Liputan6.com, Batam - Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kepri, Hasan menyampaikan, data terakhir per Rabu malam (8/3/2023) pukul 20.00 WIB, jumlah korban tewas longsor Serasan Natuna bertambah menjadi 21 orang.
"Titik lokasi evakuasi Desa Pangkalan, Dusun Genting, data meninggal 21 orang, " kata Hasan kepada Liputan6.com. Sementara itu sebanyak 35 orang masih dinyatakan hilang.Â
Sedangkan pengungsian tersebar di beberapa titik, antara lain di PLBN ada 219 orang, Puskesmas 215 orang, di titik pengungsian Pelimpak dan Masjid Alfurqon ada 500 orang, dan di SMA 1 Serasan ada 282 orang.
Advertisement
Data terbaru menyebut, ada 30 rumah yang tertimbun longsor di Serasan Natuna. Tim gabungan masih terus melakukan pencarian terhadap korban longsor.Â
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sendiri telah mengirimkan bantuan logistik dan para relawan dengan menggunakan kapal KN Bahtera Nusantara 01 ke Pulau Serasan, Natuna, Kepri.
KN Bahtera Nusantara 01 telah sandar di Pelabuhan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan pada Rabu (8/3/2023) pukul 23.30 WIB, dengan membawa logistik berupa sembako dari Kementerian Sosial sebanyak 5 ton, 200 paket dari Pemerintah Provinsi Kepri dan Anggota Polri sebanyak 105 personel, Anggota Korem 033 sebanyak 40 orang anggota.
Selain itu, ada pula relawan dari Pramuka, Petugas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Tagana dan Keluarga Korban yang merantau di Tanjungpinang juga ikut kembali ke Serasan untuk memastikan kondisi korban longsor.
Bertolak dari Pelabuhan Tanjung Uban, KN Bahtera Nusantara menempuh sekitar 26 jam untuk tiba dan sandar di Pelabuhan Serasan.
Sehari sebelumnya, bantuan juga datang dari TNI Angkatan Laut yang mengirimkan anggota dengan menggunakan KRI Imam Binjol untuk membantu para korban.
Â
Data Korban Longsor
Korban belum ditemukan sebanyak 33 orang dengan daftar nama sebagai berikut:
- Ermaliawati
- Khalisa (anak)
- Zaimah (lansia)
- Eva Lestari
- Susan
- Said Iswan
- Zaki (anak)
- Bong Us alias Usman
- Deh alias Dahlia
- Ogi Manda
- Cek As alias Asmarayati
- Kak Salus alias Sahlia
- Muslimin (lansia)
- Suniman
- Yunda (Anak Mila)
- Faris (Anak Mila)
- Zafa (Anak Mila)
- Arya Marzia (Anak Mila)
- Adek Bi
- Ken Wahyu Ratri (Istri Beben)
- Baim
- Qisya Adelia
- Diva (Anak)
- Liza alias Dedek
- Juwita
- Yong Har
- Yah Boh
- Melvi (anak)
- Hazlina
- Rendra
- Mursidi
- Karmili
- Happy Waskito
Sementara korban yang telah ditemukan dan dinyatakan meninggal berjumlah 21 orang dengan rincian sebagai berikut:
Ditemukan pada Senin (6/3/2023):
- Rianti
- Dirga Bin Efan
- Fadil Endri
- Darman K
- Abdul Kadir
Ditemukan pada Selasa (7/3/2023):
- Susi Rianti
- Delta Yuharni (P) 27 tahun
- Juhaima (42)
- Murni AB
- MasriyatiÂ
- Abdillah
Ditemukanpada Rabu (8/3/2023):
- Evan
- Ikhsan
- Noval
- Kalfin
- Wawan Setiawan (Kades)
- Bebenza
- Hasmarullah
- Fani
- Hermandi
- Jannati
Advertisement
Penyebab Longsor
Usai longsor parah yang menyebabkan korban jiwa tersebut, Pemkab Natuna, Kepri, Selasa (7/3/2023), menetapkan status tanggap darurat bencana longsor selama 7 hari, mulai 6-12 Maret 2023. Fokus yang dilakukan pemkab setempat adalah meneruskan proses pencarian korban dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak, yang kini tersebar di beberapa titik pengungsian.Â
Sementara itu, Ahli di Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Anjar Heriwaseso saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/3/2023) mengatakan, bencana tanah longsor umumnya terjadi karena banyak faktor.
Faktor-faktor itu antara lain faktor kondisi geologi, yaitu terkait dengan material batuan/tanah dan struktur/patahan), faktor kondisi kelerengan (morfologi), kondisi keairan (drainase/sungai/mata air dan sebagainya), faktor penggunaan lahan, faktor vegetasi dan faktor aktivitas manusia. Sebagai pemicunya dapat berupa gempa/= atau getaran dahsyat dan cuaca, mencakup curah hujan dalam rentang waktu tertentu.
"Tanda-tanda awal longsor bisa kita lihat, ada pergerakan tanah, dapat berupa retakan, amblasan, pohon atau tiang menjadi miring, keluar mata air baru, suara akar yg patah, mata air yang jadi keruh, dan mungkin terjadi dentuman atau suara gemuruh setelah air sungai mengecil karena ada pembendungan di hulu," kata Anjar menjelaskan.Â
Dia kerap kali mewanti-wanti masyarakat yang tinggal di lereng untuk lebih waspada terhadap adanya pergerakan tanah. Apalagi saat terjadi curah hujan yang tinggi dan gempa bumi.
"Saya sudah sering ingatkan, masyarakat lebih peduli lingkungannya, melaporkan jika menemukan gejala-gejala tersebut secepatnya ke pihak desa atau aparat terkait," katanya.
Sementara itu, terkait longsor di Serasan Natuna, Anjar menjelaskan, kondisi daerah tersebut berdasarkan Peta Geologi Regional Natuna (Pusat Survey Geologi), batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam Batuan Plutonik Serasan, yang tersusun Granodiorit biotit dan Granit hornblenda dengan helatan metasedimen.
"Faktor penyebab terjadinya tanah longsor diperkirakan karena kemiringan lereng tebing yang curam, tanah mengalami pelapukan yang tebal dari batuan tua (Pra Tersier), berupa lapukan Granodiorit. Sementara curah hujan yang tinggi dan ekstrem dengan durasi lama menjadi pemicu terjadi gerakan tanah," katanya.Â
Anjar terus mengingatkan masyarakat yang ada di sekitar daerah terdampak bencana agar segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Mengimbau untuk lebih waspada, khususnya yang berada dekat jalur aliran bahan rombakan, terutama saat hujan maupun setelah hujan deras yang berlangsung lama, karena daerah tersebut masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan.
"Penanganan longsor, termasuk proses evakuasi korban yang masih tertimbun agar memperhatikan cuaca, tidak melakukan kegiatan saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan, nanti bisa menimpa petugas," katanya.
Perlu juga, katanya, pemasangan rambu rawan bencana longsor di sekitar lokasi yang longsor untuk meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat juga diminta peduli dengan lingkunganya, khususnya masyarakat yang tinggal di lahan dengan kemiringan tertentu, untuk bisa mengenali gejala-gejala awal terjadinya pergerakan tanah. Apalagi di penghujung musim hujan.
Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca buruk yang terjadi di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau disebabkan fenomena Borneo Vortex.
Prakirawan BMKG Tanjungpinang Hayu Nur Mahron di Tanjungpinang, Selasa, menjelaskan, Borneo Vortex atau pusaran angin yang memiliki radius putaran pada skala puluhan hingga ratusan kilometer.
Gangguan sirkulasi atmosfer berupa Borneo Vortex di sekitar selat Karimata dan Laut Natuna menyebabkan belokan angin dan perlambatan masa udara di wilayah Pulau Serasan. Kondisi itu menimbulkan dampak berupa curah hujan dengan intensitas tinggi dan lama.
Kondisi itu pula diperparah dengan adanya Gelombang Ekuatorial Rossby dan Kelvin yang aktif di sekitar wilayah tersebut sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan konvektif penghasil hujan lebat.
"Cuaca di Serasan dalam beberapa hari terakhir didominasi hujan dengan intensitas lebat yang berlangsung lama dan merata. Kondisi tersebut menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga menyebabkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah," ucapnya.
Tinggi gelombang laut di Perairan Kepulauan Subi dan Pulau Serasan mencapai 4 meter. Kondisi gelombang laut tersebut tentu perlu diwaspadai oleh pengguna alat transportasi laut dan juga nelayan.
Sementara kecepatan angin mencapai 30 km/jam. Kondisi cuaca buruk berupa angin kencang dan hujan lebat di Natuna, khususnya Serasan diperkirakan terjadi hingga 12 Maret 2023.
BMKG juga memprediksi cuaca buruk yang juga terjadi di Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) disebabkan fenomena Borneo Vortex tersebut.
Namun dalam sepekan ke depan kondisi cuaca cenderung berawan hingga berawan tebal dan masih berpotensi terjadi hujan ringan hingga sedang yang bersifat lokal atau tidak merata dan berlangsung singkat. Gelombang laut di Perairan Bintan mencapai 2,5 meter.