Warga Yogyakarta Bakal Merasa Kegerahan hingga Akhir Oktober, Mengapa?

Di Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir, suhu minimum pada malam hingga pagi hari berkisar 22 hingga 24 derajat Celsius dan maksimum pada siang hari mencapai 31 hingga 33 derajat Celsius.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Okt 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2019, 07:00 WIB
Ilustrasi Lipsus Cuaca Panas
Ilustrasi Lipsus Cuaca Panas

Liputan6.com, Yogyakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memperkirakan suhu panas masih berpotensi menyelimuti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga akhir Oktober 2019 karena posisi matahari masih dekat dengan daerah ini.

"Potensi suhu panas di Bulan Oktober 2019 ini masih ada mengingat posisi matahari di Bulan Oktober masih dekat dengan wilayah kita," kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Etik Setyaningrum melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa, 22 Oktober 2019, dilansir Antara.

Menurut Etik, berdasarkan pantauan rata-rata suhu udara di DIY dalam beberapa hari terakhir, suhu minimum pada malam hingga pagi hari berkisar 22 hingga 24 derajat Celsius dan maksimum pada siang hari mencapai 31 hingga 33 derajat Celsius.

Bahkan, pantauan pada Senin (21/10) siang, suhu udara di DIY mencapai hingga 36 derajat Celsius.

Penyebab suhu cukup panas atau gerah, jelas Etik dikarenakan posisi gerak semu matahari saat ini masih berada di kisaran wilayah DIY yang berada di Selatan ekuator. "Oleh sebab itulah suhu udara terasa cukup panas," kata dia.

Selain posisi matahari, lanjut dia udara yang terasa gerah pada malam hari juga dipicu adanya kandungan uap air (RH) yang cukup besar di udara. Kondisi ini menyebabkan adanya proses penguapan hingga pembentukan awan.

Dengan adanya tutupan awan ini maka radiasi balik bumi ke atmosfer tertahan oleh awan, sehingga tidak bisa keluar bebas ke angkasa tetapi dipantulkan kembali ke bumi. Sehingga suhu udara di bumi terasa lebih gerah.

"Hal ini bisa menjadi pertanda bahwa wilayah Yogyakarta akan memasuki masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan," kata Etik.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya