Liputan6.com, Pekanbaru - Subdit IV Reserse Kriminal Khusus Polda Riau membongkar penambangan pasir ilegal di Desa Boncah Mahang, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis. Kejahatan lingkungan ini menyeret 10 tersangka karena mengubah alam di sana menjadi kolam-kolam besar akibat pasirnya dikeruk.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Andri Sudarmadi mengatakan, sudah setahun lebih komplotan penambang pasir ilegal beraksi. Ada empat titik lokasi luluh lantak karena kerukan alat berat.
Advertisement
Baca Juga
Lokasi ini cukup jauh dari pemukiman penduduk. Penyidik kemudian mendapat informasi hingga akhirnya para pelaku tertangkap tangan mengeruk pasir dari perut bumi pada 9 November 2020.
"Dari 10 tersangka, 3 di antaranya merupakan pengelola, 4 operator alat berat dan sisanya juru tulis sudah berapa pasir yang diperoleh dan terjual," kata Andri didampingi Kasubdit IV Komisaris Andi Yul Lapawesean SIK, Kamis petang, 12 November 2020.
Dalam penambangan pasir ilegal, penyidik menyita 4 alat berat, 6 mesin hisap pasir, buku catatan penjualan, selang dan uang tunai Rp4 juta. Hanya saja, alat berat tidak bisa dibawa ke Pekanbaru karena buruknya akses di lokasi.
"Lokasinya juga jauh sehingga sulit membawa alat berat ke Polda Riau," ucap Andri bersama Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini
Usut Omzet
Andri menjelaskan, para tersangka dalam aksinya membuat lobang-lobang besar di lokasi. Untuk memudahkan mengambil pasir putih di tanah, pelaku memasukkan air memakai pompa.
Setelah tanah melunak, pasir dihisap memakai pompa. Selanjutnya ada penyaringan untuk memisahkan pasir dengan tanah lalu diletakkan di suatu tempat tak jauh dari lokasi.
"Kemudian dijual kalau ada pemesan, pasir diangkut memakai mobil," kata Andri.
Andri menyatakan, usaha pelaku tidak memiliki izin. Seharusnya, pengerukan pasir bisa dilakukan setelah mengurus izin usaha pertambangan ke pemerintah.
Setahun beroperasi, para tersangka masih menutup mulut sudah berapa uang dihasilkan dari merusak lingkungan itu. Andri menyebut masih mendalami berapa pendapatan dari usaha ilegal ini.
Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Para tersangka terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 miliar," kata Andri.
Advertisement