Korupsi IPAL, Pegawai Disperkim Kota Metro Lampung Dituntut 1 Tahun 4 Bulan

ASN Kota Metro Lampung dituntut 1 tahun dan 4 bulan pidana penjara oleh Jaksa Penuntut Umum lantaran mengkorupsi dana proyek pengerjaan IPAL sebesar Rp391 juta.

oleh Ardi Munthe diperbarui 07 Agu 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2024, 09:00 WIB
Ferdi Marzuli, terdakwa korupsi proyek pembuatan IPAL pada Disperkim Kota Metro menjalani sidang pembacaan tuntutan. Foto : (Liputan6.com/Ardi).
Ferdi Marzuli, terdakwa korupsi proyek pembuatan IPAL pada Disperkim Kota Metro menjalani sidang pembacaan tuntutan. Foto : (Liputan6.com/Ardi).

Liputan6.com, Lampung - Ferdi Marzuli, terdakwa korupsi proyek pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Metro dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) satu tahun dan empat bulan pidana penjara.

Ferdi yang merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) dinilai JPU telah bersalah melakukan korupsi dana proyek pembuatan IPAL Disperkim Kota Metro pada tahun anggaran 2021 sebesar Rp391 juta.

JPU, Aditya Wahyu Wiratama mengatakan bahwa terdakwa yang menjabat sebagai Sekretaris dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada proyek penyediaan sistem IPAL Disperkim Kota Metro itu, telah bersalah melanggar ketentuan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Menyatakan dan meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Ferdi Marzuli berupa pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan pidana penjara," kata Aditya membacakan tuntutan, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Bandar Lampung, Senin (5/8/2024).

Selain itu, Jaksa juga mewajibkan terdakwa untuk membayar uang denda sebesar Rp50 juta.

"Apabila tak sanggup dibayarkan, makan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan," sebutnya.

Selain Ferdi, dua terdakwa lain yang terlibat dalam perkara korupsi itu juga mendapat tuntutan dari JPU yaitu Miyanto, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bougenville, dan Slamet selaku Ketua KSM Anggrek. Miyanto dituntut hukuman pidana penjara selama satu tahun dan sembilan bulan, serta diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp138 juta. Jika tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan. Kemudian, terdakwa Slamet pun dituntut sama oleh JPU yaitu hukuman pidana penjara selama satu tahun dan sembilan bulan. Slamet diharuskan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara.

Selain itu, Slamet pun diwajibkan mengembalikan uang kerugian negara senilai Rp104 juta subsider 10 bulan penjara.

Menanggapi tuntutan jaksa, kuasa hukum terdakwa Ferdi, Irawan menyatakan akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis pekan depan.

Menurut Irawan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh badan pemeriksa keuangan (BPK) bahwa kliennya tidak menerima uang bahkan keuntungan dari dalam proyek tersebut.

"Untuk permohonan bebas atau ringannya nanti itu sesuai pertimbangan, karena dari hasil BPK kemarin klien kami tidak menerima uang dan lain sebagainya, yang artinya kerugian negara pada mestinya tidak pada terdakwa," ujar Irawan.

Sebelumnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU diketahui bahwa pekerjaan pembuatan instalasi pengelolaan air limbah di Desa Rejosari, Kecamatan Metro Timur, Metro Utara, dan Metro Pusat telah dilaksanakan 100 persen sesuai rencana anggaran dan peraturan pelaksanaan pekerjaan.

Namun, ditemukan selisih di lapangan, termasuk menaikkan anggaran belanja material, pekerja penerima upah fiktif, penambahan hari kerja yang tidak sesuai, dan penandatanganan daftar penerimaan upah pekerja seolah-olah benar dibayarkan kepada yang berhak.

Dari nilai anggaran Rp1,2 miliar pada tahun 2021, dibandingkan dengan hasil audit BPK Provinsi Lampung barulah ditemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp391 juta dalam pengerjaan proyek tersebut. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya