'Srawung Sonten', Menggali Kearifan Lokal Melawan Hoaks

Publik terus hadir membawa pesan damai dan kesejukan bagi Indonesia.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 26 Agu 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2019, 17:00 WIB
srawung sonten
Musik 90-an masih diyakini sebagai magnet menggaet anak m (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)uda agar bisa srawung/bergaul lebih sehat. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Magelang - Kado pahit peringatan HUT ke-74 kemerdekaan Indonesia berupa kenyamanan warga Papua yang terusik, mengundang keprihatinan banyak kalangan. Di Magelang, dengan berbekal kearifan lokal digelar acara bertajuk "Srawung Sonten".

Sisca Ariani selaku penggagas acara menyebutkan bahwa srawung sonten mengambil roh pergaulan masyarakat di sekitar Magelang. Setiap sore, masyarakat di dusun-dusun kaki Gunung Merapi sibuk menyapu dan juga pulang dari sawah dan kebun.

"Saat itulah mereka srawung atau bergaul. Sambil menyapu, mereka ngobrol tentang apa saja. Dusun yang warganya banyak srawung dipastikan akan adem dan damai. Tak hanya disini, di Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan dimanapun," kata Sisca, Senin (26/08/2019).

Pada gelaran Srawung Sonten terakhir, masalah Papua ini direspon dalam tema 'Damai Bersama Papua'. Tujuannya jelas, menyuarakan perdamaian dan doa keberkahan untuk tanah Papua.

"Kami sebagai salah satu elemen negara mencoba hadir menyapa dan mengajak masyarakat. Boleh saja ada revolusi komunikasi dengan gawai, namun dengan model Srawung Sonten bisa meminimalisir berita bohong karena bisa bertatap muka. Peristiwa Papua selain karena ada ketidakadilan perlakuan, juga diperburuk adanya hoaks," kata Sisca.

 

Cerdas Mengambil Simbol dan Magnet

srawung sonten
Memajang ponsel dan pesawat Handy Talkie yang sangat ngetop tahun 90-an, sebagai upaya menggaet millenial agar mengerti makna srawung. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Agar tema misi srawung sonten atau bergaul di senja hari ini bisa mudah ditangkapsubstansinya oleh generasi milenial yang hidupnya sudah sangat akrab dengan gawai, maka ditampilkan nuansa titik peralihan.

Sisca menyebutkan bahwa titik peralihan ada di tahun 90-an. Saat itu masih ada mesin ketik manual, mesin ketik elektrik, dan juga komputer. Namun di sekitar Magelang, kehidupan srawung atau bergaul juga masih sangat kuat, bahkan sampai sekarang.

"Back to 90’s ini bisa kita lihat dari tampilan Keroncong Milenial Tresnawara, Kampung Dolanan, Sulap Jalanan Vanduci, band indie Loca Polka, tari tradisional, serta beberapa kegiatan dan permainan bernuansa tahun 90-an," kata Sisca.

Sisca yang juga direktur TEE JHE Production berharap setiap bulan bisa merespon isu-isu kebangsaan dengan kampanye-kampanye perdamaian dan keberagaman.

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya