Liputan6.com, Makassar - Penanganan kasus pidana dugaan perusakan rumah milik warga Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar yang terkatung-katung nyaris selama dua tahun akhirnya melebar.
Korban dalam hal ini pelapor, Irawati Lauw, melalui kuasa hukumnya, Jermias Rarsina, mengaku tak tahu harus berbuat apa lagi, agar kasus perusakan terhadap rumah yang ia laporkan ke Polda Susel sejak tahun 2017 lalu bisa segera mendapatkan kepastian hukum dan para tersangka dapat segera diseret hingga meja hijau untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Kasus ini sangat jelas dan seluruh alat bukti sangat mendukung. Tapi sangat aneh hingga dua tahun tak juga dapat dinyatakan rampung (P.21)," kata Jermias kepada Liputan6.com saat ditemui di kediamannya di Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar, Rabu (20/2/2019).
Advertisement
Beberapa alat bukti yang dimaksud, beber Jermias, di antaranya bukti putusan praperadilan yang menyatakan keabsahan proses penyelidikan hingga penyidikan kemudian mengenai penetapan tersangka.
"Seluruh proses hingga prosedur penetapan tersangka telah sesuai dan dinyatakan sah oleh sidang praperadilan yang bernomor 32/Pid.Pra/2017/PN.Makassar tertanggal 4 Desember 2017. Jadi jelas kan alat buktinya," beber Jermias.
Tak hanya itu, bukti pembebanan pidana pada kedua tersangka dalam kasus perusakan rumah yang dilaporkan korban, juga telah didukung oleh putusan praperadilan lainnya, yakni putusan praperadilan bernomor 15/pid.Pra/2016/PN.Makassar tertanggal 16 Agustus 2016.
Di mana dalam putusan tersebut menyatakan tegas jika para buruh yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Wajo, tidak dapat dibebankan pidana karena mereka hanya menjalankan pekerjaan untuk memperoleh upah.
Baca Juga
Sehingga berdasarkan putusan praperadilan tersebut, penyidik Polsek Wajo menghentikan proses penyidikan terhadap para buruh yang dimaksud.
"Putusan praperadilan ini juga kami lampirkan sebagai bukti dalam pelaporan awal dugaan perusakan rumah milik korban di tingkat Polda Sulsel," terang Jermias.
Sehingga di tangan penyidik Polda Sulsel, kasus dugaan perusakan rumah tersebut telah menjerat pemilik rumah dan pemborong pekerjaan sebagai tersangka. Keduanya masing-masing Jemis Kontaria dan Edy Wardus Philander.
"Jadi semua alat bukti sangat kuat. Utamanya kedua putusan praperadilan yang kami lampirkan. Yang kami takut jangan sampai alat bukti ini tidak dilampirkan dalam berkas perkara sehingga berdampak pada kejelasan perkara atau berkas sulit untuk dinyatakan P.21," tutur Jermias.
Prasangka itu, diakui Jermias, bukannya tidak mendasar. Melainkan dengan melihat pertimbangan petunjuk jaksa yang menekankan kepada penyidik Polda Sulsel agar mendalami unsur 'vicariuos Liability' atau pertanggung jawaban pidana pengganti dalam perkara tersebut sebagai kelengkapan berkas perkara.
"Inilah yang menjadi petunjuk jaksa yang harus dipenuhi penyidik Polda Sulsel dan hingga saat ini belum dipenuhi. Padahal jika merujuk pada putusan praperadilan No.15/Pid.Pra/2016/PN.Makassar, tanggal 16 Agustus 2016, petunjuk yang dimaksud tidak perlu ada," ungkap Jermias.
Sejak korban melapor di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel sesuai Nomor Laporan Polisi :LPB/343/VIII/2017/SPKT tertanggal 8 Agustus 2017 tentang perusakan rumah secara bersama-sama, korban telah melengkapi barang bukti berupa surat putusan praperadilan No.15/Pid.Pra/2016/PN.Makassar, tanggal 16 Agustus 2016 dalam rangka pendukung proses penyelidikan.
Dimana inti dalam putusan praperadilan tersebut menghentikan penyidikan perkara terhadap buruh/pekerja bangunan dengan alasan mereka menjalankan pekerjaan untuk mendapatkan upah, olehnya itu tidak dà pat dimintai pertanggung jawaban pidana kepada buruh/pekerja bangunan.
Sehingga sejak awal penyelidikan perkara, penyidik Polda Sulsel telah mengantongi alat bukti putusan praperadilan tersebut yang dijadikan dasar bagi korban untuk kembali melapor ulang di Polda Sulsel terhadap pemilik rumah, Jemis Kontaria dan pemborong Edy Wardus Philander, bukan lagi buruh/pekerja bangunan.
"Di sinilah peran ahli hukum pidana untuk mendudukkan pertanggung jawaban pidana pemilik rumah dan pemborong sebagai 'vicarous liability' dalam hubungannya dengan para buruh/pekerja yang sudah nyata merusak rumah/bangunan, namun mereka tidak dapat dipidana sebagaimana telah dipertimbangkan dalam putusan praperadilan terdahulu," Terang Jermias yang juga seorang akademisi Uki Paulus Makassar itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Penjelasan Jaksa
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin mengatakan petunjuk jaksa terkait unsur 'vicarous liability' atau pelimpahan pertanggung jawaban pidana dalam perkara ini, sudah sesuai dengan kajian jaksa selaku penuntut umum.
Namun, apakah petunjuk tersebut dinilai pihak korban atau pelapor sebagai petunjuk yang keliru karena telah dibantah oleh putusan praperadilan yang menyatakan para buruh/pekerja tidak dapat dikenakan pidana melainkan pidana perusakan rumah dibebankan kepada pemilik rumah dan pemborong yang saat ini sudah berstatus tersangka. Menurut Salahuddin, jaksa belum melihat putusan praperadilan tersebut.
"Pertanyaannya, apakah putusan praperadilan itu dilampirkan dalam berkas perkara? Itu yang perlu diperjelas," kata Salahuddin.
Tak ingin berpolemik, lanjut Salahuddin, jaksa penuntut umum akan mengundang penyidik Polda Sulsel untuk hadir dalam gelar bersama untuk membahas permasalahan yang ada.
"Upaya saat ini, jaksa akan undang penyidik bahas kendala perkara ini melalui gelar bersama di Kantor Kejati Sulsel," Salahuddin menandaskan.
Diketahui, kasus dugaan pengrusakan rumah di Jalan Buru, Kecamatan Wajo, Makassar awalnya dilaporkan oleh korbannya, Irawati Lauw pada tanggal 8 Agustus 2018 dengan bukti LP Nomor STTLP/343/VIII/2017/SPKT Polda Sulsel.
Dalam perjalanan penyelidikan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Polda Sulsel kemudian menetapkan dua orang tersangka masing-masing Jemis Kontaria (pemilik rumah) dan Edi Wardus Philander (pemborong)
Meski keduanya menyandang status tersangka dan dijerat dengan sangkaan pasal 170 KUHP Juncto Pasal 406 KUHP dan atau pasal 167 KUHP, penyidik Polda Sulsel tak menahan keduanya.
Advertisement