Marjo Muntilan, Sebuah Inspirasi Seni(n) Itu Indah

Adagium 'Senin itu menyebalkan' dan I hate Monday dipatahkan oleh keyakinan Marjo Muntilan, sosok yang dianggap tak waras.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 15 Okt 2018, 06:29 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2018, 06:29 WIB
marjo
Meski selalu berseragam tentara, Marjo tak pernah dianggap sebagai tentara gadungan, namun malah dicintai warga kota Muntilan. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Muntilan - Ada cerita terbaru dari sosok Marjo Muntilan. Seorang yang dianggap kurang waras, tapi dicintai warga Kota Muntilan. Selengkapnya tentang Marjo, bisa dibaca di link ini.

Kisah diawali ketika Mirsha, warga Pucungrejo Muntilan, kedatangan Marjo. Saat itu Lombok baru saja diguncang gempa. Cerita berulang ketika Palu dan Donggala diguncang gempa besar disusul tsunami.

"Marjo kalau di rumah saya menjadi penguasa. Remote TV dia yang pegang. Ia paling suka nonton berita pagi. Asal bukan berita politik, ia pasti nonton," kata Mirsha kepada Liputan6.com, Sabtu, 13 Oktober 2018.

Dari kebiasaan nonton berita peristiwa itu, Marjo sering memberi komentar. Yang paling menarik, saat itu ia bertanya apakah Mirsha memiliki barang-barang yang sudah tak dipakai.

"Saya tanya buat apa, katanya bisa dijual buat membantu para korban," kata Mirsha.

Lontaran ucapan sosok yang bangga berseragam tentara ini kemudian dibahas ke komunitas olahraga jalan kaki di Lapangan Pemda (Pasturan) Muntilan. Ketua Komunitas, Edi Purwanto, merespons dengan antusias.

Ide itu kemudian dikomunikasikan dengan berbagai pihak. Salah satunya dengan pengasuh Pondok Pesantren Al Iman Muntilan, Ustaz Zuhaery. Selama ini ustaz muda ini sangat dekat dengan Marjo.

"Akhirnya kita sepakati membuat kegiatan penghimpunan dana untuk membantu saudara kita yang sedang kesusahan," kata Mas Pur Talun, sapaan Edi Purwanto.

Penyelenggaraan penghimpunan dana bertajuk Lapazt in Charity ini juga mengakomodasi ucapan Marjo.

Simak video menarik di tautan berikut ini :

 

 

Pesan Inspiratif Marjo

marjo
Panggung pentas Lapazt in Charity sebagai bentuk kepedulian warga Muntilan untuk Lombok, Palu, dan Donggala ini keamanannya diserahkan kepada Marjo. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Lantas, apa peran Marjo dalam gerakan pengumpulan dana ini?

"Bukan dia Mario an sich, tapi ketulusan dia membantu siapa pun, juga ucapan-ucapan dia yang menunjukkan kepedulian pada korban di Lombok, Palu, dan Donggala tak bisa dimungkiri menjadi inspirasi bagi kami," kata Mirsha.

Edi Purwanto juga menyebutkan bahwa nyaris setiap pagi, Marjo juga ikut aktif jalan kaki di lapangan itu.

"Kami memperlakukan Marjo sebagaimana memperlakukan warga lainnya. Nyatanya dia memang sangat populer tak hanya di Muntilan, tetapi juga beberapa kecamatan lain," kata Mas Pur.

Melalui video call, Liputan6.com mencoba menghubungi Marjo. Begitu tersambung, ucapan kangen yang ia ucapkan.

"Kowe saiki nengndi? Kangen je. (Kamu sekarang di mana? Kangen)," itu ucapan pertama saat Marjo menatap layar gawai.

Marjo tak berubah sejak puluhan tahun lalu,. Dari obrolan pendek, Marjo mengungkapkan keyakinannya bahwa berbagi tak membuat miskin, dan menyimpan tak membuat kaya.

"Gelasmu wolu, sing telu mbok sumbangke wong, opo kowe dadi mlarat? Njur nek sing telu mbok simpen, opo kowe dadi sugih? (Misalnya kamu punya gelas delapan. Tiga kamu sumbangkan, apakah kamu mendadak jadi miskin? Atau andai yang tiga itu tetap kamu simpan, apa kamu juga menjadi kaya?)," demikian ucapan Marjo, Minggu, 14 Oktober 2018 melalui video call.

 

Selalu Merasa Banyak Manfaat

marjo
Marjo, menemani ketua panitia Lapazt in Charity, ustaz Zuhaeri dan sekretaris panitia Mirsha Ratina di lapangan pasturan (Pemda) Muntilan. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Marjo memang dianggap tak waras. Namun, ia memiliki kharisma yang tak dipunyai tiap orang, bahkan orang waras sekali pun. Kharisma itu berupa kerelaan mendedikasikan hidupnya untuk semesta.

Marjo meyakini semua hari sama. Tak ada istilah bahwa Senin layak dibenci, karena Senin dan seni membawa keindahan.

"Wis ndisik ya, aku arep mberesi sampah. Tugasku pancen jaga panggung, tapi tugas tambahan isih akeh. Nek lapangan akeh sampah marai sepet. (Sudah dulu ya, aku hendak membersihkan sampah. Tugas utamaku memang disuruh jaga panggung oleh panitia, tapi aku punya tugas tambahan dari aku sendiri cukup banyak. Kalau lapangan penuh sampah bikin sepet mata)," kata Marjo berpamitan.

Kisah Marjo lainnya yang cukup fenomenal dan inspiratif bisa pula dibaca di tautan ini dan ini.

Pesan utamanya, jika sosok Marjo yang dianggap tak waras saja mampu memberi inspirasi kepada yang waras, sudahkah kita menebar kebaikan untuk inspirasi lainnya?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya