Liputan6.com, Yogyakarta - Masa tanggap darurat gempa Lombok masih berjalan. Tidak sedikit ilmuwan dan relawan yang berbondong-bondong datang untuk membantu penangangan gempa di wilayah itu. Tak terkecuali UGM. Perguruan tinggi di Yogyakarta itu juga ikut mengirimkan tim teknis pemeriksa bangunan ke kawasan yang terdampak gempa Lombok.
Ashar Saputra, dosen Departemen Teknik Sipil UGM salah satunya. Ia berangkat ke Lombok tepat sehari setelah gempa besar pertama terjadi, yakni pada 6 Agustus 2018. Tujuan utamanya, memeriksa kondisi bangunan rumah sakit rujukan.
Pertimbangan yang muncul ketika itu, gempa Lombok mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit rujukan. Masalah lain muncul saat para pasien masih trauma dan enggan kembali masuk ke dalam rumah sakit karena khawatir bangunannya runtuh.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau kondisi seperti ini dibiarkan, pasien ortopedi yang dirawat di tenda darurat bisa berisiko infeksi dan tetanus, jadi kami datang untuk melakukan penilaian bangunan rumah sakit pascagempa Lombok," ujar Ashar, dalam jumpa pers di UGM, Selasa, 14 Agustus 2018.
Ia menilai enam rumah sakit rujukan dan dua rumah sakit daerah di Lombok, antara lain RSÂ Kota Mataram, RS Provinsi, RSA Universitas Mataram, RSJ, RSÂ Bhayangkara, dan RSAD. Pemeriksaan itu dilakukan setelah dua gempa besar terjadi.
Hasilnya, sebagian bangunan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Akan tetapi, 75Â - 80 persen bangunan rumah sakit tetap bisa dipakai. Ia juga menyampaikan penilaian itu ke Kementerian Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat.
Meskipun demikian, ia masih harus memastikan lagi kondisi bangunan terkini, mengingat gempa Lombok dalam skala besar terjadi untuk yang ketiga kalinya baru-baru ini. Ashar juga meminta maaf karena rekomendasi yang terakhir belum bisa membantu pasien rumah sakit tenang.
"Setelah kami merekomendasikan, ternyata ada gempa ketiga 6,2 SR, jadi trauma warga belum hilang," tuturnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Teknik Pembuatan Bangunan di Bawah Standar
Ashar mengungkapkan kondisi bangunan yang rusak akibat gempa Lombok mirip dengan gempa Bantul. Kebanyakan bangunan yang rusak karena teknik pembuatannya di bawah standar.
Menurutnya, dua hal yang menjadi penyebab bangunan rapuh, bangunan tembok hanya pasangan bata dengan semen dan tidak ada kolom beton bertulang, atau bangunan sudah berkolom akan tetapi beton bertulang tidak terikat, sehingga saat ada goyangan, bangunan runtuh karena tidak terikat.
"Bangunan yang perekatannya baik, tukang beton terikat dengan benar tetap tegak berdiri, walaupun ada bangunan yang retak tetapi tetap bisa memberikan perlindungan kepada penghuninya," kata Ashar.
Ia juga tidak menampik banyak masjid yang roboh. Sempat ia berbincang dengan penduduk asli perihal pembangunan masjid. Tenyata, masih banyak warga yang membangun masjid dengan pengetahuan seadanya. Mereka tidak melibatkan insinyur yang paham bangunan dan membangun masjid secara swadaya.
"Memang mereka berlomba-lomba membangun masjid, tetapi tidak ada pengawasan ahli dan hanya meniru bangunan masjid yang sudah ada, ikut-ikutan saja (perhitungannya)," ucapnya.
Â
Â
Advertisement
Sesar Flores yang Jarang Disentuh
Agung Setianto, dosen Departemen Teknik Geologi UGM menceritakan penyebab gempa Lombok berasal dari sesar Flores. Sesar Flores bergerak 28 milimeter per tahun, lokasinya berada di Laut Flores.
Sesar ini terbentuk dari lempeng Australia yang mendesak Sumba. Pula Sumba pada zaman neogen sekitar 30 juta tahun lalu berada di selatan Makassar. Subduksi muncul, Sumba lepas dan menempel di benua Australia.
"Kemudian terdesak ke utara lagi dan menimbulkan sesar Flores," ucap Agung.
Ia mengaku, penelitian soal sesar Flores tidak sebanyak penelitian perihal gempa di Sumatera. Baru ada satu penelitian tentang sesar Flores yang dilakukan oleh LIPI. Dia merekomendasikan penelitian soal sesar Flores segera dilakukan, meskipun disadarinya penelitian itu tidak semudah sesar Opak di Bantul.
Ia mengatakan, lokasi sesar Flores yang berada di laut, membutuhkan biaya besar untuk menelitinya. Berbeda dengan sesar Opak yang mudah diamati hanya dengan memasang GPS.
Minimnya data soal sesar Flores juga berimbas pada rekomendasi yang dikeluarkan untuk penanganan gempa Lombok. "Kalau datanya banyak rekomendasinya bisa mantap, tetapi kalau sedikit, kemungkinan bisa meleset," tuturnya.