Legenda Mejajaran, Setan Perempuan Penunggu Hutan Jati Banyumas

Mejajaran, sosok hantu perempuan legendaris penunggu hutan tanpa tungkai kaki dan lekuk di bawah hidung

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 30 Nov 2018, 03:03 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2018, 03:03 WIB
Pemandangan sandekala atau petang di pinggir hutan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pemandangan sandekala atau petang di pinggir hutan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Wilayah Dusun Cilombang, Banyumas kini sudah berubah. Jalan menuju desa pinggir hutan ini beraspal mulus, meski masih sempit.

Kondisi ini berbeda dari sekitar dua tahun lalu ketika saya terakhir melewatinya. Kali ini, saya ke Cilombang untuk menemui seorang kawan.

Ceritanya, dia punya kenalan pemilik ladang penuh tanaman vanili. Kebetulan, saya memang sedang mencari bibit, langsung dari petaninya, agar kualitasnya terjamin.

Cabang pohon jati yang menjuntai ke badan dengan dedaunan yang melambai-lambai menyeramkan tak nampak lagi. Jalan yang tadinya rimbun oleh pohon jati dan mahoni itu kini sudah lempang. Pohon-pohonnya sudah ditebang.

Ini lah yang disebut Dalan Krapyak, sebuah jalan dengan tanjakan dan kelokan tajam yang konon ceritanya, dihuni oleh makhluk gaib, bernama Mejajaran, sosok setan penunggu hutan.

Entah lah, tiap kali berada di sebuah desa pinggir hutan di Banyumas dan Cilacap, nyaris bisa dipastikan masyarakatnya akrab dengan legenda Mejajaran ini. Boleh dibilang, Mejajaran telah menjadi cerita rakyat desa di pinggir hutan Banyumas.

Kisahnya pun hampir seragam. Konon, kegemaran Mejajaran adalah ikan mentah. Mejajaran digambarkan sebagai sesosok perempuan yang penampakannya biasa saja. Kadang, ia meminta ikan kepada para penjaring ikan di kali, atau pemancing.

Legenda Mejajaran yang gemar ikan mentah juga berkembang di Cilombang. Suatu hari, ada seorang pedagang ikan keliling luar desa yang hendak berjualan di dusun dengan kontur berbukit ini.

Meski udik, masyarakat Cilombang memang terbilang sejahtera. Rata-rata, keluarga di Cilombang memiliki ladang yang cukup luas. Mereka pun dikenal ulet bekerja.

Mendadak, sesampai di Dalan Krapyak, si penjual ikan dihentikan oleh seorang perempuan. Transaksi pun berlangsung biasa. Seperti pembeli pada umumnya, si perempuan ini mengulungkan uang.

Semuanya berjalan wajar, sampai ketika sosok perempuan itu memakan ikan-ikan yang masih mentah di depan si penjual. Saat itu lah, ia menyadari, perempuan di depannya tak memiliki lekukan di bawah hidung.

Sosok Perempuan ini pun tak menapak. Kakinya, tanpa tungkai kaki. Pedagang itu lantas pontang-panting melarikan sepeda motornya melihat sosok perempuan yang ternyata setan penunggu hutan ini.

"Sejak saat itu dia tidak pernah berani lewat kalau sudah petang atau waktu tanggung," kata Wahib, warga Cilombang, Senin, 27 November 2018.

Kisah Mejajaran Mengancam Penjala Ikan

Hutan pinus yang suram. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Hutan pinus yang suram. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Orang-orang di pedesaan Banyumas menyebut waktu tanggung untuk menjelaskan peralihan waktu ekstrem. Misalnya, tanggung beduk, atau ketika matahari persis di tengah ubun-ubun. Tanggung magrib, atau sandekala, untuk menyebut petang.

Konon, di waktu perantaraan ini lah makhluk misterius bernama mejajaran itu kerap menampakkan diri. Masyarakat Jawa terbiasa memperingatkan anak-anaknya untuk menghentikan waktunya saat “wektu tanggung”.

Seperti dibilang di muka, legenda Mejajaran telah menjadi cerita rakyat yang dituturkan nyaris di semua desa pinggir hutan wilayah Banyumas. Pun di desa Cingebul, Lumbir.

Di desa ini membentang Sungai Dermaji yang sekaligus menjadi batas dengan Kabupaten Cilacap. Sama seperti di Cilombang, di Cingebul pun berkembang cerita rakyat soal Mejajaran. Deskripsi penampakannya pun sama, perempuan tanpa lekuk di bawah hidung, dan tanpa tungkai kaki.

Di sebelah selatan desa ini, ada hutan masyarakat yang dulu dikenal angker. Yakni, Mbalekambang, Pekajaran dan Karanglo. Di tiga hutan ini lah, Mejajaran konon kerap menampakkan diri.

Dalail, seorang petani yang juga ketua RT di Dusun Karangreja bercerita, nun di suatu hari, ada seorang penjala ikan di Sungai Dermaji yang tidak seperti biasanya begitu banyak berhasil menangkap ikan. Ikan begitu mudah terperangkap di jaringnya.

Menjelang tengah hari, ia beristirahat di pinggiran sungai. Ia pun membuka bekal makannya. Lelah dan lapar, ia makan dengan lahapnya.

Saat itu lah, tiba seorang perempuan yang langsung mengarah ke wadah ikan yang disebut kepis. Lantas, si perempuan mengambil ikan dalam jumlah yang menurut si penjala terlalu banyak.

Perempuan itu tampak tenang mengambil ikan, seperti miliknya sendiri. Dan ia tetap menunduk. Sebagian wajahnya tertutup uraian rambutnya panjangnya.

Si penjala ikan pun gusar. Ia langsung menegur sosok perempuan ini, boleh minta ikan tapi jangan banyak-banyak.

Mendadak, si perempuan menengadah. Si penjala kaget. Dilihatnya, satu ikan mentah berada di mulut dengan wajah belepotan darah segar.

"Daripada tek kletak ndasmu," ucap si perempuan, dingin. Ini adalah sebentuk ancaman. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, itu berarti "Daripada saya keletak kepalamu,".

Sadar tengah berhadapan dengan Mejajaran, si penjala ikan pun lari gulung kuming. Ia tinggalkan jala dan ikan yang didapatnya hari itu.

Benar tidaknya legenda rakyat ini, Wallahu A’lam.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya