Liputan6.com, Bandung - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memasang sebanyak 39 titik stasiun miniregional monitoring gempa bumi. Pemasangan tersebut kembali dikerjasamakan dengan PT Len Industri (Persero).
Baca Juga
Advertisement
Pemasangan alat seismik antara BMKG dengan PT Len sebelumnya dilakukan pada 2019 lalu. Sebanyak 194 stasiun monitoring gempa bumi dipasang dengan titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian keseluruhan seismograf yang dimiliki BMKG kini akan berjumlah 411 unit.
Penyelesaian pemasangan stasiun miniregional ditargetkan sesuai batas waktu pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak yakni 18 Desember 2020. Target tersebut tercapai karena sudah 100% rampung dan kini telah beroperasi.
Pimpinan Proyek Pemasangan 39 Miniregional PT Len Industri, Randy Dwi Rahardian mengatakan, pandemi Covid-19 yang masih melanda sekarang cukup menjadi kendala. Ketersediaan moda transportasi untuk distribusi barang menjadi terbatas karena adanya pembatasan jadwal keberangkatan kapal dan jumlah kapal.
"Terhadap situasi pandemi saat ini memang berpengaruh sekali dalam pelaksanaan proyek. Dengan perencanaan dan monitoring proyek yang kuat kita dapat melewatinya dengan baik," tutur Randy dalam keterangan tertulis, Senin (28/12/2020).
Randy mengatakan, beberapa lokasi memiliki letak geografis yang sulit dijangkau di beberapa wilayah Indonesia bagian tengah dan timur seperti di Sulawesi, Maluku, NTT, NTB, dan Papua. Mulai dari perjalanan dari kota ke lokasi yang jarak tempuhnya cukup jauh hingga akses jalan yang dilalui jalannya rusak.
Manajer Rekayasa Sistem Unit Bisnis ICT & Navigasi PT Len Industri Yudhistira Utomo mengatakan, sebanyak 39 lokasi itu banyak dipasangnya di Indonesia bagian timur, yang memang masih belum serapat jaringan sensor seismik di Indonesia bagian barat. Di barat sendiri, pihaknya memasang dua stasiun di selatan Pulau Jawa terutama di Yogyakarta.
"Dengan penambahan ini maka sensor-sensor seismik di tanah air menjadi lebih rapat. Data yang diterima semakin banyak sehingga akurasi dan kecepatan informasi penentuan gempa dapat meningkat. Saat ini sudah di kisaran 4 hingga 5 menit untuk informasi peringatan gempa (semenjak kejadian)," katanya.
Meski konfigurasi dan pendekatan pengerjaannya sedikit berbeda dengan stasiun yang dipasang pada tahun lalu, namun dia memastikan kinerja alat justru lebih andal. Stasiun juga tetap menggunakan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) produksi Len Industri sebagai sumber catu dayanya.
"Yang membedakan tahun ini dengan tahun 2019 lalu, tahun ini menggunakan sistem posthole seismometer, di mana seismometer akan dimasukan ke dalam lubang. Hal ini untuk mengurangi environment noise terhadap data sehingga dapat melakukan improvement kualitas data,” ujar Yudhistira.
Untuk diketahui, BMKG memiliki program peringatan dini tsunami yang dikenal dengan nama Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Sistem InaTEWS menggabungkan antara data seismik, data GPS, data Buoy, dan data Tide Gauge. Pada sistem InaTEWS, data seismik menjadi ujung tombak observasi, karena dapat mendeteksi potensi tsunami dalam waktu 4-5 menit setelah kejadian gempa bumi.