Liputan6.com, Bandung - Hari Batik Nasional jatuh pada 2 Oktober. Momen ini merupakan kebanggaan rakyat Indonesia karena batik akhirnya bisa ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) pada 2 Oktober 2009 silam. Setiap tanggal tersebut, seluruh masyarakat Indonesia dianjurkan untuk memakai batik. Hal ini dilakukan demi menjaga kelestarian budaya Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Batik sendiri merupakan sebuah kain Indonesia yang bergambar, dibuat dengan cara menekankan malam pada sebuah kain dan mengikut pola yang sudah dibuat. Batik juga memiliki motif dan filosofi yang berbeda-beda. Motif dan filosofi pada kain batik tergantung pada daerah tempat pembuatannya.
Berbicara motif batik, Kabupaten Bantul yang terkenal dengan kerajinan batiknya punya tempat membatik yang cukup terkenal. Salah satunya berada di Padukuhan Gunting, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul.
Industri batik saat ini termasuk di Padukuhan Gunting sedang berusaha bangkit setelah diterjang pandemi Covid-19. Namun di sisi lain, regenerasi pembatik sampai saat ini juga masih menjadi kendala.
Sebagai upaya untuk menciptakan keberlangsungan kecakapan hidup serta pelestarian budaya batik khas daerah, Desa Sejahtera Astra (DSA) Gilangharjo, Kabupaten Bantul, Yayasan Pendidikan Astra – Michael D Ruslim (YPA-MDR) meluncurkan Destinasi Eduwisata Pembatik Cilik Pandak pada 1 September 2022.
Ketua Pengurus YPA-MDR Herawati Prasetyo mengatakan, pada 2021 lalu YPA-MDR mulai mendirikan Komunitas Pembatik Cilik yang terdiri dari total 87 siswa-siswi berbakat lintas sekolah binaan di dua area binaan provinsi DI Yogyakarta, yaitu area dan Desa Sejahtera Astra (DSA) Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, dan Kampung Berseri Astra (KBA) Gedangsari, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
ÂÂÂView this post on Instagram
Hingga saat ini, lanjut dia, talenta dan kreativitas mereka telah diwujudkan dengan total 97 karya kain batik tulis yang dapat diminati wisatawan domestik maupun nantinya wisatawan mancanegara dan siap bersaing di industri mode Indonesia dan internasional.
"YPA-MDR berupaya melakukan pemandirian Komunitas Pembatik Cilik melalui kolaborasi dengan perwakilan guru sekolah binaan, perangkat desa, karang taruna, pokdarwis, serta para pengrajin lokal dalam membentuk Tim Local Champion, yang bertujuan untuk menciptakan program yang berdampak dan berkelanjutan. Tim inilah yang akan mengembangkan program ini menjadi program wisata edukasi batik, yaitu Destinasi Eduwisata Pembatik Cilik," kata Herawati dikutip dari siaran pers.
Melalui peluncuran Destinasi Eduwisata Pembatik Cilik Pandak ini, diharapkan para siswa-siswi Komunitas Pembatik Cilik dapat menjadi calon penggerak muda dan menularkan kecintaan terhadap membatik secara lintas generasi, yang pada akhirnya dapat melestarikan batik dan juga dapat membantu potensi perkembangan industri pariwisata berbasis edukasi dan ekonomi kreatif.
Hera mengatakan, semakin banyak anak yang berminat membatik. Padahal, selama ini pembatik didominasi oleh generasi senior.
"Dengan adanya Komunitas Pembatik Cilik ini, paling tidak adik-adik meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh orangtua mereka. Kami yakin komunitas pembatik ini akan berkembang menjadi Kampung Pembatik Cilik," ujarnya.
Kegiatan Membatik
Pelatih Komunitas Pembatik Cilik Anjanie Sekar Arum mengatakan ia sudah berkecimpung di dunia batik sejak 2014. Awalnya, ia mengembangkan komunitas pembatik berada di wilayah Bantul, tempat ia tinggal.
"Di sana sudah sukses dan ada sekitar 700 siswa yang kami bina bersama Astra melalui Bu Hera. Saya diajak untuk mengembangkan komunitas pembatik cilik di Gedangsari," ujarnya.
Anjani menjelaskan, pihaknya melatih membatik seminggu sekali di setiap sekolah. Itu pun terbatas dari jumlah siswa karena kondisi sedang pandemi.
"Di Gedangsari ada delapan sekolah binaan YPA-DMR. Mereka berasal dari enam SD, satu SMP, dan satu SMA. Setiap sekolah dibatasi hanya 15 siswa," katanya.
Dengan jumlah tersebut, kata Anjani, pihaknya bisa lebih memaksimalkan pembinaan. Hal itu dilakukan karena jumlah mereka tidak terlalu banyak.
Yayasan Pendidikan Astra - Michael D. Ruslim (YPA-MDR) yang berdiri sejak 2009 adalah yayasan yang secara khusus didirikan dan dimiliki oleh PT Astra International Tbk sebagai pelaksana kontribusi sosial berkelanjutan bidang pendidikan dengan membina sasaran sekolah-sekolah di daerah prasejahtera atau 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di Indonesia dan menjadi wujud dari pilar Astra untuk Indonesia Cerdas.
Visi, misi dan goal YPA-MDR adalah menjadi lembaga yang mewujudkan Sekolah Unggul di daerah prasejahtera dan yang mampu mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas sebagai agent of change menuju masyarakat sejahtera.
Pola pembinaan yang dilakukan berdasarkan 4 Pilar, yang meliputi Pilar Akademis, Pilar Karakter, Pilar Kecakapan Hidup dan Pilar Seni Budaya. Selain itu, YPA-MDR juga memberikan bantuan berupa sarana prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hingga saat ini, YPA-MDR telah membina 110 sekolah (jenjang SD, SMP dan SMK/SMA) yang tersebar di 13 Kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Serang, Tangerang, Bogor, Majalengka, Kapuas, Kutai Barat, Barito Utara, Bantul, Gunungkidul, Pacitan, Kupang, dan Rote Ndao.
Advertisement
Batik Gilangharjo Sampai ke Mancanegara
Tercatat selama periode Januari-Juli 2021 sumbangan nilai ekspor pakaian jadi (konveksi) dari tekstil, di mana industri batik termasuk di dalamnya, mencapai 3,62 miliar US$. pic.twitter.com/V3xsQ1r90M
— Badan Pusat Statistik (@bps_statistics) October 2, 2021
Batik tulis bisa dibilang adalah salah satu jenis batik yang elegan dan eksklusif. Motif dan ciri yang dimiliki batik tulis amatlah istimewa, beragam, dan bervariatif. Selain itu, yang paling menonjol perihal batik tulis adalah cara pembuatannya. Menggunakan metode buatan manual oleh tangan manusia ahli, bisa dipastikan motif dan corak yang dimiliki batik tulis begitu istimewa dan spesial.
Untuk kalangan tertentu, penggunaan batik tulis sangatlah sakral dan hanya dipakai pada momen-momen terpenting dalam hidup.
Pembatik di Gunting, Desa Gilangharjo sudah ada sejak tahun 1960-an silam. Namun dulu, para pembatik ini bekerja di Kota Yogyakarta.
Sebagian besar motif batik tradisional Pandak sama dengan motif-motif yang ada pada batik tradisional Yogyakarta. Hal itu terutama pada batik capnya, sedang pada batik tulisnya memiliki sedikit variasi.
Batik tradisional Pandak memiliki karakter tersendiri, terutama pada batik tulisnya. Pada batik ini penggambaran motifnya lebih ekspresif & sedikit bebas dibandingkan dengan batik tulis halus.
Batik karya perajin di Desa Gilangharjo Pandak, Kabupaten Bantul, sendiri selain dipasarkan di beberapa kota di Jawa dan luar Jawa.
"Pasarnya di wilayah Yogyakarta dan luar kota, misalnya Jakarta. Kemudian ke Bali, Sumatera dan Kalimantan," ujar Ketua Paguyuban Batik Nyawiji, Desa Gilangharjo, Tumilan pada 11 Januari 2017 lalu sebagaimana dikutip dari Antara.
Tumilan mengatakan, pemasaran batik sampai ke luar Jawa itu ada yang melalui transaksi langsung atau pembeli datang ke ruang pamer batik Gilangharjo. Namun, ada juga yang melalui pihak ketiga untuk dijual ke luar kota tersebut.
Tumilan mengaku peminat batik dari luar Jawa terbilang tinggi terutama saat liburan atau libur hari raya.
"Untuk kapasitas produksi tergantung situasi masing-masing kelompok, namun secara keseluruhan dari Gilangharjo produksinya sekitar 600 sampai 700 potong per bulan," ucapnya.
Setidaknya ada ratusan perajin batik yang tergabung dalam paguyuban. Selain itu, Gilangharjo merupakan desa bersejarah karena memiliki Situs Selo Gilang, tempat dimulainya pembangunan Kerajaan Mataram.
Tumilan mengatakan, paguyuban batik Desa Gilangharjo mempunyai anggota sekitar 100 perajin. Mereka tergabung dalam 15 kelompok batik, yang setiap kelompok anggotanya rata-rata berjumlah lima orang.
"Kalau motifnya sudah tidak kehitung, bisa sampai puluhan motif. Itu karena para perajin terus berinovasi membuat motif baru, supaya motif batik nusantara makin bertambah, tidak hanya motif itu-itu saja, tapi motif baru," katanya.
Tumilah menuturkan, batik karya paguyubannya dijual dengan harga berkisar antara Rp 200-450 ribu per potong untuk batik biasa. Harga itu tergantung dengan desain dan cara membatiknya.
Selain memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian nasional, batik termasuk usaha yang banyak membuka lapangan kerja. Sebab, sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 200 ribu orang dari 47 ribu unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah Indonesia.