Segarnya Udara di Punti Kayu, Hutan Konservasi di Tengah Perkotaan Palembang

Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu Palembang merupakan hutan konservasi yang menawarkan kesejukan di tengah kota.

oleh Nefri Inge diperbarui 06 Jan 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2024, 06:00 WIB
Taman Wisata Alam Punti Kayu
Taman Wisata Alam Punti Kayu foto: Instagram @puntikayu... Selengkapnya

Liputan6.com, Palembang - Udara yang segar yang disumbangkan dari ratusan pohon pinus yang berjejer, menjadi pilihan untuk terbebas dari polusi udara di Kota Palembang Sumatera Selatan (Sumsel).

Hutan di tengah perkotaan Palembang ini, menawarkan keindahan alam dengan hijaunya dedaunan rindang, yang berada di Jalan Kolonel H Burlian Kilometer 5 Palembang.

Wisata dengan luasan 12 hektare ini, merupakan bagian dari hutan konservasi Punti Kayu Palembang, dengan total luasan sekitar 39 hektare.

Selain pepohonan pinus, Hutan Punti Kayu Palembang juga diramaikan dengan beragam jeni flora yang terawat hingga kini, seperti pohon akasia, mahoni, talog dan pulai. Bahkan para pengunjung bisa mendengar dengan jelas kicauan burung, yang bisa memberikan ketenangan jiwa.

Ada juga berbagai jenis fauna yang bisa dilihat, seperti kera ekor panjang,musang, biawak, beruk, tupai dan kuda. Bahkan ada juga serangga langka, yang hingga kini belum diberi nama ilmiah.

Beberapa wahana permainan juga bisa dimainkan oleh para pengunjung, seperti jembatan gantung, perahu bebek, perahu naga, outbond training yang dilengkapi dengan kanopi bridge, flying fox, kolam renang dan lainnya.

TWA Punti Kayu juga sering dipilih pengunjung untuk mengadakan beberapa kegiatan, seperti gathering akhir tahun hingga liburan keluarga.

Harga tiket masuknya juga cukup terjangkau, mulai dari Rp20.000 per orang di hari biasa dan Rp25.000 per orang di hari libur.

Kawasan Hutan Punti Kayu Palembang ternyata menjadi hutan terbesar se-Asean di tengah perkotaan yang jarang ada di belahan negara di dunia. Bahkan termasuk penyumbang oksigen alami terbesar di Palembang.

Kepala Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Ujang Wisnu Barata berujar, keberadaan Hutan Punti Kayu menjadi solusi dari besarnya ancaman bencana alam, mulai dari polusi udara, efek rumah kaca hingga banjir di perkotaan.

Vegetasi di TWA Punti Kayu juga, sangat terkait dengan siklus air. Bahkan berkontribusi sebagai salah satu daerah resapan air, yang artinya memiliki peran vital dalam pengendalian banjir maupun kemarau di Kota Palembang.

“Lokasi TWA Punti Kayu Palembang yang berada di tengah kota, berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim Kota Palembang, melalui kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon,” ungkapnya, Rabu (3/1/2024).

 

Taman Wisata Alam

Segarnya Udara di Punti Kayu, Hutan Konservasi di Tengah Perkotaan Palembang
Pengunjung TWA Punti Kayu Palembang saat mengikuti games seru dalam acara gathering bareng (Liputan.com / Nefri Inge)... Selengkapnya

Hutan konservasi Punti Kayu merupakan kawasan pelestarian alam yang masih terus dijaga keasriannya. Seperti upaya pemulihan ekosistem melalui penanaman dan edukasi konservasi alam kepada para pengunjung, maupun dalam setiap penyelenggaraan event di TWA Punti Kayu.

Selain menjadi tempat wisata alam, hutan konservasi di Punti Kayu Palembang menjadi penyelamat satwa-satwa yang terancam punah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan program Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) di hutan konservasi tersebut.

Bahkan PRS sudah berdiri sejak 2021 lalu, melalui Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara KLHK dengan The Aspinall Foundation (TAF), tentang Konservasi Primata Dilindungi di Indonesia.

“PRS bertujuan mendukung upaya KLHK dalam program konservasi primata dilindungi dan habitatnya di Indonesia, untuk jangka waktu 3 tahun,” ucapnya.

Saat ini, ada 9 jenis satwa transit yang berjumlah 23 individu, terdiri dari lutung, owa ungko, siamang, kukang, buaya muara, beruang madu, elang bondol, elang ikan kepala kelabu, dan kakatua jambul kuning.

PRS Punti Kayu juga berfungsi untuk menampung satwa transit hasil sitaan dan serahan sukarela, untuk diupayakan tindakan konservasi selanjutnya, sebelum kembali dilepasliarkan ataupun kebijakan lainnya berdasarkan perkembangan kondisi fisik satwa tersebut meliputi aspek sosio-ekologi, medis dan perilaku.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya