Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Ini Sejarah dan Kaitannya dengan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara dikenal berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 02 Mei 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2023, 00:00 WIB
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (sumber: wikipedia)

Liputan6.com, Yogyakarta - Setiap 2 Mei, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sejarah hadirnya hari tersebut sebenarnya tak lepas dari perjuangan sosok Ki Hadjar Dewantara.

Ki Hadjar Dewantara merupakan pelopor pendidikan pada era kolonialisme. Untuk memperingati kelahiran Bapak Pendidikan Nasional ini, Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan 2 Mei sebagai Hardiknas, sesuai dengan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara.

Mengutip dari bpmpriau.kemdikbud.go.id, Ki Hadjar Dewantara memiliki nama asli R M Suwardi Suryaningrat (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat). Ia lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. 

Ki Hadjar Dewantara dikenal berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu, hanya anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya saja yang diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Kritik yang ia gaungkan membuat dirinya diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Tiga tokoh inilah yang kemudian dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'.

Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hadjar Dewantara kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa.

Setelah kemerdekaan Indonesia, ia kemudian diangkat sebagai Menteri Pendidikan. Filosofinya yang masih populer dan digunakan hingga saat ini adalah 'tut wuri handayani', yang artinya di belakang memberi dorongan.

Kalimat tersebut juga digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Semboyan tersebut diambil dari kalimatnya yang berbunyi 'ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani'.

Secara keseluruhan, kalimat tersebut memiliki arti 'di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide, dan dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Hingga pada 26 April 1959, ia wafat.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya