Liputan6.com, Jakarta - Kampung Tugu menjadi salah satu destinasi wisata Indonesia kaya sejarah yang cukup populer. Tidak hanya kaya akan sejarah, kampung wisata ini juga cukup unik.
Bangunan bergaya Eropa mendominasi arsitektur di Kampung Tugu. Bahkan jika beruntung wisatawan dapat berbincang dengan masyarakat lokal yang masih keturunan Portugis.
Dikutip dari buku "Bunga Angin Portugis di Nusantara" (2008) oleh Paramita R Abdurachman, kampung ini telah ada sejak abad ke-17. Pada saat itu, tentara-tentara Portugis yang ditawan oleh Belanda dibawa ke Batavia.
Advertisement
Baca Juga
Mereka kemudian berdiam di wilayah yang sekarang dinamakan Kampung Tugu. Oleh Belanda, para tentara Portugis disebut mardijker (mardika) yang artinya dimerdekakan.
Pada perkembangannya, mereka yang menetap di Tugu sering disebut ‘Portugis Hitam’. Para Portugis hitam ini mula-mula memeluk agama Katolik, tetapi sudah banyak yang beralih memeluk agama Protestan.
Hingga detik ini, wisatawan masih dapat menemui keturunan orang Portugis yang menggunakan nama belakang seperti Quiko, Michiels, Abrahams, Broune, dan masih banyak lagi. Di kawasan ini juga masih berdiri tegak Gereja Tua bergaya Eropa dengan lonceng besar di sampingnya.
Gereja ini adalah salah satu gereja tertua di Jakarta. Bangunan tersebut selesai dibangun pada tahun 1747 dan diresmikan setahun setelahnya. Di Kampung Tugu, orang-orang keturunan Portugis beranak-pinak dan melestarikan kebudayaannya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Punahnya Bahasa Kreol Portugis di Kampung Tugu
Hingga pertengahan abad ke-20, mereka masih berbicara dalam bahasa Kreol Portugis. Bahasa ini adalah bahasa campuran kontak antara bahasa Portugis dan bahasa di sekitarnya.
Sayangnya, bahasa tersebut kini sudah dinyatakan punah. Beberapa kata seperti gatu (kucing), kumi (makan), dan doidu (gila) masih terdengar dalam nyanyian keroncong orang Tugu.
Musik Keroncong adalah bagian yang sangat penting dalam keseharian masyarakat Tugu. Walaupun bahasa Kreol Portugis sudah tidak menjadi alat komunikasi, namun kata-katanya masih dapat kita temukan dalam beberapa syair lagu Keroncong yang masih dibawakan oleh generasi muda Tugu hingga hari ini.
Pada masa Kolonial, di Batavia, Keroncong acap kali dihubungkan dengan Mardijkers. Musik ini dilabeli sebagai musik Portugis oleh kaum kolonial Batavia. Seiring berjalannya waktu, Keroncong menjadi populer ke seluruh penjuru nusantara.
Advertisement
Tradisi Mandi-Mandi Masyarakat Kampung Tugu
Salah satu kebudayaan masyarakat Tugu yang masih bertahan adalah mandi-mandi. Tradisi mandi-mandi dilakukan satu minggu setelah tahun baru, dalam rangka membersihkan diri.
Acara mandi-mandi juga diramaikan dengan iringan musik Keroncong dan tari. Uniknya, semua peserta wajib mencoreng muka dengan bedak cair dingin.
Tradisi mandi-mandi masih diadakan oleh Ikatan Kekerabatan Masyarakat Tugu (IKMT). Mereka terkadang juga mengundang tamu dari luar komunitas untuk ikut serta dalam ritual ini.