Liputan6.com, Jakarta Di tengah perubahan iklim yang memengaruhi segala aspek kehidupan, perlahan tapi pasti laju kerusakan lingkungan hidup kian nyata di depan mata.
Dugaan pembalakan liar berupa penebangan ribuan pohon mangrove secara ugal-ugalan, kembali terjadi di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel)
Advertisement
Baca Juga
Sesuai pantauan Liputan6.com, Rabu 29 Januari 2025. Ironisnya di lokasi perusakan tersebut, terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh Kantor ATR/BPN Maros dengan nomor Sertipikat No.02974 dengan luas: 28055 m2 atas Ambo Masse.
Advertisement
Padahal, sebelumnya, pada April 2018 lalu, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Dirjen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, telah mengusut tuntas kasus pembabatan pohon mangrove, di hutan negara seluas satu hektare, di Dusun Kuri Lompo, Desa Nisombalia, Marusu, Kabupaten Maros.
Pemerhati tata ruang Kabupaten Maros, Ayu Wahyuni mengatakan tata ruang memiliki peran penting dalam mengatur kebutuhan ruang saat ini. Maupun pada masa depan, terlebih lagi dalam melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
"Selain itu, diperlukan mekanisme insentif yang lebih baik untuk masyarakat agar mempertahankan lahan-lahan hijaunya, sehingga peran tata ruang sangat penting mempertahankan lahan hijau untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti ancaman abrasi, dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat pada lingkungannya, ucap Ayu Wahyuni Rabu, 29 Januari 2025.
Ayu menjelaskan, bukan rahasia lagi, data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, hingga 2024 pemerintah berhasil menyelesaikan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang di Indonesia, seluas 19,97 juta hektare (ha).
“Sebenarnya pemerintah pusat sudah berkomitmen menyelesaikan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang melalui kegiatan sinkronisasi, untuk memberikan kepastian hukum, peningkatan iklim investasi, dan pemerataan ekonomi berkeadilan. Namun bukan rahasia juga di daerah praktek mafia tanah oleh oknum-oknum masih saja berlangsung di Kabupaten Maros oleh karena tidak adanya sinkronisasi perbaikan tata kelola perizinan dan upaya penyelesaian tumpang tindih lahan,” jelas Ayu.
Ayu menambahkan komitmen kuat pemerintah pusat, sebenarnya sudah diwujudkan dengan capaian penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang sebesar 19,97 juta hektare, yaitu dari 77,38 juta hektare di 2019 lalu, telah berhasil diturunkan menjadi 57,41 juta hektare di 2024.
"Kemajuan pelaksanaan percepatan kebijakan satu peta dan penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, wajib di-publish kepada masyarakat luas sebagai langkah mendorong keberlanjutan pembangunan nasional di daerah karena sudah meningkatkan pemanfaatan peta tematik yang merupakan produk kebijakan satu peta," kata dia.
Hingga saat ini, lanjut Ayu, kebijakan one map policy satu peta telah berhasil mengompilasi 151 peta tematik dari 23 Kementerian/Lembaga di 38 Provinsi.
"Mulai dari penguatan dasar hukum penyelenggaraan kebijakan satu peta, perwujudan serta pemutakhiran peta tematik dan peta dasar skala besar, penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, peningkatan teknologi dan infrastruktur Geoportal kebijakan satu peta (KSP), peningkatan ketersediaan dan kapasitas SDM Geospasial, serta penguatan, kolaborasi dan optimalisasi anggaran,"Ayu memungkasi.
SHM Ambo Masse dan Gedung Bank Sampah Induk (BSI) Dipertanyakan
Sementara itu, Ketua Forum Komunitas Hijau Ahmad Yusran sangat menyayangkan dan mengutuk aksi pembalakan liar berupa penebangan ribuan pohon mangrove yang sangat dekat pesisir dan pasang surut air laut pantai di Desa Nisombalia.
Apalagi keberadaan bangunan gedung baru yaitu Bank Sampah Induk (BSI) yang anggaran pembangunan sumbernya dari dana alokasi khusus (DAK) Bidang Lingkungan Kehutanan tahun 2022, di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros.
"Pastinya hutan lebih dari sekadar pohon dan hutan. Karena ada fungsi dan nilai yang sangat berharga ditengah perubahan iklim, yaitu ekosistem vital yang mendukung keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, mencegah banjir, dan meningkatkan ketahanan.
Namun, perubahan lingkungan yang didorong oleh manusia mengancam manfaat penting ini, berdampak pada ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan stabilitas iklim," tegas Ahmad Yusran.
Menurut Yusran yang juga praktisi lingkungan hidup, hutan mangrove di pesisir pantai Kabupaten Maros itu telah secara alami menyediakan jasa ekosistem utama yang disediakan oleh hutan mangrove nya yaitu keanekaragaman hayati meliputi polinasi dan penyebaran benih penting untuk ketahanan pangan dan ketahanan ekosistem.
"Berikut penyimpanan karbon membantu mengurangi perubahan iklim dengan menyerap karbon, pencegahan banjir, melindungi masyarakat dari bencana alam dan kontaminasi air. Olehnya di sinilah pentingnya satu peta data yang terintegrasi agar digunakan untuk kegiatan berbagi pakai data dan Informasi Geospasial, yang secara luas telah dimanfaatkan dengan baik oleh K/L dan Pemda, di antaranya untuk perbaikan kualitas Rencana Tata Ruang (RTR), percepatan penegasan batas administrasi provinsi dan kabupaten/kota, termasuk perbaikan tata kelola perizinan dan upaya penyelesaian tumpang tindih lahan,” jelasnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel M Ilyas ketika dikonfirmasi hasil investigasi Forum Komunitas Hijau terkait pembalakan mangrove di Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, sedikit berkomentar.
Ia menyatakan segera akan menindaklanjuti hasil temuan dengan pihak DPLHK Sulsel dan para Pemkab Maros, termasuk FKH. "Dan kami sangat berterima kasih dengan hasil temuan tersebut," kata M Ilyas kepada Liputan6.com.
Advertisement