Bopong Tangga PLN, Cerita Haru Si Tampan Dhimas Blangkon Sebelum Terkenal

Dhimas Blangkon merasakan jatuh bangun dalam hidupnya sebelum menjadi seorang penyanyi lagu Jawa terkenal.

oleh Hendro diperbarui 14 Des 2020, 22:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2020, 22:00 WIB
Dhimas Blangkon
Dhimas Tedjo atau Dhimas Blangkon, begitu banyak orang menyebutnya, merupakan salah satu seniman berpotensi yang dimiliki Gunungkidul. (Liputan6.com/ Hendro Ary Wibobo)

Liputan6.com, Gunungkidul - Dhimas Tedjo atau Dhimas Blangkon, begitu banyak orang menyebutnya, merupakan salah satu seniman berpotensi yang dimiliki Gunungkidul. Beken sebagai penyanyi lagu-lagu berbahasa Jawa, Dhimas Blangkon tidak menggapai puncak karier tanpa keringat. Kepada awak Liputan6.com, pria bernama asli Dhimas Ratin Sutedjo itu menceritakan kisah jatuh bangun dirinya hingga menjadi seorang penyanyi terkenal.  

Dhimas Blangkon sempat menjadi pembantu karyawan PLN KJ Paliyan pada 1998. Tugasnya kala itu sederhana, hanya membawakan tangga dan tongkat setinggi 6 meter yang digunakan untuk membenahi listrik.

"Saat itu sama sekali ndak dibayar, wong pikir saya dari bantu-bantu besar harapan bisa diangkat jadi pegawai PLN," katanya, Minggu (13/12/2020).

Kendati tak dibayar sama sekali, dirinya tetap dengan senang hati melakoni pekerjaan itu. Siang malam Dhimas Bnagkon selalu siap siaga di kantor PLN KJ Paliyan.

"Inget betul saat itu upahnya cuma makan, ya gimana tawaran manggung masih sepi banget, daripada nganggur, lumayan lah dapat upah makan," ujar Tedjo sambil tersenyum.

Hingga pada tahun 2000, pria kelahiran Gunungkidul, 5 Oktober 1980, itu mengikuti Lomba Campursari yang diselenggarakan almarhum Manthous. Lawannya pun tak tanggung-tanggung, yakni penyanyi-penyanyi campursari kawakan se-Gunungkidul.

"Saat itu Alhamdulillah menang, terus bergabung dengan Grup Campursari Gunungkidul (CSGK) pimpinan Manthous, nama saya semakin dikenal oleh masyarakat," kenangnya.

Bagi Tedjo, sosok yang paling berjasa dalam karier bermusiknya terutama campursari, tentu saja mendiang Manthous. Dari aktivitasnya di CSGK, pada tahun 2000 bahkan ia telah berhasil meluncurkan dua album campursari.

"Ada dua album, sama-sama Rindu dan Jineman Slendro. Dua album tersebut yang mengantarkan saya sampai saat ini," ulas Tedjo.

Kini kariernya makin menanjak, Tedjo bahkan biasa dipanggil menyanyi ke berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera, Jakarta, dan hampir di seluruh kota besar di Jawa. Putra dari pasangan Ahmad Sonaji dan Ponikem ini makin dikenal dengan singlenya yang hits, Stasiun Tugu. Paras tampan ditambah blangkon di kepala menjadi perhatian tersendiri, bahkan hal tersebut kemudian memunculkan julukan Dimas 'Blangkon'.

"Jadi memang undangan off air ini lebih banyak daripada yang on air, ada beberapa program televisi yang masih berlangsung seperti Pendopo Kang Tedjo yang masih saya handle," katanya.

Pandemi Covid-19 membuat banyak rencananya jadi berantakan. Dhimas Blangkon mengaku, pernah terpaksa membatalkan manggung dengan alasan Covid-19. Uang DP sebesar Rp90 juta harus dikembalikan seutuhnya, sementara dia tetap harus menanggung biaya crew panggung. 

"Saat itu kan acara cancel semua, karena ini namanya juga musibah yasudah saya kembalikan semua DP, ada yang minta dikembalikan utuh, ada yang tetap DP entah kapan mau hajatan, ini saya lihat sebagai dinamika dalam berkarier,” ujarnya. 

Di ujung perbincangan, Tedjo berharap, muda-mudi tetap tangguh dalam meraih mimpi. Ia berpesan dengan kegigihan dan kejujuran tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

"Harus tetap semangat berkarya, apapun cita-citanya, apapun hobinya yang penting tetap gigih," katanya.

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya