Liputan6.com, Blora - Senin kliwon dadi tondo / Siji ruwah rongewu selikor iki / Dumadi tembung sarujuk / Gunretno lan Ngadimah / Lemah Ploso Kediren sido ka ulung / Kanti lilo lan legowo / Kanggo pratondo prasasti / Nedyo kabangun pendopo / Kang ancase kanggo pengeling-eling / Kagem srono anak putu / Ngrembuk lakon makempal / Ajaran Mbah Samin ben tetep sempulur / Dilakoni lan dijogo / Dadio cagak ing ngaurip //.
(Senin Kliwon jadi tanda /Â Satu ruwah 2021 ini / Jadi kata sepakat / Gunretno dan Ngadimah /Â Tanah Ploso Kediren jadi di serahkan / Dengan rasa ikhlas dan tulus /Â Untuk pertanda prasasti / Untuk digunakan membangun pendopo / Yang bertujuan untuk pengingat-ingat / Bagi anak cucu / Diskusi perjalanan hidup berkelompok /Â Ajaran Mbah Samin biar tetap lestari /Â Dilakukan dan dijaga / Jadi tiang dalam hidup).
Â
Advertisement
Itulah lirik tembang pangkur yang suaranya sayup-sayup terdengar di Dukuh Ploso RT 08 RW 05, Desa Kediren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Senin (19/4/2021). Tembang macapat kesembilan dalam budaya Jawa itu dinyanyikan Mbah Sukilan saat bumi petilasannya Mbah Samin Surosentiko mulai dibangun.
Menurut tokoh sedulur sikep, Gunretno, tujuan dibangunnya pendopo Samin adalah demi mewariskan ajaran sedulur sikep ke generasi penerus.
"Mbah samin ditemui banyak orang, dimintai arahan, pertimbangan itu ya di sini. Menurutku, ini tempat bersejarah," ujar Gunretno saat ditemui Liputan6.com.
Gunretno mengatakan, tempat pengasingan Mbah Samin saja di Sawah Lunto, Sumatera Barat, mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di tempat itu dibangun monumen. Tetapi mengapa tempat asalnya di sini sama sekali belum terawat.
Baca Juga
"Ini tempat bersejarah. Ini tempatnya leluhur. Tempatnya seorang pejuang ya di sini akan saya rawat," katanya.
Gunretno mengungkapkan, tidak akan ada istilah sesepuh jika nantinya sudah ada pendopo di tempat asal Mbah Samin.
"Mbah Samin sendiri bilang, sesepuh iki lhak seng tuwo, tuwo iku tuwo ning akondo. Kondo seng paling tuo kui kejujuran, lha kejujuran kui sopo wae seng iso gelem nglakoni (Sesepuh itu yang tua. Tua itu tua perkataan. Perkataan yang paling tua itu kejujuran, lha kejujuran itu siapa saja yang bisa melakukan)," ungkapnya.
Ke depan, kata Gunretno, jika nantinya sudah ada pendopo, pasti akan banyak yang menulis tentang Samin zaman dulu. Tentu siapa saja bisa belajar sejarah Samin di sini.
"Di luar sepengetahuanku, di sini punya kekuatan besar untuk ketenteraman," tutur Gunretno.
Pembangunannya sendiri dilakukan dengan cara swadaya dari masyarakat sekitar, juga dari orang-orang dermawan yang punya kesamaan pemikiran dengan sedulur sikep Samin.
"Munculnya niat berjalan 4 hari ada yang bilang begini, jangan kaget nanti jika ada material pada datang sendiri. Yang jelas dari iurannya dulur-dulur. Jadi nyatanya seperti itu," kata Gunretno.
Tokoh sedulur sikep asal Kabupaten Pati ini juga menegaskan, untuk membangun pendopo di petilasan Mbah Samin pihaknya tidak membutuhkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Blora.
"Kita sudah bisa buat sendiri yang lebih baik," katanya.
Â