Menyibak Tabir Kelanjutan Kasus Korupsi Berjemaah di DPRD Garut

Meskipun seluruh anggota DPRD Garut 2014-2019 telah diperiksa, tetapi kejaksaan belum mengumumkan adanya tersangka dalam kasus Pokir dan BOP itu.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 04 Sep 2019, 01:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2019, 01:00 WIB
Kantor Kejaksaan Negeri Garut Jalan Merdeka, Garut, Jawa Barat
Kantor Kejaksaan Negeri Garut Jalan Merdeka, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Dugaan kasus korupsi berjemaah Pokir dan BOP bekas anggota DPRD Garut, Jawa Barat, periode 2014-2019, memasuki babak baru.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut telah memeriksa seluruh anggota dewan Garut yang berjumlah 50 orang, plus pendamping dewan, para pegawai sekretariat Dewan (setwan) dan para pajabat dan staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Kepala Kejari Garut, Azwar mengatakan, penanganan kasus itu membutuhkan ketelitian termasuk siapa saja yang terlibat. 

"Pemeriksaan masih berlanjut, seluruh anggota DPRD Garut termasuk pendampingnya sudah kami periksa," ujarnya, Selasa (3/9/2019).

Menurut Azwar, pemeriksanaan dugaan kasus korupsi Pokok Pikiran (pokir) dan Biaya Operasional (BOP) dilakukan secara spartan untuk mengejar target selesai akhir tahun ini. 

"Jadi tidak hanya anggota dewan, juga para pendampingnya termasuk setwan dan SKPD terkait," kata dia.

Meskipun pemeriksanaan hampir rampung, tetapi, pihaknya, ujar Azwar tidak buru-buru menetapkan tersangka, sebelum dikuatkan bukti baru, keterlibatan mereka dalam dugaan kasus korupsi berjemaah tersebut.

"Nanti jika sudah lengap seluruhnya, kami akan umumkan secara langsung para tersangka yang terlibat," ujar dia.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Garut Dodi Witjaksono menambahkan, meskipun pemeriksaan seluruh pihak yang terlibat hampir rampung, tetapi pihaknya belum bisa menyampaikan adanya kerugian negara dalam kedua kasus itu.

"Kita masih kumpulkan seluruh bukti dari hasil penyelidikan, apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak," kata dia.

Di tengah waktu yang terus mepet, lembaganya menargetkan penyidikan selesai hingga November mendatang.

"Pokoknya awal November hasil penyelidikan kasus ini harus sudah ada. Kalau ditemukan adanya penyimpangan diteruskan, kalau tidak ya kami hentikan," papar dia.

 

 

Jangan Tebang Pilih

Kejari Garut Azwar saat ditemui di kantornya. Lembaganya siap menuntaskan dugaan kasus korupsi pokir dan BOP DPRD periode 2014-2019
Kejari Garut Azwar saat ditemui di kantornya. Lembaganya siap menuntaskan dugaan kasus korupsi pokir dan BOP DPRD periode 2014-2019 (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Ketua Aliansi Masyarakat dan Pemuda Garut (AMPG), Ivan Rivanora mengatakan, pihaknya bakal terus mengawal kasus Pokir dan BOP itu hingga tuntas. "Kita akan terus mendorong kejaksaan usut tuntas," pinta dia.

Di tengah ekspektasi tinggi masyarakat terhadap penyelesaian kasus itu, lembaganya berharap kejaksaan bisa mengusut tuntas dugaan korupsi ini.

"Kejaksaan jangan pandang bulu, siapa pun yang terlibat harus diproses," kata dia.

Sebelumnya, Ivan menyatakan praktik dugaan korupsi program Pokir sudah berlangsung lama. Rata-rata anggota dewan memiliki kuasa menentukan jatah pembagian anggaran, sesuai jabatan.

"Rata-rata untuk pimpinan itu antara Rp3 sampai Rp5 miliar, sedangkan anggota itu Rp1 sampai Rp1,5 miliar," ungkapnya.

Dalam paktiknya, seluruh aspirasi yang dibawa anggota dewan dari masyarakat, kemudian dibahas di badan anggaran (banggar), untuk disahkan di tingkat paripurna.

"Mereka (Banggar) ini yang merumuskan anggaran ke si A berapa, ke si B berapa, merekalah yang atur dan tentukan besarannya," papar dia.

Akhirnya setelah pembangian 'kue' pokir terdistribusi, para anggota dewan dari berbagai partai itu, kemudian mematok persekot atau uang pelicin bagi pihak ketiga yang besarnya bervariasi antara 10 sampai 15 persen.

Selain Pokir, dugaan lain penyelewengan anggaran negara berasal dari indikasi korupsi penggunaan Biaya Operasional (BOP) yang dinikmati pimpinan dewan.

Dalam catatannya anggaran BOP pimpinan DPRD Garut 2018 mencapai Rp40 miliar per tahun, bahkan angka ini diprediksi naik setiap tahunnya. "Pimpinan dewan itu sudah punya kendaraan dinas, belum yang lain jadi celah korupsinya banyak," katanya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya