Harga Minyak Picu Bursa Asia Merosot

Harga minyak melemah mendorong sektor saham komoditas di bursa Asia tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Sep 2016, 08:40 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 08:40 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang3
Beberapa orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks pasar saham terbesar di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/2015). Meskipun Nikkei mengalami kenaikan pada Jumat pagi, tetapi tertutupi oleh penurunan tajam di Fast Retailing Co. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia melemah pada perdagangan Kamis pekan ini seiring harga minyak di bawah US$ 45 per barel. Harga minyak tersebut mendorong sektor saham komoditas tertekan.

Pada perdagangan Kamis pekan ini, indeks saham MSCI Asia Pasifik sedikit berubah. Indeks saham Jepang Topix bergerak di dua zona. Indeks saham Korea Selatan Kospi susut 0,7 persen. Indeks saham Selandia Baru/NZX melemah 0,3 persen setelah naik 0,7 persen pada Agustus.

Bursa Asia melemah imbas dari penurunan bursa AS. Harga minyak jenis WTI yang tertekan hingga ke level US$ 44,84 berdampak ke pasar komoditas dan bursa saham.

Harga minyak tertekan itu lantaran pasokan yang berlebih. Namun, pelaku pasar mengharapkan negara produsen minyak utama juga akan menstabilkan harga minyak di pasar.

Tak hanya harga minyak, pelaku pasar juga menanti rilis data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan ini. Rilis data tenaga kerja ini menjadi salah satu pertimbangan bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunga. Sebelumnya data tenaga kerja swasta menunjukkan pertumbuhan yang stabil. Data tenaga kerja swasta bertambah sekitar 177 ribu pekerja.

"Volatilitas dapat terjadi dalam jangka pendek. Kemungkinan ada aksi jual di bursa saham. Untuk pasar komoditas dan saham, pertemuan OPEC pada September akan menjadi katalis," ujar David Troy, Senior Rate Strategis ANZ Bank New Zealand Ltd seperti dikutip dari laman Bloomberg, Kamis (1/9/2016).

Di pasar uang, indeks dolar Amerika Serikat turun 0,1 persen pada Kamis pagi ini. Yen menguat 0,2 persen menjadi US$ 103,22. Data tenaga kerja AS pada Jumat pekan ini pun akan menjadi katalis penggerak dolar AS.

Seperti diketahui, sejumlah pejabat bank sentral AS memberikan sinyal untuk kembali menaikkan suku bunga. Hal itu memang asal didukung data ekonomi kuat. Wakil pimpinan bank sentral AS Stanley Fischer menuturkan, kenaikan suku bunga juga dapat dilakukan segera mungkin. Berdasarkan survei, harapan kenaikan suku bunga naik pada September menjadi 36 persen. Sedangkan kenaikan suku bunga pada Desember menjadi 60 persen. (Ahm/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya