Hanif Wicaksono, Penjaga Buah Langka Kalimantan

Hanif Wicaksono menyisihkan gajinya sebagai penyuluh untuk merintis pembibitan buah langka Kalimantan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2018, 05:00 WIB
20160610-wwf aji-kalbar-meliau 9
Hutan di kawasan Sungai Leboyan pedalaman Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, kini dijaga oleh masyarakat. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Banjarmasin - Penebangan hutan untuk perkebunan karet dan kelapa sawit terus meluas di bumi Kalimantan. Belum lagi pembukaan lahan pertambangan batubara, emas, biji besi dan pembabatan hutan lainnya yang dapat mengamcam kehidupan ribuan spisies tanaman.

Sistem pertanian ladang dan perkebunan yang memanfaatkan herbisida juga memiliki andil yang cukup besar dalam pemusnahan aneka plasma nutfah yang sebenarnya kekayaan yang tak ternilai. Keikhawatiran yang besar akibat kegiatan tersebut adalah buah-buah endemik Kalimantan bisa terancam musnah.

Dari sekian orang yang merasa perihatin akan hilangnya kekayaan alam tersebut satu di antaranya adalah Hanif Wicaksono, pemuda kelahiran Blitar 18 Agustus 1983.

Pemuda berpenampilan sederhana yang bertugas di pedalaman Kalimantan Selatan sebagai seorang tenaga penyuluh program Keluarga Berencana (KB) tertarik atas keberadaan buah-buah endemik ini.

Waktu demi waktu dia terus memperhatikan keberadaan buah-buah endemik tersebut, seraya melakukan pembibitan satu jenis ke jenis lain beberapa tahun belakangan ini.

Tadinya pembibitan dilakukan hanya iseng saja, namun kemudian dia mengaku ketagihan, dan sekarang berniat menyelamatkan plasma nutfah buah-buahan itu sebagai satu kewajiban.

Salah satu lokasi yang menjadi pusat penelitiannya adalah Desa Marajai, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam suatu penjelajahan di kawasan Marajai seraya mengindentifikasi aneka buah-buahan yang ada di kawasan tersebut, hasilnya mencengangkan, sungguh kekayaan yang luar buasa.

Ditemani Kepala Desa Marajai Adis Setiawan, tim kecil itu mencoba memperhatikan setiap pohon satu per satu sambil membidikkan kamera ke aneka buah yang bergelantungan di atas pohon-pohon tersebut. Banyak buah-buah yang terlihat dan yang sulit ditemui di wilayah lain.

"Kita bersyukur masih ada lokasi lahan yang ditumbuhi aneka buah-buah khas Kalimantan, karena tidak dijadikan kebun karet unggul dan sawit sebagaimana lahan-lahan lainnya di wilayah ini," kata Hanif Wicaksono yang masuk nominasi tujuh terbaik "Satu Indonesia Award" 2018, dilansir Antara.

Lantaran masih tersedianya pohon-pohon buah itu, maka Desa Marajai merupakan wilayah penghasil buah-buahan jenis langka, kata pemuda yang sebenarnya sarjana ilmu komunikasi tersebut. Untuk jenis durian saja mungkin wilayah Marajai yang paling banyak memberikan kontribusi bagi pedagang durian di Balangan.

Beragam durian di Marajai, ada durian berkulit merah yang disebut lahung (durio dulcis) ada durian kuning yang disebut mantaula (Durio kutejensis), ada durian berkulit warna hijau tua, berduri lancip panjang yang disebut mahrawin (Durio oxleyanus), dan aneka jenis durian lainnya.

Beragam Buah

Ada pula sembilan jenis tarap-tarapan, seperti kulidang (Artocarpus lanceifolius ), puyian (Artocarpus rigidus) dan lainnya. Buah lainnya yang teridentifikasi di desa bagian dari Pegunungan Meratus tersebut adalah Silulung (Baccaurea angulata) maritam (Nephelium ramboutan-ake) bumbunau (Aglaia laxiflora), babuku (Dimocarpus longan subspecies malesianus), luying/luing (Scutinanthe brunnea).

Kemudian juga ada buah kapul (Baccaurea macrocarpa), kalangkala (Litsea garciae), gitaan / tampirik (Willughbeia angustifolia) dan kumbayau ( Dacroydes rostrata).

Semua yang terindentifikasi tersebut di atas bisa dikatakan sudah langka dan sulit ditemui di daerah lain. Kalimantan Selatan ini termasuk penghasil buah-buahan dengan sekitar 40 spices rambutan, 30 jenis durian, dan puluhan pula species mangga-manggan dan lainnya.

Untuk pembibitan guna menyelamatkan buah-buah khas Kalimantan tersebut, Hanif menyisihkan gajinya untuk merintis pembibitan Tunas meratus (konservasi tanaman buah asli Kalimantan) beralamat Jl H M Yusi no 71 Gambah Luar Muka, Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

"Ketika pindah dari Jawa Timur ke Kalsel tahun 2011 saya menemui berbagai macam buah yang tidak pernah saya lihat di Jawa, hal ini semakin menarik ketika ternyata masyarakat lokal banyak yang belum pernah melihat pohon dari buah-buahan tersebut," katanya.

Tujuan program ini adalah menyelamatkan, mengenalkan dan membudidayakan buah asli Kalimantan karena buah endemik ini sangat layak untuk dibudidayakan namun hingga saat ini masih banyak yang belum diketahui oleh masyarakat luas.

Program ini dibuat untuk membantu pemangku kepentingan dalam menyusun kebijaksanaan baik bidang sumberdaya alam, kehutanan, lingkungan hidup, dan holtikultura. Untuk masyarakat agar lebih mengenal kekayaan dan keragaman sumberdaya genetik serta membantu memberikan pilihan alternatif konsumsi buah nusantara.

"Didorong rasa senang terhadap tanaman dan bumbu penasaran mulailah saya menjelajah untuk mencari asal dari buah tersebut. Semakin lama ternyata buah yang saya temui semakin banyak dan beragam akhirnya terfikir untuk mengumpulkan tanaman tersebut hingga saat ini," katanya.

Posisi Strategis Pohon Buah

Selama lebih dari lima tahun berjalan program ini hanya pernah mendapat bantuan sekali untuk membuat sebuah nursery dari BPTP Kalsel. Selebihnya berjalan dengan menyisihkan dana pribadi.

Kegiatan Tunas Meratus adalah konservasi buah hutan Kalimantan. Salah satu alasan kenapa memilih buah, karena ketika menanam pohon buah masyarakat akan cenderung untuk memelihara. Berbeda bila menanam pohon kayu yang pastinya akan dipanen dengan cara ditebang.

Jadi pemikirannya adalah mempertahankan pohon selama mungkin di mana pohon yang satu itu akan menghasilkan pohon-pohon yang lebih banyak lagi. Secara ekonomi tentu buah akan mempunyai hasil yang berkelanjutan.

Contohnya seperti ini, kasturi (Mangifera casturi) adalah flora identitas Kalimantan Selatan akan tetapi di Kalimantan sendiri tidak ada kebun kasturi maupun orang yang mengebunkan kasturi semua dari hasil alam. Sedangkan di California, kasturi dan beberapa Mangifera endemik asal Kalimantan ini justru sudah di budidayakan.

Belum lagi banyaknya orang-orang luar negeri terutama dan Eropa dan Amerika Selatan yang menghubungi untuk mendapatkan berbagai benih.

"Buat saya ini aneh sekali dimana buah yang saya dapat banyak yang tidak diketahui masyarakat umum, kalaupun ada itupun di pandang sebelah mata di negeri sendiri tetapi malah jadi target buruan di negri orang." tambahnya.

Persoalan ini yang membuat ia semakin ingin mengenalkan buah-buahan lokal ke masyarakat umum secara luas dan tentunya akan berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat yang mau mengembangkanya.

Ini adalah kesempatan untuk mengembangkan buah lokal. Buah baru untuk diselamatkan sekaligus untuk dikelola dengan basis pemberdayaan untuk peningkatan ekonomi masyarakat melalui budidaya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya