Nikmatnya Si Hitam di Kedai Kopi Legenda

Di Aceh, khususnya Banda Aceh, terdapat banyak sekali kedai kopi, khususnya yang menyediakan kopi jenis robusta. Bingung mau pilih kedai kopi yang mana? yuk, simak salah satu rekomendasi kedai kopi di pusat provinsi itu.

oleh Rino Abonita diperbarui 07 Jun 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2020, 13:00 WIB
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Saya kebingungan dalam menganalogikan bagaimana rasa kopi yang ada di kedai kopi satu ini.

Sederhananya, rasa kopinya sudah jadi signature, seperti halnya intro solo gitar lagu Still Got The Blues miliknya Gary Moore yang telah mengena di hati sehingga otak langsung bereaksi pada petikan pertama.

Pengalaman saya soal kopi terlalu sedikit sehingga terasa naif jika mengklaim bahwa hanya kopi yang ada di kedai tersebut yang paling mengena di lidah dan kepala. Lagipula, terdapat ribuan kedai kopi di Aceh, di mana masing-masing kedai kopi memiliki racikan rahasia tersendiri serta memiliki segmentasi penikmatnya sendiri pula.

Tentu saja tidak ada yang berhak menggeneralisir rasa mengenai si hitam satu ini. Semua serba terpulang kepada kualitas biji kopi, resep, siapa yang membuat, dan siapa yang meminum.

Saya pernah mengunjungi sebuah kafe di mana pemiliknya merupakan barista sekaligus pekebun dan peracik kopi yang punya seabrek pengalaman di ajang kopi kaliber internasional.

Ia mendirikan sebuah kafe bernama "Seladang" di pinggir lintasan jalan Bireuen - Takengon, Kabupaten Bener Meriah, tempat di mana kami berbicara tentang kopi dari segi ritual dan spiritualitas.

Setahu saya, pelancong dari mancanegara sering singgah di kafe tersebut. Hingga hari ini, pemilik kafe yang memiliki panggilan Gembel itu masih terus berusaha mengeksplorasi rasa dan lidah orang-orang melalui ide-ide gila, dibalut dengan bumbu-bumbu falsafahnya yang kadang nyeleneh.

Tapi, yang saya maksud di sini adalah robusta, biji kopi yang jauh lebih murah dari segi harga ketimbang arabika. Dan, kedai kopi yang ingin saya ulas ialah kedai kopi "Cut Zein", di mana para pelanggan setianya tergabung dalam Forum Silaturahmi Kupi Beurawee (Forsilakubra), atau Kubra.

Saya ingat, kunjungan pertama saya ke kedai kopi tersebut terjadi akhir tahun lalu. Kala itu, saya sedang dalam perjalanan untuk suatu keperluan di ibu kota provinsi, dan, seorang teman yang kebetulan menemani mengajak saya singgah di kedai kopi tersebut tepat setelah orang-orang baru saja melaksanakan ibadah salat subuh.

Saya berpikir bahwa sedang ada acara keagamaan di kedai kopi tersebut. Takada satu pun meja yang kosong, semua diisi oleh orang-orang yang mengenakan gamis dan songkok, di mana belasan orang juga terlihat berdiri di pelataran parkir kedai kopi tersebut.

Belakangan, saya diberitahu bahwa orang-orang tadi merupakan jemaah salat subuh yang baru pulang dari masjid. Mereka sedang mengantri untuk mendapatkan meja yang kosong demi segelas kopi, sama seperti kami.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Cerita Kedai Kopi

Biji Kopi
Biji Kopi (Liputan6.com/Deisy Rika/Istimewa)

Pemandangan seperti itu rupanya berlangsung lama. Sementara, apabila matahari mulai meninggi, suasana di kedai kopi Cut Zein berlanjut dengan segmentasi yang berbeda, di mana yang mulai datang adalah orang-orang dari pelbagai usia, pekerjaan, dan gender.

Setelah saya berdomisili di Banda Aceh sejak November tahun lalu, belum ada satu pun kedai kopi yang menarik perhatian saya selain Cut Zein. Dan, saya yakin, sebagian besar penikmat kopi di sekitaran Banda Aceh juga berpikiran sama.

Kedai Kopi Cut Zein sendiri digadang-gadang telah berdiri sebelum Indonesia dinyatakan merdeka. M. Satria Sadema, Permana Honneyta Loebis, dalam jurnal mereka, menjelaskan bahwa Cut Zein diambil dari nama pendirinya, yaitu, M. Zein Sulaiman.

Terdapat artikel yang menjelaskan bahwa kedai kopi Cut Zein pernah menjadi markas mujahid. Saat itu, merupakan hari harap-harap cemas karena telah tersiar kabar bahwa Belanda beserta sekutunya hendak masuk ke Aceh.

Sempat berpindah-pindah lokasi dari di tepian Krueng Aceh Beurawe kemudian ke kawasan pasar pagi Kuta Alam, kedai kopi Cut Zein kini berada di jalan T. Iskandar. Terletak di kaki jembatan Beurawe, berdekatan dengan mulut salah satu mulut underpass, kedai kopi tersebut berdiri dengan bentuk ruko tiga pintu sederhana, dan memiliki pelataran parkir yang sempit.

Berbeda dengan kedai kopi lainnya, Cut Zein hanya buka setelah salat subuh hingga menjelang sore hari. Pada hari libur, seperti Minggu, waktunya bahkan lebih singkat.

Menu andalannya hanya tiga, yaitu, kopi, sanger, dan kopi coklat, selain juga menjual bubuk kopi. Selain kukuh tidak menyediakan jaringan WIFI, belakangan, kedai kopi Cut Zein punya aturan melarang para pelanggannya bermain gim.

Fenomena yang menarik di kedai kopi ini ialah suasananya yang ingar bingar karena padatnya pengunjung yang datang silih berganti. Seolah sedang berada di pasar, tapi, interaksi yang muncul antarpelanggan terkesan akrab.

Cut Zein juga merupakan tempat favorit bagi para penikmat kopi keras. Kopi keras sendiri merupakan kopi kental yang diseduh tanpa gula, dihidangkan dengan permukaan kopi penuh buih berwarna kuning kecoklatan.

Pelanggan tetap kedai kopi Cut Zein tahu harus memberi kode apa untuk segelas kopi keras yang kenikmatannya menendang hingga ke ubun-ubun. Tinggal bilang "meugeudok, bang!"

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya