Menciptakan Pengusaha Pertanian Milenial di Garut

Dengan perbaikan sumber daya, pemerintah menargetkan 500 ribu pengusaha muda pertanian di Indonesia.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 19 Jan 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2020, 15:00 WIB
Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Siti Munifah, tengah menunjukan cenderamat berupa buah-buahan segar di perkebunan Eptilu, Garut, Jawa Barat, Sabtu.
Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Siti Munifah, tengah menunjukan cenderamat berupa buah-buahan segar di perkebunan Eptilu, Garut, Jawa Barat, Sabtu. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Udara sejuk dengan pancaran sinar matahari sempurna, menjadi penyemangat puluhan peserta pelatihan tematik teknis, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Kementerian Pertanian di kawasan Cigedug, Garut, Jawa Barat.

Mereka tengah survei lapangan, sekaligus panen tanaman tomat, di area perkebunan terpadu Eptilu, yang didaulat menjadi tuan rumah pelatihan, bagi puluah peserta dari perwakilan enam kecamatan di kota Intan Garut.

Menggunakan bale-bale bambu yang disiapkan sebagai tempat acara, para peserta yang berasal dari petani zaman now itu, nampak antusias mengikuti jalannya pelatihan.

"Kalian senang gak jadi petani milenial," ujar Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Siti Munifah bertanya kepada seluruh peserta, Sabtu (18/1/2020).

Menggunakan panggilan ‘Ade-Ade’ bagi seluruh peserta yang mayoritas muda tersebut, Siti berharap jalannya pelatihan lebih mencair dan hidup, agar seluruh materi yang diberikan, mampu dicerna dan difahami baik peserta.

"Kenapa anak-anak muda kita lebih bangga kerja di kantoran, daripada menjadi petani," ujar dia, kembali memompa semangat seluruh peserta.

Menurutnya, sebagai salah satu kawasan ekuator dunia, keberadaan Indonesia sangat memungkinkan, menjadi lumbung pangan dunia ke depan.

"Ingat kita wajib memberikan makan 267 juta penduduk loh, itu belum termasuk dengan jutaan wisatawan asing yang masuk setiap tahunnya," ujar dia menegaskan.

Persoalan ketiadaan atau sempitnya lahan, yang kerap disampaikan petani muda saat ini, harus disikapi dengan munculnya ide kreatif, termasuk penerapan teknologi baru pertanian bagi mereka.

"Belajar agar legowo, bahwa inovasi yang dibawa penyuluh, termasuk pihak dinas itu pasti ada manfaatnya," ujar dia.

Ia mencontohkan pengusaha tani muda negeri Gingseng Korea Selatan, yang sanggup memanfaatkan lahan pertanian sewaan seluas satu hektar di Negara Brunei Darussalam, menjadi kawasan pertanian organik tumbuhan melon.

"Yang menyedihkan ternyata pegawainya mayoritas dari Indonesia dan Myanmar," ujar dia.

Untuk itu, sudah bukan saatnya lagi pengusaha muda pertanian di Indonesia, mengeluh minimnya lahan untuk mengawali rintisan usaha di sektor pertanian.

"Sekarang lahan 1.000 meter persegi saja bisa menghasilkan pendapatan bagi petani," kata dia.

Target 500 Ribu Pengusaha Pertanian

Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Siti Munifah, tengah memberikan materi kepada peserta pelatihan di perkebunan Eptilu, Garut, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020).
Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, Siti Munifah, tengah memberikan materi kepada peserta pelatihan di perkebunan Eptilu, Garut, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020). (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sesuai dengan target yang disampaikan pemerintah, lembaganya terus bergerilya, mengajak generasi muda milenial saat ini, menjadi pengusaha tani yang handal.

"Pak Menteri Pertanian menargetkan sekitar 500 ribu pengusaha tani muda muncul setiap tahunnya," kata dia.

Untuk mendukung hal itu, lembaganya berupaya menciptakan lembaga pelatihan dan pembekalan bagi calon pengusaha tani muda tersebut.

"Saat ini kami memiliki sekitar 1.147 P4S se-Indonesia, dan kami akan terus kembangkan itu," papar dia.

Kepala Dinas Pertanian Garut Beni Yoga menambahkan, saat ini sudah ada empat pengusaha muda pertanian Garut yang sudah diperhitungkan pemerintah.

Mereka bergerak di sektor pertanian jeruk milik perkebunan Eptilu. Kemudian taman tanaman hias yang berada di Cikajang, perkebunan buah naga serta pembibitan kentang.

"Kita dorong terus mereka, termasuk kehadiran brigade alat mesin pertanian yang disediakan untuk membantu para petani," ujar dia.

Seiring tumbuhnya area pertanian terpadu seperti perkebunan Eptilu, lembaganya tengah menyusun rencana menggabungkan potensi pertanian dengan wisata agro.

"Tapi tentunya yang utama pertaniannya dulu baru wisata, bukan sebaliknya," ujar dia.

Ubah Paradigma

Didamping pemilik Eptilu Rizal, beberapa perwakilan pejabat Kementan RI tengah memetik buah tomat di tengah di sela-sela pelatihan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S)
Didamping pemilik Eptilu Rizal, beberapa perwakilan pejabat Kementan RI tengah memetik buah tomat di tengah di sela-sela pelatihan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Rizal Fahreza, pemilik perkebunan Eptilu mengakui potensi pertanian di daerah terbilang melimpah, namun minimnya sumber daya terutama generasi muda, akhirnya potensi itu terbengkalai.

"Makanya sesuai rencana pemerintah target utama adalah penguatan SDM," kata dia.

Saat ini ujar dia, sekitar 62 persen petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun, sementara kalangan muda atau milenial, saat ini lebih senang memilih menjadi pegawai di perusahaan atau kantoran.

"Makanya kita ubah pola fikiranya bagaimana bertani itu keren dan menguntungkan," kata dia.

Ia menyakan, kendala minimnya lahan bukan menjadi salah satu kendala utama, pengembangan kawasan pertanian bagi generasi muda seperti dirinya.

"Petani muda memulai dengan dua patok atau sekitar 1.300 meter persegi itu, sudah bisa memulai pertanian," kata dia.

Ade, salah satu peserta dari Desa Cinta Negara, Kecamatan Cigedug mengakui salah satu kendala utama petani muda saat ini akibat minimnya inovasi.

Kondisi itu bertambah pelik, seiring naiknya harga sewa lahan pertanian setiap tahun. "Belum lagi kami dihadapkan pada ketidakpastian harga," kata dia.

Ia berharap, melalui pelatihan ini bisa mendapatkan ilmu baru sebagai bekal, mengarungi kerasnya persaingan di sektor pertanian saat ini.

Hal senada disampaikan Iwan, peserta lainnya. Menurutnya, tidak adanya kepastian harga komoditas pertanian, membuat sektor ini semakin ditinggalkan kalangan muda.

"Istilahnya kami bertani itu sama halnya dengan judi," ujar Ketua Kelompok tani Fajar Tani ini.

Rizal menambahkan, seiring berkembangnya kawasan pertanian baru, lembaganya mengajak, petani muda bisa mengambil potensi itu menjadi lahan baru kawasan wisata agro.

"Jumlah wisata ke Garut itu besar sekali, saya selaku petani bisa membawa mereka ke kebun saja, potensinya besar sekali," ujar Rizal.

Saat ini, 70 persen jumlah pengunjung perkebunan Eptilu masih didominasi dari wilayah luar Garut. Dari jumlah itu, sekitar 40 persen berasal dari wilayah Jabodetabek.

Kemudian sekitar 30 persen dari Priangan Timur dan sisanya berasal dari luar pulau Jawa. "Rata-rata satu bulan kunjungan kami baru mencapai seribu orang," kata dia.

Pengembangan Komoditas Perkebunan

Beberapa perwakilan pejabat Kementan RI tengah berfoto dengan para petani muda Garut, Jawa Barat, di sela-sela pelatihan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S)
Beberapa perwakilan pejabat Kementan RI tengah berfoto dengan para petani muda Garut, Jawa Barat, di sela-sela pelatihan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sementara itu, Kepala BBPP Lembang Kemal Mahfud menyatakan, tahun ini pemerintah merencanakan pengembangan komoditas perkebunan strategis.

"Menteri Pertanian menargetkan peningkatan ekspor pertanian hingga tiga kali lipat," ujar dia.

Menurutnya, program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang dicanakan Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo, menitikberatkan peningkatan ekonomi, namun tidak melupakan aspek lain seperti kelestarian lingkungan hidup dan permasalahan sosial.

Untuk mendukung rencana itu, lembaganya semakin intens melaksanakan pelatihan terutama bagi aparatur pertanian, sebagai ujung tombak penyuluh bagi masyarakat.

"Dalam pelatihan ini para peserta petani milenial akan mendapatkan materi langsung praktek di lapangan," kata dia.

Beberapa bahan utama yang disajikan selama pelatihan antara lain, menumbuhkan minat generasi muda terhadap pertanian, kemudian inspirasi generasi milenial sebagai program duta petani pemerintah.

Pemberian fasilitas magang ke Jepang, serta pemberian pembuatan teknik pembibitan jeruk dengan teknik okulasi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya