Liputan6.com, Medan - Temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangninangin, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), terus menjadi sorotan. Terbaru dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Bertempat di Gedung Keuangan Negara (GKN), Jalan Diponegoro, Kota Medan, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, menyampaikan sejumlah temuan mereka. Temuan ini diperoleh LPSK setelah mereka mengunjungi kerangkeng manusi di rumah Terbit Rencana.
"Termasuk ke pabrik pengolahan kelapa sawit. Kita menemukan beberapa orang yang pernah ditahan di kerangkeng itu bukan pecandu narkoba, ada juga yang lain," kata Edwin, Sabtu (29/1/2022).
Advertisement
Baca Juga
Kerankeng manusia tersebut juga tidak sesuai Standard International for the of Drugs Use Disorder. Bila merujuk Standar International Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kejahatan atau United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), untuk Pengobatan Gangguan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif (Napza) terdapat prinsip, yaitu pengobatan atau perawatan harus tersedia, dapat diakses, dan menarik.
Tidak hanya itu, jaminan standar etik pelayanan pengobatan juga harus menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), tidak menggunakan tindakan yang merendahkan atau mempermalukan, dana perawatan kepada korban harus didasarkan pada bukti ilmiah.
"Kita juga mendapat informasi, masyarakat pernah membantu tahanan yang berada di kerangkeng untuk merusak jeruji agar bisa keluar," sebut Edwin.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Temuan-temuan
LPSK, kata Edwin, juga menemukan adanya dokumen yang harus ditandatangani keluarga, penanggung jawab, dan saksi, yang menyerahkan korban ke tempat tersebut. Dalam surat disebutkan, keluarga tidak akan pernah memohon atau meminta mengeluarkan anaknya sebelum 1,5 tahun.
"Kecuali ada instruksi dari pembina. Apabila ada sesuatu yang terjadi, seperti sakit atau meninggal dunia, maka tidak akan menuntut pembina dari segi apapun," ucapnya.
Kemudian, ada juga dokumen pembayaran yang dilakukan terkait penahanan, serta catatan kunjungan dokter terhadap para tahanan dari tahun 2016 sampai 2019. Para tahanan kehilangan kebebasan, dieksploitasi, karena dipekerjakan di pabrik sawit tanpa memperoleh gaji.
"Durasi mereka di dalam (kerangkeng) itu cukup lama atau beragam, bisa mencapai empat tahun," Edwin menuturkan.
Informasi lainnya yang diperoleh LPSK, orang-orang yang berada di kerangkeng dibatasi aksesnya untuk bertemu keluarga dalam kurun waktu tertentu. Misalnya 6 bulan pertama tidak boleh dikunjungi, dan tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarga melalui seluler.
Terkait pelaksanaan ibadah, Edwin mengatakan mereka menemukan sajadah dan buku-buku. Namu, mereka tidak boleh Salat Jumat dan Salat Idul Fitri di luar. Bagi non muslim, tidak boleh ke gereja pada Natal dan Misa.
"Jadi, ada akses-akses yang dibatasi melampaui aktivitas yang ada di Rutan atau Lapas milik negara. Itu ganji,l patut diperhatikan Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polda Sumut untuk didalami," terangnya.
Advertisement
Rekomendasi LPSK
Terkait temuan-temuan tersebut, LPSK memberikan beberapa rekomendasi, di antaranya Pelaksana tugas (Plt) Bupati Langkat menertibkan kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana.
Kepada Dinas Sosial, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi atau Kabupaten, untuk secara aktif sosialisasi dan memfasilitasi para pecandu narkotika direhabilitasi dengan fasilitas gratis.
"Kepada Menteri Dalam Negeri, kami meminta agar memastikan tidak ada lagi kepala daerah lainnya yang melakukan perbuatan serupa," ujar Edwin.
Bagi penyidik, perlu mendalami dugaan terjadinya penganiayaan, perampasan kemerdekaan, perdagangan orang, serta pembiaran terjadinya tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Terbit Rencana.
"Lalu, perlu dilakukan rehabilitasi psikologis kepada para mantan penghuni kerangkeng," jelasnya.
Laporan Migrant Care
Migrant Care mengungkap dugaan kejahatan Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin, selain terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni perbudakan terhadap puluhan pekerja sawit yang dilakukan di rumahnya.
Ketua pusat studi migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah menjelaskan, puluhan orang dipekerjakan tidak manusiawi di kebun kelapa sawit milik Terbit selama 10 jam, mulai jam 8 pagi sampai jam 6 sore.
"Setelah mereka bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses apa pun termasuk komunikas," jelas Anis, dalam keterangan, Senin, 24 Januari 2022.
Anis meyakini, hal tersebut adalah kejahatan manusia dan melanggar Undang-Undang Nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
"Migrant CARE meminta kepada Komnas HAM untuk melakukan langkah-langkah kongkrit sesuai kewenangannya guna mengusut tuntas praktek pelanggaran HAM tersebut," Anis memungkasi.
Advertisement