Begini Sumpah Jabatan PNS Penghayat Kepercayaan di Bandung

Bonie adalah warga Kota Bandung pertama yang memiliki Kartu Tanda Penduduk atau e-KTP dengan kolom penghayat kepercayaan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 22 Jan 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2020, 13:00 WIB
Penghayat Kepercayaan
Bonie Nugraha Permana (47) mengucapkan sumpah jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Bonie turut didampingi Nanadang Sutardi, saksi pembacaan sumpah sekaligus pemuka penghayat kepercayaan. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Seorang warga Kota Bandung, Bonie Nugraha Permana, merasa lega setelah mengucapkan sumpah jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Janji pengabdiannya di korps pelayan masyarakat itu dilafalkan sesuai keyakinannya, yaitu penghayat kepercayaan.

Pengucapan sumpah jabatan ini disaksikan langsung oleh Wali Kota Bandung, Oded M Danial, bertempat di Gedung Serbaguna Balai Kota, Selasa (21/1/2020). Oded pada kesempatan itu melantik dan mengukuhkan pejabat administrator, pejabat pengawas, pejabat fungsional, dan kepala sekolah di lingkungan Pemkot Bandung.

Dalam kesempatan itu, Bonie duduk di barisan depan. Dia tampak didampingi pemuka penghayat kepercayaan, Nanang Sutardi.

Oded kemudian membacakan amanat Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mana diketahui, bahwa setiap PNS diangkat jabatan wajib mengucapkan sumpah atau janji.

Pertama, PNS yang beragama Islam melafalkan sumpah tersebut. Diikuti kemudian PNS yang beragama Kristen Protestan. Lalu tibalah giliran Bonie dari keyakinan penghayat kepercayaan.

"Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah….," kata Bonie mengucapkan janji.

Bonie mengaku bahagia setelah mengucapkan sumpah pengabdiannya. Di satu sisi, Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pelaksana Tugas Pusat Kesejahteraan Sosial (UPT Puskesos) Dinas Sosial Kota Bandung ini menyadari betul jabatannya tak lain dalam memberikan optimalisasi pelayanan kepada masyarakat.

Namun, dalam hal keyakinannya, ini berarti sebuah langkah maju dari pengakuan pemerintah terhadap penghayat kepercayaan.

"Kalau saya sendiri merasa bahagia karena saya sendiri sejak dari awal kalau bicara perjuangan bicara eksistensi aliran kepercayaan itu dimulai dari status kependudukan sampai hal yang paling kecil masalah KTP dan sumpah jabatan yang sekarang mulai sedikit diperhatikan terutama oleh pemerintahan di kota kabupaten," ujarnya.

Untuk diketahui, Bonie adalah warga Kota Bandung pertama yang memiliki Kartu Tanda Penduduk atau e-KTP dengan kolom penghayat kepercayaan.

Selain itu, kali pertama pria berusia 47 tahun ini disumpah dan dilantik jabatan ketika menjabat sebagai Kasubag Tata Usaha UPT Padepokan Seni Disbudpar Kota Bandung pada 2016 lalu. Sumpah jabatan dipimpin oleh Ridwan Kamil yang menjadi Wali Kota Bandung kala itu.

 

 

Jalan Panjang

Wali Kota Bandung Oded M. Danial
Wali Kota Bandung Oded M. Danial memimpin pelantikan dan sumpah jabatan PNS di lingkungan Pemkot Bandung, Selasa (21/1/2020). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Bonie mengungkapkan dirinya mengajukan sendiri ke Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Bandung agar dilantik dan disumpah sesuai dengan keyakinannya. Hal itu dilakukan setelah adanya mutasi jabatan dari Disparbud ke Dinsos pada 2019 lalu.

Namun, pada saat itu hanya ada pelantikan jabatan. Sedangkan sumpah jabatan secara kepercayaan penghayat tidak terlaksana karena tidak ada pemuka aliran kepercayaan yang menyaksikan sumpah jabatan Bonie.

Setelah itu, dirinya mendatangi Kantor Ombudsman Perwakilan Jawa Barat serta melayangkan surat permohonan terkait sumpah jabatan ke Badan Kepegawaian Negara dan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI). Barulah kemudian permohonan Bonie dikabulkan BKPP.

"Saya sendiri tidak berpikiran negatif ada diskriminasi atau tidak. Tapi mungkin itu karena sosialisasi yang belum sampai dari tingkat pusat ke kota/kabupaten. Hari ini pembuktian sosialisasi peraturan ini (sumpah jabatan sesuai keyakinan) sudah sampai ke Pemkot Bandung dan mudah-mudahan ini jadi acuan bagi daerah-daerah lain," ucapnya.

Di tempat yang sama, Kepala BKPP Kota Bandung Yayan A. Brilyana mengakui jika saat pelantikan Bonie pada tahun lalu sulit mendatangkan pemuka keyakinan aliran kepercayaan.

"Kita cari semaksimal mungkin yang mengambil sumpahnya. Kalau ada, kita lakukan sesuai kepercayaan mereka masing-masing," katanya.

Menurutnya, sumpah jabatan wajib dilakukan bagi PNS dari agama manapun. Termasuk pemilik keyakinan kepercayaan penghayat.

"Kalau prosesi sumpah itu memang bisa dilakukan misalnya hari ini atau minggu besok. Kadang yang menyumpahnya enggak ada, bulan ada kita lakukan. Yang penting harus sumpah," ujarnya.

Pihaknya pun mempersilakan jika ada penganut kepercayaan penghayat lain yang ingin disumpah jabatan sesuai dengan keyakinannya.

"Yang membedakan PNS itu kinerja, kompetensi, kemampuan melaksanakan tugas serta kualifikasi pendidikan. Tidak ada hambatan berkarier karena beda agama, beda golongan dan ras. Semuanya sama," ujarnya.

 

 

 

Ada Penghormatan Negara

Penghayat Kepercayaan
Bonie Nugraha Permana (47), seorang penghayat kepercayaan mengucapkan sumpah jabatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung.

Secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Willy Hanafi menjelaskan, aturan bagi pemerintah tentang sumpah atau janji PNS sudah diatur dalam UU No 21 Tahun 1975.

Pasal 3 butir keenam dari UU tersebut menegaskan bahwa bagi mereka yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Mahaesa selain daripada beragama Islam, Kristen Hindu, dan Budha, maka kata-kata "Demi Allah" dalam Pasal 2 diganti dengan kata-kata lain yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Mahaesa.

"Jadi yang paling penting sebetulnya apakah sebetulnya hak yang bersangkutan sudah terpenuhi dalam proses pelantikan itu? Kalau sudah, berarti ada penghormatan dari negara kepada orang yang punya keyakinan tertentu," kata Willy.

Terkait langkah Pemkot Bandung menjalankan peraturan pemerintah tentang pengambilan sumpah bagi penganut penghayat kepercayaan, Willy mengapresiasi. Pihaknya juga turut mengapresiasi Ombudsman yang mendorong sosialisasi peraturan tersebut.

Namun dijelaskan Willy, pengakuan pemerintah atas penghayat kepercayaan juga jangan berhenti sampai di sini. Instansi lainnya juga wajib memiliki perspektif terbuka, sehingga tidak ada lagi hal-hal yang menghambat pengakuan atas hak-hak penghayat.

"Dalam konteks membangun toleransi, mengurangi diskriminasi, termasuk memberikan peluang kepada siapa pun warga negara ketika memiliki kompetensi punya kesempatan untuk mengabdi itu juga jadi salah satu hal penting," kata dia.

Simak video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya