Gubernur Jawa Timur Yakin Korupsi Pejabat Daerah Bakal Tercium KPK

Soekarwo mengimbau daerah mulai berani menerapkan e-budgeting agar keuangan daerah bisa transparan dan terpantau.

oleh Zainul Arifin diperbarui 22 Mar 2018, 23:03 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2018, 23:03 WIB
Gubernur Jawa Timur : Kalau Gak Benar Ya Pasti Kena KPK
Soekarwo, Gubernur Jawa Timur (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, mendukung penegakan hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini terkait penetapan status Wali Kota Malang non-aktif M Anton dan 18 anggota dewan sebagai tersangka dugaan suap APBD-P tahun anggaran 2015.

Soekarwo berharap seluruh pemerintah daerah belajar dari kasus dugaan suap untuk memuluskan anggaran dalam APBD Perubahan Kota Malang yang melibatkan Wali Kota Malang non-aktif M Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang.

"Demokrasi itu ya begini, setiap saat kalau enggak benar ya pasti kena. Makanya harus detail, dimasukkan dalam elektronik budgeting," kata Soekarwo saat berkunjung di Malang, Kamis (22/3/2018).

Seluruh tahap penyusunan anggaran sejak di Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) hingga menjadi APBD harus masuk dalam sistem e-budgeting. Sehingga tiap detailnya bisa diawasi dan transparan.

Soekarwo mengatakan, pernah menjelaskan kepada KPK saat menggelar pertemuan di Surabaya beberapa saat lalu. Bahwa, semua sistem pencegahan pungutan liar maupun korupsi sudah baik. Namun, yang paling sulit adalah memperbaiki mentalitas untuk tidak melakukan segala bentuk pemerasan dan suap.

"Semua bisa diteknologikan, tapi paling sulit ya menyangkut integritas tentang pemerasan dan suap," Soekarwo menegaskan.

Pelayanan Publik Tak Boleh Terganggu

Gubernur Jawa Timur : Kalau Gak Benar Ya Pasti Kena KPK
Pegawai di lingkungan Balai Kota Malang diminta tetap bekerja dengan baik (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Soekarwo juga mengharapkan agar kinerja Aparatus Sipil Negara (ASN) Pemkot Malang tak terganggu meski kasus suap menjerat Wali Kota Malang non-aktif dan 18 anggota DPRD Kota Malang. Sebab, tak menutup kemungkinan ada trauma di kalangan ASN dengan kasus itu.

"Pejabat sementara wali kota harus menyiapkan semuanya. Jangan ada trauma yang membuat gairah bekerja ASN terganggu, pelayanan publik harus tetap berjalan baik," tutur Soekarwo.

Ia juga mengimbau anggaran dalam APBD Kota Malang tetap digunakan untuk belanja tetap, meliputi gaji sampai tunjangan pegawai. Namun, untuk belanja tak langsung seperti anggaran pembangunan agar tak buru–buru digunakan.

"Saya juga siap memproses dengan cepat bagi partai politik yang ingin mengajukan pergantian antar waktu untuk anggota DPRD yang jadi tersangka," ucap Soekarwo.

Komisi antirasuah menetapkan Wali Kota Malang nonaktif M Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka dugaan suap saat pembahasan APBD-P Kota Malang 2015. Anton diduga memberi hadiah atau janji pada anggota dewan itu agar memuluskan anggaran.

Kasus ini sudah lebih dulu menetapkan tiga orang sebagai tersangka, antara lain, Ketua DPRD Kota Malang saat itu M Arif Wicaksono yang diduga menerima suap sebesar Rp 700 juta dan Rp 200 juta dari rekanan.

Tersangka lainnya adalah Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Malang saat itu. Serta Herdarwan Maruszaman, Komisaris PT ENK rekanan yang diduga pemberi suap. Arif dan Jarot Edy sedang disidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya