kewajiban KIR, menggunakan plat nomor polisi warna kuning, dan ketentuan tarif.
Â
Demo Sopir Angkot
Sebelumnya, sopir angkot di Kota Padang memilih memarkir kendaraannya tepat di depan kantor Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) sejak Senin pagi, 11 Desember 2017, daripada menarik penumpang. Mereka beraksi damai menuntut penutupan angkutan daring.
Pantauan Liputan6.com, sopir angkot dari pelbagai trayek itu saling bercengkerama satu sama lain selama berdemonstrasi. "Ini aksi damai. Kami tidak anarkis," ujar salah seorang sopir, Ujang.
Dalam tuntutannya, kata Joni, sopir angkot yang lain, meminta pemerintah provinsi menegakkan aturan Permenhub No. 108 Tahun 2017 yang mensyaratkan angkutan berbasis aplikasi harus memiliki izin.
Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Amran, yang datang menemui sopir angkot, mengatakan, pihaknya sedang membahas Permenhub ini untuk dijadikan Pergub."Kami menargetkan sudah bisa diterapkan pada Januari 2018," ujarnya.
Jika sudah menjadi Pergub, ia bisa menjadi pedoman atau landasan hukum angkutan berbasis daring di Sumbar. Ini merupakan aksi kedua sopir angkot menolak angkutan berbasis daring.
Aksi pertama dilakukan pada Oktober 2017. Aksi penolakan ini pada bulan yang sama juga terjadi di Bukittinggi.Sebelumnya, Aliansi Pengusaha Angkutan Kota (APAK) Kota Padang telah melayangkan surat pemberitahuan rencana demonstrasi ke Polresta Padang yang digelar pada Senin 11 Des 2017 jam 10.00 WIB yang akan digelar di Kantor Gubernur Sumbar.
Ketua Aliansi Pengusaha Angkutan Kota Kota Padang Fauzen dalam surat pemberitahuan menyatakan aksi demonstrasi itu dipicu oleh status hukum angkutan transportasi online di Kota padang dan keluarnya Permenhub No 108 Tahun 2017 tentang ketentuan hukum terhadap transportasi online, tapi belum direalisasikan oleh aparat berwenang.
"Upaya pertemuan yang telah dilakukan oleh APAK dengan Dinas Perhubungan Kota Padang dan provinsi tidak membuahkan hasil yaitu penindakan angkutan online sedangkan hal tersebut sudah dijanjikan," kata dia.
Advertisement
Sopir Angkot Diminta Introspeksi
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebelumnya mengatakan segera menindaklanjuti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2007 tentang pembatasan kuota angkutan sewa khusus, yaitu taksi daring.
"Khusus untuk Padang dan Bukittinggi akan segera disusun aturannya dan kami akan merujuk kepada peraturan menteri," kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit.
Menurutnya, aturan yang dikeluarkan Menteri Perhubungan merupakan payung hukum yang menjadi panduan dalam membuat kebijakan soal ini. Ia juga menyampaikan kepada pengelola transportasi bahwa teknologi tidak bisa dihindari karena masyarakat akan memilih layanan yang lebih praktis dan mudah.
"Untuk itu mari bersiap, jika kendaraan belum penuhi syarat perbaiki karena kebutuhan konsumen adalah ingin aman dan nyaman,' ujarnya.
Ia berharap para pengelola angkutan konvensional agar beradaptasi dan tidak bisa bertahan dengn kondisi yang ada."Jadi tidak bisa lagi dilawan dengan demo, teknologi tidak mengenal batas untuk itu harus siap menghadapinya," katanya.
Terkait sekelompok masyarakat yang melarang tranportasi daring beroperasi pada lokasi tertentu karena takut tersaingi, ia menilai hal itu hanya akan efektif untuk jangka pendek. Ia menyarankan kelompok yang melarang itu seharusnya menyesuaikan bukan melarang karena akan ditinggal konsumen.
"Untuk jangka panjang tidak bisa orang dilarang, apalagi masyarakat ingin transportasi yang aman, nyaman, dan praktis," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini: