Pat Gulipat Jual Paksa Piringan CD Pendidikan Harga Jutaan di Kemenag Tasikmalaya

Para oknum ASN Kemenag termasuk rekanan swasta serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terlibat dalam kasus itu, diduga menjual sejumlah paket piringan CD dengan harga mahal.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 26 Apr 2021, 01:30 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2021, 01:30 WIB
Sejumalah paketan CD pembelajaran secara daring yang berhasil dikumpulkan sebagai barang bukti dugaan jual beli paksa paketan tersebut di Kemenag Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sejumalah paketan CD pembelajaran secara daring yang berhasil dikumpulkan sebagai barang bukti dugaan jual beli paksa paketan tersebut di Kemenag Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Tasikmalaya - Satuan tugas (Satgas) Saber Pungli Provinsi Jawa Barat, tengah menyelidiki dugaan kasus jual paksa piringan Compact Disc (CD) pembelajaran interaktif di Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Para ASN Kemenag termasuk rekanan swasta serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terlibat dalam kasus itu, diduga menjual sejumlah paket piringan CD dengan harga mahal yang diperuntukan ke seluruh sekolah madrasah ibtidaiyah (MI) di bawah koordinasi Kemenag Tasikmalaya.

Ketua Tindak 2 Saber Pungli Jabar AKBP Zul Ajmi mengatakan, sejak munculnya dugaan jual paksa paketan CD pembelajaran, lembaganya langsung klarifikasi ke lapangan untuk meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk barang bukti.

“Kasusnya segera kami tidaklanjuti,” ujarnya, Sabtu (24/4/2021).

Dalam prakteknya, mereka menjual paketan piringan CD pembelajaran yang berisi 15 keping tersebut seharga Rp 2.250.000, dan meminta Kepala sekolah MI untuk membayarnya secara cash alias tunai.

Menurut Zul, praktek jual paksa dengan harga mark-uap itu diduga menyalahi aturan. Selain menggunakan dana BOS, barang yang tidak dijual juga tidak memiliki legalitas pemerintah, seperti SNI dan HAKI.

Seorang kepala madrasah yang enggan disebutkan namanya mengaku, mendapatkan 'perintah' untuk membeli paketan piringan CD pembelajaran tersebut, meskipun dinilainya tidak bermanfaat karena seluruh konten sudah bisa diunduh di internet.

“Walaupun bahasanya tidak mewajibkan, tapi sudah diikat per paket dengan ditulisi nama masing-masing madrasah dan diminta untuk diambil,” kata dia.

Sumber itu mengaku tidak pernah memesan CD pembelajaran kepada pihak mana pun. Namun dalam praktiknya Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) yang membawahi sekolah MI di Tasikmalaya meminta untuk membelinya.

”Alasan ketua KKM kalau tidak diambil menjadi dilematis sebab ini barang titipan dari atas,” kata dia.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Bantahan Kemenag Tasikmalaya

Sejumalah paketan CD pembelajaran secara daring yang berhasil dikumpulkan sebagai barang bukti dugaan jual beli paksa paketan tersebut di Kemenag Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sejumalah paketan CD pembelajaran secara daring yang berhasil dikumpulkan sebagai barang bukti dugaan jual beli paksa paketan tersebut di Kemenag Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain harganya yang terbilang mahal, sumber tadi mengeluhkan, piringan CD pembelajar itu tidak bisa dibuka sehingga tidak bermanfaat. “Saya berharap ke depan jangan ada jual paksa lagi seperti ini, apalagi barangnya tidak diperlukan,” pinta dia.

Ia menilai paketan berisi belasan CD tersebut merupakan hasil unggahan dari internet, sehingga seluruh kontennya dengan mudah bisa diakses secara bebas.

”Isinya berupa RPP dan silabus pembelajaran daring dengan format Microsoft Word dan Excel, buat apa beli kan bisa di-download di Google,” kata dia.

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya, Surya Mulyana mengakui adanya penjualan paketan CD pembelajaran daring tersebut, namun ia membantah terlibat dalam praktek jual paksa kepada pihak sekolah.

Surya mengaku awalnya didatangi Toni dari CV Sintesa Creatif yang didampingi LSM KMRT, serta meminta rekomendasi untuk penjualan paketan CD pembelajaran tersebut.

“Saya menolaknya dan mempersilakan langsung menjual ke lembaga,” ungkap dia.

Saat ini, ujar dia, banyak LSM kerap mengajukan proposal yang berisi penawaran produk untuk dibeli pihak sekolah yang bersumber dari dana BOS.

“Soal pembelian barang menjadi kewenangan kepala madrasah sebagai pengguna anggaran,” dia menjelaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya