Liputan6.com, Kendari - Merasakan nikmat naik haji, menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian masyarakat Sulawesi Tenggara. Apa pun, yang penting halal, banyak yang mengejar rezeki agar bisa menunaikan Rukum Islam kelima itu.
Hidup boleh pas-pasan, tapi ibadah tidak boleh. Mungkin ungkapan tersebut bisa menggambarkan sepasang penjual bakso bakar di Kota Kendari. Demi ingin menunaikan ibadah haji, penjual bakso di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, itu rela menabung selama 26 tahun.Â
Samsul Irawan (45) dan Jumatia (44), sepasang suami istri, merantau ke Kota Kendari pada 1993 silam. Mereka bakal menjadi salah satu jemaah haji asal Kota Kendari pada 2019.
Advertisement
Baca Juga
Namun, sebelum mereka naik haji, ada cerita tentang perjuangan selama 26 tahun. Diawali saat mereka berdua nekat keluar dari tanah kelahirannya di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Saat itu, mereka baru selesai menggelar pesta pernikahan dan memutuskan merantau di Kota Kendari. Hanya berniat menyambung hidup, naik haji belum terbesit kala itu.
Agar bisa hidup layak, Jumatia dan Samsul Irawan menjalani banyak cobaan selama berada di daerah orang. Sejak 1993 hingga 1997, keduanya mengaku sudah 12 kali pindah rumah kontrakan.
"Karena memang cari rumah yang sesuai dengan isi kantong, apalagi sudah ada anak-anak," ujar Samsul Irawan, Senin (9/7/2019).
Selama di Kota Kendari, Samsul dan Jumatia memutuskan menjual bakso keliling. Saat itu, sepeda motor masih langka. Samsul masih memakai gerobak dorong.
"Saya yang menjual, istri yang bikin baksonya," ujar Samsul.
Pria yang memiliki empat orang anak ini mengungkapkan, pilihan menjual bakso karena coba-coba mengikut jejak keluarga. Lagipula, modal berdagang bakso tak seberapa dan bisa dijangkau meskipun ekonomi keluarga kondisinya pas-pasan.
Keinginan naik haji baru mulai mengebu-gebu sekitar tahun 2000. Saat itu, istri Samsul sering mengantar atau menghadiri syukuran kerabatnya yang hendak beribadah haji.
Pernah Mengutang Makanan
Berjualan bakso bakar, diceritakan Samsul dan istrinya, tak setiap hari mendapat untung. Malah, kadang dia harus tekor karena tak laku sama sekali.
Jika sudah seperti itu, mereka harus sabar dan pintar-pintar berhemat. Sebab, berjualan keliling tak selamanya mendapat untung.
"Saya pernah beberapa utang uang untuk beli makan dan bahan baku. Waktu itu, jualan tak laku," ujar Jumatia, istri Samsul.
Jumatia bercerita, pendapatan mereka menjual bakso keliling kadang hanya cukup menyambung hidup keluarga. Namun, namanya keyakinan, dia tetap bersikeras dan yakin bisa naik haji seperti saudara-saudaranya.
Keyakinan Jumatia kadang kendor, sebab beberapa kali terpaksa mengutang. Jika sudah begitu, maka kerabatnya di Kendari yang menolong.
"Berjualan bakso, kadang untung Rp 50 ribu sehari kadang Rp 100 ribu," ujar Jumatia.
Keuntungan ini, selain ditabung, untuk juga dipakai anak-anak bersekolah. Beruntung, anak pertamanya yang berusia 22 tahun, sudah menikah.
"Tinggal biayai tiga anak yang masih sekolah," ujar Jumatia.
Advertisement
Mimpi Istri Samsul
Sebelum mendaftar haji pada 2011 lalu, ternyata istri Samsul pernah bermimpi saat tidur. Suatu malam, Jumatia pernah bermimpi naik gunung tinggi.
"Dalam mimpi, saya ditarik adik saya naik ke atas gunung," ujar Jumatia.
Setelah itu, Jumatia dan Samsul kemudian langsung nekat mendaftar naik haji. Padahal, uang mereka hanya Rp 30 juta saja.
"Mimpi saya jadi nyata, adik saya yang menarik tangan saya dalam mimpi. Dia yang tambahkan uang saya mendaftar haji," ujar Jumatia.
Naik haji tak mudah bagi Jumatia dan suaminya, sebab harus mengumpulkan Rp100 juta. Uang sebanyak ini, semua didapat dari berjualan bakso.
Dalam waktu dekat, mereka akan berangkat melalui embarkasi Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Tidak hanya itu, yang membuat keduanya istimewa karena akan berangkat menuju Makkah bersama rombongan Wali Kota Kendari.
"Saya senang, meskipun saya penjual bakso bakar, tapi bisa naik haji bersama Wali Kota Kendari,"pungkasnya.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Â