Akhir Pekan Seru Saksikan Adu Layang-Layang Warga Garut

Selain hiburan, aduan layangan merupakan tradisi warga untuk merekatkan silaturahmi.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 26 Jul 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2020, 06:00 WIB
Para pehobi layangan asal Kampung Ciawitali, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, nampak ceria sebelum memaikan aduan layangan dengan warga lainnya.
Para pehobi layangan asal Kampung Ciawitali, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, nampak ceria sebelum memaikan aduan layangan dengan warga lainnya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Tiupan angin kencang yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir di Garut, Jawa Barat, membawa berkah bagi warga, terutama mereka yang menyukai permainan tradisional layang-layang atau layangan.

Ragam usia mulai anak-anak, dewasa hingga kalangan orang tua, seperti tidak ingin melewatkan satu momen alam yang terjadi saat ini, sebagai hiburan rakyat untuk merekatkan silaturahmi antar warga.

“Horeeee,” Ardi (22) berteriak, sesaat layangan yang ia terbangkan, berhasil mengalahkan lawan mainnya yang berada sekitar 50 meter dari posisinya, di pelataran Jalan KH Mustofa Kamil, Ciawitali, Garut, Sabtu (25/7/2020).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), layang-layang adalah mainan yang terbuat dari kertas, berkerangka yang diterbangkan ke udara dengan memakai tali atau benang sebagai kendali.

Menggunakan senar bihun atau bening, istilah benang penarik layangan yang biasa digunakan warga, serta golongan atau tempat memintal benang layangan, Ucok panggilan akrab di kampungnya, tampak lihai memainkan ritme ketinggian layangan di angkasa.

Sesekali tangannya yang dibalut sebuah plester untuk menghindarkan cedera dari sabetan senar atau benang. Ia terlihat memainkan layangan dengan sempurna. Tampak arah layangan ke kiri kemudian kanan, hingga sesekali menukik tajam untuk memancing lawan agar memberikan sinyal perlawanan.

Akhirnya saat layangan yang ia mainkan bertemu lawan di angkasa, tangan Ucok langsung mengambil sebuah ring untuk menggerakan benang layangan lebih kencang.

“Semakin cepat tarikannya lebih bagus, untuk mengalahkan lawan,” ujar dia, sedikit berbagi tips memainkan layangan di udara.

Dan betul saja, gerakan gibrig atau menarik-narik benang layangan dengan periodiasi yang cepat, layang-layang yang ia tarik berhasil meraih kemenangan ke-dua secara beruntun.

“Yes menang lagi,” ucapnya, menyambut kemenangannya.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Dua Jenis Aduan

Tony, Ucok dan Ardi nampak asik berbincang, sambil mengatur berapa panjang gelasan atau benang tajam yang akan digunakan untuk adu layangan di Garut.
Tony, Ucok dan Ardi nampak asik berbincang, sambil mengatur berapa panjang gelasan atau benang tajam yang akan digunakan untuk adu layangan di Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Andi Renaldi, (24), pehobi layangan lainnya mengatakan, ada dua jenis adu layangan yang biasa digunakan warga. Yakni cara Jepret dan Giblur atau digibrik sambil sambil diulur.

“Perbedaanya di antara kedunya yakni jarak aduan dan layangan yang digunakan,” ucap Andi.

Jika istilah aduan jepret, layangan yang digunakan relatif lebih kecil, dengan jarak aduan sekitar 100 meter di udara. “Harga layangannya pun murah mulai Rp 2.000 per biji,” kata dia.

Sementara untuk istilah Giblur, aduan layangan biasanya digunakan kalangan kelas dewasa hingga orang tua.

“Layangannya biasanya lebih besar ukuran dua kebet (ukuran satu kebet tinggi sekitar 50 centimeter) ke atas, dan jarak aduannya lebih jauh,” ujarnya.

Untuk aduan jenis kedua, para pemain yang didominasi dewasa dan orang tua, biasanya membawa perlengkapan aduan lebih lengkap.

“Mereka kadang berasal dari luar daerah seperti Bandung dan sekitarnya,” kata dia.

Sebut saja kincir atau alat penarik benang, gelasan atau benang layangan yang memiliki ketajaman untuk memutus benang layangan milik lawan, benang mambo dengan kualitas lebih baik, hingga sarung tangan khusus untuk menghindari cedera jari tangan akibat sabetan benang layangan.

“Biasanya jarak aduan ada yang sampai satu kilometer,” ujarnya.

Jalin Silaturahmi di Tengah Pandemi

Vicky, salah satu pehobi layangan, nampak tersenyum sambil menari benang layangan yang tengah ia mainkan bersama warga lainnya di Garut, Jawa Barat.
Vicky, salah satu pehobi layangan, nampak tersenyum sambil menari benang layangan yang tengah ia mainkan bersama warga lainnya di Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Namun apapun ceritanya, tradisi main layangan atau aduan layangan saat musim kemarau, dengan tiupan angin yang tinggi, membuat masyarakat gembira. Mereka seolah lupa jika pandemi Covid-19 masih mengintai kesehatan.

Selain itu dengan semakin banyaknya peserta yang datang, bisa saling menyapa dan menjalin silaturahmi antar warga. Sebuah pola kesederhaan yang dibangun warga, untuk menghasilkan nilai kebersamaan.

Bahkan tradisi saling jamu antarkelompok pehobi layangan, kerap terjadi manakala mereka mulai merambah daerah lain.

“Intinya hiburan, jalin silaturahmi, kita senang-senang dengan main layangan,” ujar Tony, pehobi layangan lainnya dari Garut.

Bagi anda yang tertarik menjajal hobi lama nan murah ini, cukup menyedikan uang sekitar Rp100 ribu untuk seluruh perlengkapan main layangan di rumah.

Rinciannya, benang layangan seharga Rp25 ribu, gelasan atau benang tajam untuk layangan Rp25 ribu, golongan atau tempat menyimpan benang layangan seharga Rp15 ribu, serta layangan seharga Rp25 ribu untuk ukuran satu losin layangan.

Sementara bagi anda yang berminat menjajal, aduan layangan jarak jauh, jangan lupa sediakan kincir atau alat penarik benang seharga Rp180 ribu, cukup murah bukan? Selamat menikmati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya