Rizal Ramli Ke Luhut, Jangan Uji Kesabaran Megawati

Menko Marves kena sindir Rizal Ramli, mengenai riuhnya pengunduran Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan presiden. Rizal kita sudah mengingatkan Luhut Binsar Pandjaitan untuk tidak menguji kesabaran Megawati Soekarno Putri.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 13 Mar 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2022, 20:00 WIB
Rizal Ramli Saat Bersilaturahmi Dengan Pimpinan Ponpes Di Kabupaten Serang, Banten. (Sabtu, 12/03/2022).
Rizal Ramli Saat Bersilaturahmi Dengan Pimpinan Ponpes Di Kabupaten Serang, Banten. (Sabtu, 12/03/2022).

Liputan6.com, Serang - Rizal Ramli menyindir Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengenai riuhnya pengunduran Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan presiden. Rizal sudah mengingatkan luhut untuk tidak menguji kesabaran Megawati Soekarnoputri.

"Teman saya Pak Luhut masih ngotot aja itu, saya lihat dia ngetes, menguji Mbak Mega aja itu. Mbak Mega bilang enggak boleh ada perpanjangan. Pak Luhut masih ngeyel, masih keukeuh. Ini kayaknya menantang kesabaran Mbak Mega. Saya bilang ke Pak Luhut, hati-hati," kata Rizal Ramli, di Ponpes Bani Abdul Hanan, Desa Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, Sabtu (12/03/2022).

Rizal Ramli yang berbincang dengan berbagai lapisan masyarakat itu menerangkan, pascaorde baru, tidak ada dalam sejarahnya memperpanjang jabatan presiden atau penundaan pemilu.

Indonesia memiliki catatan Pemilu tahun 1997, kemudian Soeharto lengser pada 1998. Selanjutnya BJ Habibie diangkat sebagai presiden. Namun pada tahun 1999, dilaksanakan pemilu, yang seharusnya berlangsung lagi di tahun 2002.

Dengan jiwa kenegarwanan dan mengutamakan kepentingan bangsa, BJ Habibie mempercepat pemilu.

"Jadi ada contoh, ketika ada pemimpin tidak ada legitimasi rakyat, pemimpin itu mempercepat proses pemilu," terangnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Percepatan Pemilu Hal Biasa

Rizal Ramli menyebut, di Eropa maupun Jepang, merupakan hal yang biasa jika ada pejabat tinggi pemerintahan yang mengundurkan diri saat melanggar etika atau berbuat kesalahan. Mundur menjadi tanggung jawab dia kepada masyarakat luas, bukan memperpanjang masa jabatannya.

"Di Eropa biasa banget. Pemimpinnya enggak becus, dipercepat pemilunya, biar dapat pemimpin baru yang bisa nyelesein masalah. Ini malah sebaliknya, diperpanjang," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya