Liputan6.com, Cilacap - Sepanjang tahun, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, nyaris tak pernah lepas dari ancaman bencana alam. Hal itu membuat Cilacap menjadi kabupaten/kota dengan risiko bencana tertinggi di Jawa Tengah dan salah satu yang tertinggi di Indonesia.
Sebut saja banjir bandang, rendaman, banjir rob, longsor, dan bencana angin kencang atau puting beliung pada musim penghujan. Adapun pada musim kamarau, Cilacap berisiko terdampak kekeringan dan air bersih.
Sebagian wilayah Cilacap berada di pegunungan tengah Jawa yang membentang mulai Kecamatan Karangpucung, berlanjut hingga Cimanggu, Majenang, Wanareja dan Kecamatan Dayeuhluhur yang berbatasan dengan Jawa Barat.
Advertisement
Baca Juga
Puluhan desa di lima kecamatan tersebut berada di zona merah longsor. Di dataran tinggi, banjir bandang juga mengintai pada musim penghujan.
Adapun di wilayah dataran rendah, bencana banjir rendaman terjadi tiap tahun lantaran terpengaruh oleh pasang surut air laut.
Sebaliknya, pada musim kemarau, dua daerah berbeda topografi di Cilacap itu sama-sama berisiko mengalami krisis air bersih. Di wilayah pegunungan, sumur mengering.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
20 Kota Tangguh Bencana Asia Pasifik
Adapun di dataran rendah, air sumur tak bisa dikonsumsi lantaran berbau dan berwarna hitam. Ada pula daerah yang pada musim kemarau air sumurnya tak bisa dikonsumsi lantaran intrusi air laut.
Risiko bencana Cilacap itu masih ditambah dengan risiko gempa bumi dan tsunami di sepanjang pantai selatan Cilacap yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia.
Dia mengklaim, BPBD rutin menyosialisasikan antisipasi bencana dan tanggap dini bencana di seluruh Cilacap. Selain itu, pelatihan penanggulangan bencana juga kerap dilakukan.
Mempertimbangkan ancaman bencana yang tinggi itu, Cilacap mengembangkan metode prefentif pengurangan risiko bencana. Antisipasi bencana dinilai lebih menjamin keselamatan jiwa dan harta jika terjadi bencana.
Di tiap desa yang berisiko bencana, BPBD dan Pemkab Cilacap membentuk masyarakat tangguh bencana. Desa-desa itu disebut sebagai desa tangguh bencana atau Kampung Siaga Bencana (KSB).
Antisipasi bencana secara dini itu menjadikan Cilacap kerap terpilih menjadi kabupaten/kota dengan penanggulangan bencana terbaik baik di Provinsi Jawa Tengah dan secara nasional. Puncaknya, Cilacap terpilih mewakili Indonesia menjadi kota yang bakal dinilai sebagai kota tangguh bencana di Asia Pasifik.
"Jadi Cilacap, BPBD Cilacap mewakili Indonesia dalam penilaian kota tangguh bencana. Hanya ada 20 kota di dunia," ucap Kepala Pelaksana Harian (Lakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Tri Komara Sidhy, Rabu, 30 Mei 2018.
Advertisement
Kriteria Kota Tangguh Bencana Asia Pasifik
Terpilihnya Cilacap untuk mewakili Indonesia menjadi kota tangguh bencana di Asia Pasifik ini dinilai sebagai apresiasi pemerintah pusat untuk prestasi-prestasi Cilacap di masa sebelumnya.
Cilacap adalah satu-satunya kabupaten/kota di Indonesia dalam ajang yang dihelat oleh United Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR).
Terpilihnya Cilacap untuk mewakili Indonesia tak lepas dari status Cilacap sebagai daerah dengan risiko tertinggi bencana alam di Provinsi Jawa Tengah dan menjadi salah satu daerah paling tinggi risiko tinggi bencana di Tanah Air.
"Pertama, karena karena risiko ancaman. Di Jawa Tengah Cilacap rangking satu. Terus kebetulan, sering, tiap tahun selalu dapat juara ketangguhan bencana. Ini dalam rangka pengurangan risiko bencana," dia menjelaskan.
Perwakilan UNISDR telah beraudiensi dengan Wakil Bupati Cilacap, Syamsul Aulia Rachman, Senin (28/5/2018) lalu, untuk mengawali kunjungan UNISDR di Cilacap.
Selanjutnya, penilaian akan dilakukan oleh tim UNISDR. BPBD akan mempresentasikan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam mengurangi risiko bencana dan yang akan dilakukan.
Tim penilai juga akan berkunjung ke daerah-daerah yang berisiko bencana, di mana masyarakatnya telah membentuk Desa Tangguh Bencana dan Kampung Siaga Bencana.
"Upaya-upaya BPBD Cilacap untuk mengurangi risiko bencana. Sekarang yang digalakkan adalah upaya, pengurangan risiko bencana, bukan saat penanggulangannya," Tri Komara menerangkan.