Mengenal Mangaruhi, Tradisi Menangkap Ikan Khas Suku Dayak

Te ije le, tekap-tekap, geleng ndai ayuu. Kalimat yang kerap diteriakkan ketika menggelar Mangaruhi. Ungkapan tersebut merupakan bahasa Dayak yang berarti "itu satu itu satu, tangkap-tangkap, cepat ayo".

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 14 Mei 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2023, 07:00 WIB
Ikan sarden
Ilustrasi ikan sarden tangkapan nelayan. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Te ije le, tekap-tekap, geleng ndai ayuu. Itulah kalimat yang kerap diteriakkan ketika menggelar Mangaruhi. 

Ungkapan tersebut merupakan bahasa Dayak yang berarti "itu satu itu satu, tangkap-tangkap, cepat ayo".

Mangaruhi adalah sebuah teknik menangkap ikan dengan tangan kosong yang dilestarikan sebagai permainan dan perlombaan. Namun secara turun-temurun, kebiasaan ini kerap dilakukan masyarakat suku Dayak karena tidak merusak alam.

Untuk melestarikan tradisi tersebut, masyarakat kerap mengelar lomba Mangaruhi terutama pada momentum tertentu seperti festival kebudayaan dan even pemerintah daerah. Sebelum acara dimulai, biasanya pihak pelaksana memasukkan terlebih dahulu puluhan ekor ikan seperti gabus (haruan), lele dan belut.

Mereka harus mengaduk-aduk lumpur di kolam tersebut, dengan harapan ikan yang ada di dasarnya menjadi mabuk dan muncul ke permukaan sehingga mudah untuk ditangkap dengan tangan.

Lomba iini biasanya digelar dengan durasi 10 menit pada masing-masing sesi. Kelompok peserta yang paling banyak menangkap ikan akan menjadi pemenangnya.

Rohani, salah seorang warga Palangka Raya, Kalimantan Tengah menjelaskan jika lomba Mangaruhi sangat lekat dengan kebiasaan masyarakat Dayak yang tak bisa lepas dari sungai atau perairan.

"Ketika saya kecil, saya suka mencari lahan-lahan bekas luapan sungai. Daerah itu airnya surut dan berlumpur, tapi jadi tempat ikan berkumpul karena terperangkap," kata Rohani, JUmat (12/5/2023)

Wanita 58 tahun ini bercerita, mangaruhi juga dilakukan pada sistem lingkungan masyarakat adat, terutama ketika ada salah satu keluarga membuat pesta atau syukuran. Maka, permainan tradisional ini kerap dilakukan.

"Mangaruhi itu kearifan lokal yang harus kita jaga, karena teknik menangkap ikan ini tanpa bahan kimiawi yang bisa merusak ekosistem," tambah Rohani.

Rohani juga berharap jika generasi muda harus memiliki kesadaran untuk melestarikan dan menjaga warisan budaya lokal agar tidak punah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya