Sungai Batanghari Makin Keruh, Masyarakat Tetap Tak Peduli

Pada 2014 lalu, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatra (PPES) Kementerian Lingkungan Hidup memastikan Sungai Batanghari sudah tercemar merkuri.

oleh Bangun Santoso diperbarui 25 Mar 2018, 10:03 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2018, 10:03 WIB
Sungai Batanghari Jambi
Suasana Jembatan Pedestrian yang melintasi Sungai Batanghari di Kota Jambi. (Dok. Istimewa/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Pemerintah Provinsi Jambi berencana menguji kualitas air di Sungai Batanghari. Air sungai terpanjang di Sumatera itu terpantau makin keruh dan diduga sudah terpapar racun yang bersumber dari aktivitas manusia.

Hal ini memicu keprihatinan sekaligus kecurigaan akan kualitas air Sungai Batanghari. Sebab, sungai tersebut merupakan urat nadi perekonomian warga Jambi.

"Dulu waktu saya kecil masih bisa melihat air Sungai Batanghari yang jernih, tapi sekarang keruh," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, M Dianto, di Jambi, Jumat, 23 Maret 2018.

Menurut dia, Hari Air Sedunia atau World Water Day yang baru saja diperingati 22 Maret lalu menjadi momentum atas upaya menyelamatkan kualitas air di Sungai Batanghari.

Kualitas air Sungai Batanghari, kata dia, banyak dipengaruhi sejumlah faktor. Namun, paling utama adalah akibat aktivitas masyarakat, baik secara personal maupun kelompok.

Salah satu contoh adalah kebiasaan membuang sampah ke sungai yang hingga saat ini masih dilakukan masyarakat. Belum lagi aktivitas penambangan emas liar yang banyak terjadi di bagian hulu Sungai Batanghari.

"Kebiasaan-kebiasaan itu sangat mempengaruhi Sungai Batanghari yang dahulu sangat jernih dan bersih," ucap Dianto.

Untuk menjaga kualitas air Sungai Batanghari, Dianto mengajak agar masyarakat lebih peduli terhadap kebersihan sungai maupun lingkungan sekitar. Mengingat, selain hutan, adalah air dengan kualitas yang baik sebagai warisan bagi anak cucu di masa depan.

 

Sungai Penuh 'Harta Karun'

Sungai Batanghari Jambi
Deretan pemukiman warga bertebaran di sepanjang alur Sungai Batanghari. (B Santoso/Liputan6.com)

Sungai Batanghari mengular sepanjang 800 kilometer dari sisi barat Provinsi Jambi hingga memuntahkan airnya yang bermuara di ujung timur Sumatera, tepatnya di Selat Malaka.

Mata air atau hulu Sungai Batanghari berada di Gunung Rasan, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar). Dari sini, sejuknya air Batanghari mengalir ke selatan di daerah Sungai Pagu, sebelum berbelok ke arah timur.

Sebelum masuk ke Jambi, air Batanghari terlebih dahulu mengaliri Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasrasya di Provinsi Sumbar. Lalu memasuki daerah Jambi mulai dari Kabupaten Bungo, Tebo, Batanghari, Kota Jambi, Muarojambi hingga di perairan timur Sumatra yakni di Muarasabak, ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Jambi.

Salah satu budayawan Jambi, Junaidi T Noor pada 2014 lalu mengatakan, Batanghari sejatinya sudah terkenal sejak abad ke-7 Masehi. Dari sinilah awal mula nama Swarnadwipa dilekatkan untuk menyebut Pulau Sumatera.

Swarnadwipa dalam bahasa Sansekerta artinya adalah Pulau Emas. Maka tak heran, sampai saat ini penambangan emas tersebar di sejumlah titik daerah aliran sungai (DAS) Batanghari.

"Batanghari pernah menjadi titik penting perdagangan di Sumatra," ujar Junaidi.

Pada awal 2014 lalu, Gubernur Jambi saat itu, Hasan Basri Agus, sempat berencana menggandeng swasta untuk mengeruk sedimentasi atau pendangkalan Sungai Batanghari. Batanghari dinilai sudah mengalami pendangkalan, sehingga luapannya kerap menyebabkan banjir saat musim hujan tiba.

Namun, rencana itu batal karena banyak kalangan menilai hal itu justru bisa berbuah fatal. Sungai Batanghari diyakini memiliki banyak harta karun yang belum terungkap. Selama ini, hanya masyarakat tradisional saja yang kerap menyelam mencari kayu log yang tertinggal di bangkai kapal maupun yang jatuh saat kapal pengangkut melintas.

"Jika tidak diawasi pihak swasta melakukan pengerukan, bisa-bisa harta karun Batanghari bisa raib," ujar Asvan, salah seorang tokoh pemuda Jambi.

Banyaknya harta peninggalan sejarah yang terpendam di dasar Batanghari dibenarkan pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi. Pada 2014 lalu, BP3 mencatat sedikitnya ada 100 titik harta karun tersebar di dasar Batanghari. Harta tersebut meliputi peninggalan Melayu Jambi, budaya China, hingga peninggalan masa Perang Dunia.

Tak hanya di dasar sungai, beberapa benda sejarah juga kerap ditemukan oleh warga yang bermukim di sepanjang DAS Batanghari. Salah satunya adalah situs Sematang Pundung yang merupakan candi Melayu kuno di daerah Suak Kandis dan penemuan pecahan keramik Dinasti Sung serta Dinasti Ming dari China.

Tak hanya kaya akan peninggalan sejarah, ekosistem Sungai Batanghari juga dikenal banyak memiliki satwa langka. Salah satunya adalah ikan botia yang kini terancam punah.

 

Terpapar Merkuri

Sungai Batanghari Jambi
Selain sebagai sumber kehidupan warga, Sungai Batanghari juga menjadi pilihan untuk bersantai saat pagi atau sore hari. (B Santoso/Liputan6.com)

Pada 31 Oktober 2014, Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatra (PPES) Kementerian Lingkungan Hidup Amral Fery mengungkap fakta yang mengkhawatirkan. Ia memastikan Sungai Batanghari sudah tercemar merkuri. Padahal, selain penuh nilai sejarah, sungai itu adalah denyut nadi kehidupan warga Jambi.

Menurut dia, air Sungai Batanghari bukan lagi terjadi keasaman (pH), tapi memang banyak mengandung merkuri. Toleransi Merkuri itu, kata Amral, hanya 0,000.

"Sangat berbahaya, bukan pH lagi ini sudah banyak mengandung air raksa, merkuri itu toleransinya kecil, jika lewat toleransi itu tentu berbahaya," kata Amral.

Amral menyebutkan, salah satu dampak berbahaya dari merkuri, yakni seseorang yang terkena racun merkuri ini akan berangsur kehilangan anggota tubuhnya.

"Anda ingat kota Minamata di Jepang, itu banyak sekali korban gara-gara keracunan merkuri, bahkan ada yang kepalanya hilang, merkuri ini logam berat yang sangat berbahaya," kata Amral.

Untuk menanggulangi dan mencegah dampak bahaya merkuri itu, Amral menyarankan agar ke depan pemerintah provinsi dan kabupaten dapat saling bekerja sama, begitu juga dengan masyarakatnya. Jika kerja sama pencegahan terjalin selama tiga tahun, hasilnya akan tampak.

Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jambi Rosmeli mengatakan, setiap tiga bulan pihaknya rutin mengecek kualitas air Batanghari. Namun, kondisi yang diambang batas wajar itu adalah bakteri E. coli.

"Setahun empat kali kita memeriksa kualitas air batanghari, mulai dari BOD, COD, pH dan segala macam. Kondisi air itu mengandung E. coli yang sumbernya dari limbah domestik," sebut Rosmeli.

Munculnya merkuri diduga kuat akibat maraknya aktivitas penambangan emas liar di beberapa lokasi di DAS Batanghari.

Rosmeli menyebutkan, di Sungai Manau yang merupakan anak sungai Batanghari di Kabupaten Merangin menjadi lokasi favorit penambangan emas liar. Di sungai ini terdapat tak kurang dari 200 alat berat tambang emas liar.

Kondisi itu juga menyulitkan petugas pemerintah saat turun meneliti kondisi air Batanghari. Tak jarang, kehadiran petugas pemerintah memicu emosi penambang.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya