Cara 'Desa Kolok’ Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Covid-19

Desa Bengkala di Kabupaten Singaraja memiliki sekitar 11 kepala keluarga yang tidak bisa bicara dan mendengar. Sehari-hari mereka biasanya membuat kerajinan yang dikirim ke pusat oleh-oleh di Bali. namun, semenjak Pandemi mereka harus bertahan dengan menjual dupa.

oleh Dewi Divianta diperbarui 31 Okt 2020, 15:51 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2020, 07:30 WIB
warga Kolok saat menenun
warga Kolok saat menenun (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar Anda pernah mendengar Desa Bengkala yang berada di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali? Ya, Desa Bengkala merupakan salah satu desa di mana penduduknya semua tidak bisa bicara dan mendengar. Di Bali, hal ini disebut Kolok. Lantaran mayoritas penduduk desa mengalami disabilitas, maka desa tersebut biasa disebut desa Kolok. Namun jangan salah. Kendati memiliki kebutuhan khusus mereka tidak hanya berdiam diri menunggu bantuan orang lain. Warga masyarakat di sana sangat mandiri dan mahir berkreasi menciptakan hasil karya komersial.

Ketua Paguyuban Kolok, Ketut Kanta menjelaskan, dalam kesehariannya warga di Desa Bengkala membuat batik, menenun bahkan memproduksi jamu. Hasil karya mereka tersebut kemudian dititipkan di pusat oleh-oleh di wilayah Bali.

“Jika hari biasa produk buatan warga Desa Bengkala dititip ke toko-toko souvenir atau ke wisatawan yang berkunjung ke desa ini,” katanya kepada Liputan6.com di Buleleng, Kamis (29/10/2020).

Ia melanjutkan, keterampilan warga di Desa Benggala tak terlepas dari binaan pemerintah dalam mengarahkan warga di desanya. Pembinaan juga dilakukan pihak lain, salah satunya oleh Pertamina yang menyalurkan CSR (Corporate Social Responsibility) dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang sesuai bisa diterima dan dipahami dengan mudah oleh warga desa binaan.

“Pelatihan yang diberikan oleh Pertamina seperti pembuatan kain tenun Bengkala, pelatihan produksi jamu Sari Kunyit Bengkala, pelatihan Batik Lukis Bengkala, pembuatan dupa dan piring Bali. Warga di sini (desa Kolok) sangat mahir membuatnya,” ujar dia.

Salah satu yang menjadi ciri khas dari Desa Bengkala adalah motif batik kuda laut dan motif ILY. "Kenapa kuda laut, karena Pertamina yang membina kami dari CSR-nya bekerjasama dengan Flipmas Indonesia. Kedua motif ILY khusus produk kami Warga Kolok yang artinya saya cinta kamu. Hasil tenunnya ada di kampung Kolok Bengkala. Terakhir motif biasa seperti banyak yang beredar di pasar,” ucapnya.

Namun, Kanta mengaku sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia yang berimbas pada roda perekonomian Bali, mereka pun terdampak cukup serius. Pasalnya, Bali yang hanya mengandalkan sektor pariwisata itu paling tinggi mengalami penurunan tingkat kunjungan wisatawan. Dampak itu juga dirasakan Desa Bengkala yang memiliki 3.100 jumlah penduduk, di antaranya 11 KK dan 40 orang warga Tuna Rungu dan Tuna Wicara itu.

"Kami warga Desa bengkala paling kena dampak karena pandemi ini. Karena, produk mereka rata-rata dijual ke toko souvenir. Apalagi kalau ada tamu asing datang, mereka (turis) pasti memborong produk warga sini. Nah, sejak Covid-19 ini turis ke Bali sangat sedikit, bahkan tak ada untuk kunjungan internasional. Otomatis pendapatan warga Desa Bengkala menurun juga,” ucap dia.

Camilan dan Dupa Jadi Penyelamat di Tengah Pandemi

Warga Kolok tengah membatik
Warga Kolok tengah membatik (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Namun, kanta tak kehilangan ide. Ia bersama Pertamina membantu masyarakat desanya agar tetap bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19. “Selama pandemi warga di Desa Bengkala membuat makanan camilan khas Bali. Selain itu kami juga membuat dupa. Produk-produk itu kan masih diperlukan masyarakat luas. Apalagi dupa, masyarakat Bali setiap hari pasti menggunakannya. Kalau batik dan kain tenun sistem by order, ada yang pesan baru dibuatkan,” ujarnya.

“Saya selaku koordinator tetap saya pekerjakan mereka. Semoga Covid-19 cepat berlalu sehingga turis bisa datang lagi ke Desa Bengkala dan usaha tenun warga kami bisa berjalan dengan baik. Itulah cara saya dan mereka umumnya untuk bisa bertahan hidup dalam kondisi pandemi ini,” kata Kanta.

Sementara itu, Unit Manager Communication & CSR MOR V, Rustam Aji menjelaskan, Desa Bengkala adalah desa binaan CSR Pertamina. Salah satu komitmen Pertamina dalam menyejahterakan desa binaan dengan tetap membantu promosi produk buatan warga Desa Bengkala. Ia mengaku, meski dalam kondisi pandemi Covid-19 pihaknya terus berupaya mendampingi warga binaannya di Desa Bengkala. “Saat ini, aktivitasnya adalah pemberdayaaan untuk pembangunan usaha yang masih bisa diperlukan di masa pandemi ini. Saat ini camilan Bali dan dupa yang masih rutin diproduksi di Desa Bengkala,” katanya.

Selain itu, upaya untuk terus mempromosikan kesenian warga Desa Bengkala juga terus diupayakan oleh Pertamina. Salah satunya dengan menggagas pertunjukan virtual. Ya, warga Desa Bengkala juga aktif berkesenian. Mereka terbiasa dengan seni tari yang banyak dipertunjukkan dalam pentas-pentas resmi. Hal itu tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk dapat berkunjung. Namun, lagi-lagi pandemi Covid-19 membuyarkan impian mereka untuk tetap eksis melalui bakat seni tari yang dimilikinya.

Tak mau hal itu terjadi, Pertamina membuat terobosan seni pertunjukan virtual yang akan digelar dalam waktu dekat. “Tak hanya membantu agar ekonomi warga desa terus berputar, kami juga merencanakan untuk mengadakan virtual performance (pertunjukan secara online) yang akan dilaksanakan pada minggu pertama dan kedua November 2020. Nanti juga ada kerja sama untuk acara virtual dengan Natgeo yang rencana akan dilaksanakan pada akhir bulan November 2020,” tutur Rustam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya