Kedelai Melambung, Tahu dan Tempe Raib dari Pasaran di Bandung Mulai Hari Ini

Melambungnya harga kedelai impor yang terjadi belakangan ini berdampak pada produksi tahu dan tempe di sekitaran Bandung raya.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 21 Feb 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2022, 12:00 WIB
Perajin Tahu Kembali Berproduksi
Ilustrasi perajin tahu (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Bandung - Melambungnya harga kedelai impor yang terjadi belakangan ini berdampak pada produksi tahu dan tempe di sekitaran Bandung raya. Hal ini membuat perajin tahu dan tempe menggelar aksi mogok produksi selama tiga hari mulai Senin (21/2/2022).

Ketua Paguyuban Perajin Tahu Tempe Jawa Barat Muhamad Zamaludin mengatakan, tahu dan tempe dipastikan tidak ada di pasaran mulai besok.

"Jadi, tukang tahu dan tempe sekarang mulai berhenti produksi. Bahkan sebagian perajin tempe sudah dari tiga hari lalu. Sehingga mulai besok enggak ada tahu di pasaran sampai Rabu," katanya saat dihubungi, Minggu (20/2/2022).

Zamaludin menjelaskan, mogok produksi mulai 21-23 Februari ini dilakukan produsen supaya pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan turun tangan dengan melakukan intervensi atas tingginya harga kedelai impor.

Saat ini, kata dia, harga bahan baku tempe dan tahu mencapai Rp11.500 per kilogram. Padahal, harga kedelai impor sebelumnya hanya berkisar di harga Rp9.000 per kilonya. Harga tersebut sudah naik sejak beberapa bulan terakhir.

Sejak harga kedelai terus melonjak, para perajin tahu tempe ketar-ketir menghadapi omzet yang turun drastis. Dengan harga bahan baku yang terus naik, ongkos produksi bertambah, sementara perajin tahu dan tempe tak dapat berbuat apa-apa.

"Sebelum adanya rencana mogok ini ada yang sudah mengurangi produksi, dipaksa merugi," tutur Zamaludin.

Sebagai bentuk protes, para perajin tahu dan tempe di Bandung terpaksa menaikkan harga penganan tersebut secara serentak pada Kamis (24/2/2022) nanti. "Kalau Kamis nanti kita serentak menaikkan harga. Kenaikan 10-15 persen atau dari Rp500 per bungkus sampai Rp1.000," kata Zamaludin.

Di sisi lain, Zamaludin berharap pemerintah juga memperhatikan petani kedelai lokal. Sebab, produksi kedelai lokal bisa bersaing jika harga dapat dikendalikan.

"Kita berharap harganya seperti dulu lagi untuk kedelai lokal dipegang sama Bulog. Diberdayakan di petani lokal bagaimana caranya enggak diambil tengkulak. Kalau ke tengkulak petaninya jual murah, kalau diambil sama Bulog harganya bisa lebih mahal dan sampai ke pengrajin harganya bisa dengan impor, petani semangat," ungkapnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bandung

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya