Liputan6.com, Bandung - Ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T., menerangkan, Indonesia memiliki empat jalur gunung berapi (jalur busur vulkanik) yang terbentuk di atas lempeng tektonik. Jalur-jalur ini, ketika dilihat dari atas, membentuk lengkungan atau busur.
Empat busur vulkanik di Indonesia adalah Busur Sunda, Busur Banda, Busur Halmahera, dan Busur Sangihe-Selebes. Dia mengatakan, gunung-gunung api yang terletak dalam busur vulkanik yang sama, cenderung mengalami erupsi bersamaan, seperti Gunung Merapi, Semeru, dan Marapi.
"Hal ini ibarat busur vulkanik yang bertindak sebagai event organizer. Lantaran mereka dipengaruhi oleh interaksi lempeng tektonik yang sama," katanya dicuplik lewat laman ITB (11/5/2024).
Advertisement
Sementara itu, gunung api yang berada di busur vulkanik berbeda, misalnya Gunung Lewatolo dan Gunung Ruang, dapat meletus bersamaan karena memiliki interval letusan yang berdekatan.
Kesamaan waktu letusan ini merupakan fenomena alamiah yang tidak selalu terkait dengan interaksi lempeng tektonik.
"Namun, beberapa busur ini sudah tidak relevan dan belum diperbarui, sehingga perlu dilakukan pemutakhiran data untuk memahami interkoneksi gunung api dengan lebih baik dan meningkatkan akurasi prediksi letusan," jelas Mirzam.
Simak Video Pilihan Ini:
Erupsi dan Kilatan Petir
Mirzam menerangkan, dia menjelaskan bahwa suatu gunung api meletus ketika keseimbangan dalam dapur magma terganggu, yang melibatkan tiga proses kritis, yakni di bawah, di dalam, dan di atas dapur magma.
Perlu diketahui, di bawah dapur magma, terjadi injeksi magma baru karena pergerakan lempeng tektonik, yang serupa dengan menambahkan air ke botol yang sudah penuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tumpahnya magma.
Di dalam dapur magma, terjadi proses pendinginan magma yang menghasilkan kristalisasi, menciptakan ketidakseimbangan yang jika tidak terkendali dapat memicu erupsi.
Meskipun ada pola dan siklus yang dapat diprediksi, terdapat juga faktor tak terduga seperti keruntuhan dinding dapur magma, seperti yang terjadi dalam kasus letusan Gunung Ontake di Jepang.
Di atas dapur magma, meskipun tidak secara langsung terhubung dengan tubuh gunung api, faktor eksternal seperti pelelehan es di puncak gunung (seperti yang terjadi di Gunung Fuji), badai (seperti pada Gunung Pinatubo), gelombang laut (seperti pada Gunung Gamalama), dan gempa bumi dapat memicu letusan.
Fenomena alam yang kerap terjadi saat suatu gunung api erupsi adalah sambaran petir yang berada tepat di puncak gunung. Peristiwa tersebut seperti yang sempat teramati saat Gunung Ruang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, erupsi beberapa waktu lalu.
“Explosive dengan kecepatan tinggi, maka yang tadinya senyawa a dan b akan putus menjadi a plus dan b minus, atau dalam konteks yang lebih kecil skala atom. Adanya tekanan yang tinggi itu, elektron-elektron tersebut dipaksa keluar, sehingga menjadi elektron bebas," terang.
"Ketika sudah ada elektron bebas atau b minus tersebut, maka itu adalah cikal bakal syarat utama terbentuknya petir. Lalu ketika elektron bebas sudah ada, maka selanjutnya petir akan terjadi,” imbuhnya.
Partikel-partikel yang terlontar, kata Mirzam, dapat terlontar dengan kecepatan tinggi kemudian bergesekan satu sama lain yang akhirnya menghasilnya muatan listrik.
“Jadi, peristiwa gemuruh petir yang terjadi saat gunung api erupsi merupakan hal yang biasa, ini hanya menunjukan eksplosivitas yang tinggi saja,” tuturnya.
Advertisement