Halalbihalal, Tradisi Khas Bangsa Indonesia

Merayakan lebaran dengan pulang ke kampung halaman serta bertemu sanak saudara untuk saling memaafkan merupakan tradisi khas tidak kita temui di Arab.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2023, 20:01 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2023, 00:35 WIB
Ahmad Ginanjar Sya’ban. (Liputan6.com/ ist)
Ahmad Ginanjar Sya’ban. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Idul Fitri merupakan hari yang sangat dinanti oleh umat Islam di Indonesia. Dalam momentum itu, Idul Fitri berbalut dengan kebudayaan khas, yakni Mudik dan Halalbihalal.

Merayakan lebaran dengan pulang ke kampung halaman serta bertemu sanak saudara untuk saling memaafkan merupakan tradisi khas tidak kita temui di Arab.

"Tradisi Halalbihalal dengan kemeriahan, kesyahduan. Merayakan lebaran seperti di Indonesia berbeda dengan yang ada di Arab," ungkap Ahmad Ginanjar Sya’ban.

Ia mengatakan hal itu saat membedah Kitab At-Tibyan Fi An-Nahyi 'an Muqathaat Al-Arham Wa Al-Aqarib Wa Al-Ikhwan Karya KH. Hasyim dalam program Inspirasi Ramadan 2023 Edisi Sahur yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Rabu (21/4/2023) dipandu Muhammad Ibnu Beno.

Ginanjar mengungkapkan, momen ini ditandai dengan bertemunya sanak saudara dan kerabat untuk saling memaafkan atas semua kesalahan yang pernah ada. Kesalahan yang ada menurutnya akan menghambat produktifitas dan membebani mental.

"Halalbihalal artinya bagaimana kita menjadi kembali halal, bertemu dengan saudara juga menjadi halal. Tidak ada lagi beban, kesalahan yang kita pendam selama setahun yang menjadikan produktivitas hidup kita terhambat," tegasnya.

Filosof Santri ini juga menyebutkan tradisi halalbihalal juga disertai dengan tradisi khas lain, yaitu mudik. Kembali ke kampung halaman bertemu sanak saudara untuk bersilaturahmi menjadi anjuran. Hal ini mengajarkan kepada kita jati diri manusia yang suatu saat akan pulang kepada Sang Pencipta.

"Mudik mengingatkan mereka kepada jati diri manusia tentang makna rindu pulang. Kemudian juga mengingatkan kita ini nanti pulang dengan merasakan kerinduan dan keindahan bertemu dengan Zat Yang Maha Indah dan Zat Yang Maha Penuh Kasih Sayang," kata Ginanjar.

Tradisi tersebut menjadi kekuatan struktur sosial di tengah banyak perbedaan. Hal ini dikarenakan kita dipertemukan setiap tahun untuk saling bermaaf-maafan. Momen ini menjadi penting, berkaca dari kejadian masyarakat di Timur Tengah yang terlibat konflik berkepanjangan karena jarang dipertemukan dengan momen-momen yang dilakukan masyarakat Indonesia.

"Ini juga dapat menjadi kekuatan struktur sosial kita. Kenapa ini Indonesia perbedaan politik tidak sampai menimbulkan disintegrasi, perang fisik saudara karena kita setiap tahun dipertemukan dengan momen-momen saling bermaaf-maafan," sebutnya.

Kitab At-Tibyan ditulis KH. Hasyim bertujuan untuk menjaga hubungan antar anak bangsa yang memiliki banyak perbedaan. hal ini dikarenakan pada abad ke 20 muncul berbagai gerakan islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad yang menghadirkan banyak dinamika.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya