Emiten Ini Bakal Kena Imbas Penerapan Tarif Bea Masuk Impor

Penerapan kebijakan bea impor akan berdampak terhadap emiten yang bahan bakunya impor.

oleh Agustina Melani diperbarui 26 Jul 2015, 16:15 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2015, 16:15 WIB
BEI
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk barang impor juga mempengaruhi kinerja emiten di pasar modal Indonesia terutama yang bergantung bahan baku impor. Selain itu, kebijakan penerapan bea impor dinilai akan menekan sektor saham perdagangan.

Sepanjang 2015, sektor saham perdagangan dan konsumsi menjadi sektor saham mencatatkan kinerja positif. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor saham perdagangan naik 3,95 persen secara year to date ke level 913,38 pada penutupan perdagangan saham Jumat 24 Juli 2015. Sektor saham barang konsumsi mendaki 0,79 persen ke level 2.195,03.

Kepala Riset PT Bahana Securities, Harry Su menuturkan kebijakan penetapan bea impor tersebut akan memberikan potensial keuntungan untuk meningkatkan persaingan di sejumlah emiten seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Ultra Jaya Milk Tbk (ULTJ), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), dan PT Delta Jakarta Tbk (DLTA).

"Kebijakan penerapan bea impor ini menguntungkan untuk sejumlah emiten karena produk impor saingannya harganya naik," ujar Harry saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/7/2015).

Akan tetapi, sisi lain penerapan kebijakan ini merugikan emiten yang bahan bakunya impor sehingga harga meningkat. Emiten terkena dampak negatif penerapan kebijakan bea impor Harry menyebutkan antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Nippon Indosari Tbk (ROTI), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC).

Harry menambahkan, kebijakan bea impor ini dampaknya kecil terhadap ekonomi dan rupiah. Apalagi impor barang konsumsi relatif kecil. "Saya rasa kecil dampaknya. Impor berhubungan konsumsi hanya 12 persen dari total impor," tutur Harry.

Harry menilai, kebijakan tersebut akan meningkatkan persaingan industri dalam negeri. Pemerintah pun yakin kebijakan tersebut tidak akan mempengaruhi kebijakan organisasi perdagangan dunia/World Trade Organization (WTO).

Hal senada dikatakan, Analis PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, aturan penerapan bea pemerintah itu juga mendorong produksi dalam negeri bisa bersaing di pasar domestik.  "Kalau impor mahal maka akan memakai produksi dalam negeri jadi itu tidak masalah," kata Kiswoyo.

Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

Dengan aturan ini, barang-barang konsumsi termasuk minuman beralkohol yang masuk ke Indonesia mengalami kenaikan tarif bea masuk. Mengutip laman resmi Kemenkeu, Jakarta, Jumat 26 Juli 2015, PMK 132 merupakan perubahan ketiga atas PMK  213/PMK.011/2011.

Pemerintah menyesuaikan tarif bea masuk impor atas sejumlah produk konsumsi mulai dari ikan, teh, kopi, pakaian dalam, kondom, kosmetik atau perlengkapan kecantikan, minuman beralkohol hingga kendaraan bermotor dengan besaran kenaikan beragam.

Peraturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro pada 8 Juli 2015, dan diundangkan 9 Juli 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly‎. Kenaikan tarif bea masuk barang impor ini efektif berlaku 14 hari setelah PMK diundangkan. Itu artinya, aturan ini mulai berlaku Kamis, 23 Juli 2015 ini.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, barang yang dipungut bea masuk impor lebih tinggi kebanyakan diproduksi di Indonesia untuk produk sejenis. Produk tersebut diantaranya kopi, ikan, penghapus karet, kondom, kutang, es krim, minuman beralkohol sampai mobil jenazah.

"Yang dikenakan kenaikan tarif bea masuk kan barang konsumsi, seperti susu formula bayi dan lainnya yang ada di dalam negeri," ujar dia.

Bambang menuturkan, kebijakan tersebut dianggap seperti insentif yang akan mendorong geliat industri dalam negeri, seperti penghapusan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan penyesuaian PPh Impor Pasal 22 untuk barang mewah tersebut. "Supaya industri dalam negeri tumbuh, konsumsi tetap terjaga tapi barangnya berasal dari dalam negeri," cetus dia. (Ahm/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya