Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menimbang dua opsi untuk menghindari pembentukan harga tidak wajar (marking to the close) saham jelang penutupan perdagangan.
BEI bakal menempuh opsi ini lantaran dalam 2-3 bulan terakhir ada pihak yang melepas saham dengan bobot besar sehingga itu membebani laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan tengah mempelajari sistem yang diterapkan di beberapa negara.
Advertisement
"Ternyata di dunia berapa negara, kita lebih volatile, ada apa nih, karenanya kita lihat peraturan negara lain," kata dia di Gedung BEI Jakarta, Jumat (10/2/2017).
Baca Juga
Dia mengatakan, di Malaysia, Hong Kong dan Singapura menerapkan sistem keterbukaan. Artinya, otoritas akan memberikan informasi transaksi jelang penutupan perdagangan saham.
"Ternyata di negara lain itu setiap kejadian diumumkan hanya harganya tidak ada volumenya," ungkap dia.
Sementara di Thailand menerapkan sistem acak (random). Jadi, waktu penutupan perdagangan saham tidak menentu. "(Opsi) Pakai disclosure atau random clossing," kata dia.
Dia menegaskan, BEI tidak niat untuk mengurangi jam perdagangan saham. Dia mengatakan, saat ini tengah mempelajari sistem efektif untuk mengurangi pembentukan harga yang tidak wajar itu.
"Kita tak pernah mengurangi jam penutupan. Tapi sedang mempelajari kemungkinannya 10 menit terakhir setiap kejadian di-open jadi transparansi lebih kelihatan," ujar dia.