Kata Pengamat Soal Tradisi Bancakan Proyek Pokir di Blora

Bagi-bagi proyek sudah menjadi tradisi di berbagai pemerintah daerah, termasuk di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 26 Apr 2021, 21:04 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2021, 21:00 WIB
Tampak depan Kantor DPRD Blora, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/ Ahmad Adirin)
Tampak depan Kantor DPRD Blora, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Bagi-bagi proyek sudah menjadi tradisi di berbagai pemerintah daerah, termasuk di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Hal tersebut membuat para rekanan kontruksi menjadi gelisah alias harap-harap cemas karena takut tidak kebagian.

Pengamat yang juga praktisi hukum di Kabupaten Blora, Zaenul Arifin menyampaikan, perasaan tersebut dirasakan sudah lama oleh sebagian besar rekan-rekannya yang berprofesi menjadi kontraktor pengerjaan proyek yang bersumber dari APBD Kabupaten Blora.

Adanya kegelisahan itu dianggapnya sangat berdasar. Sebab, dalam dua tahun terakhir ini kondisinya proyek terdampak sepi karena anggaran banyak yang dialihfungsikan untuk kepentingan penanganan wabah Covid-19.

"Kabar yang saya terima, proyek-proyek yang masih diprogramkan untuk dilaksanakan tahun 2021 sekarang ini juga sudah pada habis. Itu proyek dari pokok-pokok pikiran (pokir) yang diusulkan DPRD," kata Zaenul kepada Liputan6.com, Senin (26/4/2021).

Menurutnya, kondisi sekarang ini para kontraktor pada gigit jari dan banyak yang curhat terkait kegelisahannya. Pasalnya, jika tidak kenal dekat dan punya koneksi dengan anggota DPRD, maka jangan berharap bisa dapat proyek pokir yang sistemnya penunjukan langsung.

Zainul menuturkan, DPRD punya kewenangan dan otoritas dalam mengatur proyek pokir yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Namun begitu, mereka tetap tidak boleh menyimpang dari fungsinya selaku anggota dewan, yaitu melaksanakan fungsi anggaran, pengawasan, dan legislasi.

"Beberapa waktu lalu saya sempat komunikasi dengan dua pimpinan dan beberapa anggota DPRD. Saya sampaikan beberapa permintaan agar proyek yang diatur mereka melalui pokir bisa dikerjakan oleh rekan-rekan kontraktor yang profesional," tuturnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Upaya Komunikasi

Salah satu proyek penunjukan langsung (Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Salah satu proyek penunjukan langsung (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Lebih lanjut, komunikasinya itu ternyata tidak membuahkan hasil apa pun. Akhirnya, berbagai alasan pun diterimanya ketika berusaha membantu mewakili suara rekan-rekannya para kontraktor.

"Jawaban beliau-beliau seolah menolak, enggan melepas proyek yang berasal dari pokirnya. Alasannya diprioritaskan untuk adiknya. Seperti itu kan mencolok seperti garap proyek sendiri, tapi caranya modus pakai nama keluarganya," beber Zainul.

"Sebetulnya misal minta fee proyek agak gede (banyak) pun nilainya tidak masalah, asal dikasih," katanya lagi.

Sekadar diketahui, merujuk Pasal 187 dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 bahwa pokir DPRD sendiri mengacu dari kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh berdasarkan risalah rapat dengar pendapat atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora, Siswanto saat dikonfirmasi Liputan6.com mengatakan, dirinya enggan memberikan penjelasannya secara detail berkaitan dengan ragam permasalahan proyek pokir.

Disinggung soal pokir yang cenderung selalu adem ayem dan tidak pernah ada masalah mencuat seperti soal pokir di kota sebelah, yakni Bojonegoro, yang kini sampai ada yang tersandung masalah hukum, dirinya menyarankan agar persoalan proyek pokir dijawab oleh pimpinan DPRD Kabupaten Blora yang lainnya.

"Kalau urusan ini, sama pak ketua (HM Dasum) saja ya," Siswanto memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya