Publik Diminta Kawal Penetapan Batas ZEE dengan Vietnam

Publik diminta mengawal proses perundingan terkait penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Vietnam.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Des 2022, 02:23 WIB
Diterbitkan 09 Des 2022, 13:47 WIB
TNI Menangkap Dua Kapal Vietnam di Laut Natuna Utara.
TNI Menangkap Dua Kapal Vietnam di Laut Natuna Utara. (Dokumentasi: TNI AL).

Liputan6.com, Natuna - Proses perundingan panjang terkait penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dengan Vietnam hingga hari ini belum menemukan kata sepakat.

Proses perundingan yang tak kunjung usai tersebut membuat berbagai pihak akhirnya buka suara serta meminta agar pemerintah dapat tegas serta jangan sampai merugikan Indonesia. Pasalnya, Laut Natuna Utara menyimpan kekayaan alam yang sangat melimpah.

Di samping itu, masih terdapatnya kapal berbendera asing yang ada di Laut Natuna Utara juga dinilai telah merugikan Indonesia.

Kegiatan illegal fishing tersebut dilakukan dengan alat jenis pair trawl yang termasuk dalam kategori merusak Sumber Daya Ikan (SDI).

Ocean Justice Initiative (IOJI) menyatakan, selama periode Juli hingga September 2022 sebanyak 54 Kapal Ikan Asing (KIA) dengan bendera Vietnam masih terus melakukan illegal fishing di wilayah Laut Natuna Utara.

Anggota DPD asal DKI Jakarta Fahira Idris menegaskan bahwa Indonesia harus tegas dalam soal perundingan batas ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dengan Vietnam dan IUU Ffishing oleh Vietnam agar menjaga kepentingan nasional.

“Kita tahu bersama penetapan batas ZEE RI-Vietnam merugikan kedaulatan dan sektor perikanan Indonesia,” ujar Fahira.

 

 

Perundingan Batas ZEE

Dia menegaskan, DPR sesuai tupoksinya harus mengawasi dan mengawal serta memastikan proses perundingan dengan Vietnam ini tidak sedikitpun merugikan kepentingan nasional kita.

Fahira menandaskan bahwa Indonesia tidak boleh kehilangan wilayah laut dan potensi sumber daya ikan dalam perundingan ini.

Pasalnya, maraknya IUU fishing yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia mulai dari dampak ekologis, dampak ekonomi, dan citra Indonesia di dunia internasional.

Patut diakui bahwa penegakan hukum dan regulasi perikanan Indonesia masih lemah. Kondisi inilah yang membuat kapal asing berani melanggar kedaulatan salah satunya di Natuna.

20160623- Jokowi Gelar Rapat di Kapal Perang KRI Imam Bonjol 383-Kepri- Setpres
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kedua kanan) saat berada di atas kapal perang KRI Imam Bonjol 383 di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6). (Foto: Setpres)

Nelayan Terpuruk

Akibatnya, nelayan menjadi semakin terpuruk karena di pesisir harus berhadapan dengan kapal cantrang dan di laut lepas Natuna Utara berhadapan dengan kapal asing pencuri ikan.

“Saya meminta, pemerintah Indonesia tegas dalam masalah tersebut, karena kita memiliki wewenang dan kewajiban utama mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menindak pelanggaran pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) di ZEE Indonesia,” sambung Fahira Idris.

Fahira Idris menekankan, tidak bisa nelayan dibiarkan sendiri menjaga kepentingannya. Ini tugas dan kewajiban Pemerintah.

Dia juga meminta Pemerintah Indonesia berkomitmen tinggi memprioritaskan kepentingan nasional termasuk dalam pengelolaan ZEE Indonesia dalam hal ini yang berbatasan dengan Vietnam.

Termasuk di dalamnya terus melakukan peningkatan kapasitas dan kemampuan nelayan Indonesia baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan pendekatan pendidikan, pelatihan, dan inovasi teknologi penangkapan ikan yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya