Liputan6.com, Jakarta - Pengelolaan gerai seven eleven (sevel) atau 7 eleven yang dinilai kurang sukses berimbas terhadap pergerakan saham PT Modern Internasional Tbk (MDRN).
PT Modern Internasional Tbk merupakan induk usaha dari PT Modern Sevel Indonesia yang mengelola sevel. Sevel ini merupakan jaringan convenience store 24 jam asal Amerika Serikat yang sejak 2005, kepemilikannya dipegang Sevel and Holdings Co, sebuah perusahaan asal Jepang.
PT Modern Internasional Tbk melalui anak usahanya pada 3 Oktober 2008 telah menandatangani master franchise agreement dengan 7-Eleven Inc, suatu perusahaan yang operasikan dan mengusahakan waralaba atau memberikan lisensi kepada hampir 36 ribu outlet. Hingga September 2016, jumlah gerai mencapai 175 gerai sevel di Indonesia.
Advertisement
Lalu bagaimana pergerakan saham PT Modern Internasional Tbk di tengah kabar penutupan sejumlah gerai sevel?
Baca Juga
Melihat data RTI, saham PT Modern Internasional Tbk merosot 50,91 persen ke level Rp 56 per saham sepanjang 2017. Harga saham Modern Internasional sempat berada di level tertinggi Rp 114 dan terendah Rp 54 per saham. Nilai transaksi mencapai Rp 73,5 miliar dengan frekuensi perdagangan saham sekitar 36.892 kali.
Saham PT Modern Internasional Tbk pun alami penurunan tajam pada perdagangan Kamis 9 Maret 2017. Saham PT Modern Internasional Tbk turun 34,94 persen ke level Rp 54 per saham dengan nilai transaksi Rp 20,5 miliar.
Namun, akhirnya saham PT Modern Internasional Tbk kembali ke zona hijau pada Jumat (10/3/2017). Saham PT Modern Internasional Tbk naik 1,85 persen ke level Rp 55 per saham pada pukul 15.15 WIB. Pada penutupan perdagangan Jumat pekan ini, saham Modern Internasional stagnan di level Rp 54 per saham.
Saham PT Modern Internasional Tbk ini alami penurunan paling tajam. Saham MDRN sempat berada di level tertinggi Rp 224 per saham pada 22 Juli 2016. Sedangkan pada 2014, saham MDRN sempat sentuh level tertinggi Rp 780 per saham.
Kinerja PT Modern Internasional Tbk juga menurun. Hingga September 2016, pendapatan perseroan turun 31,37 persen menjadi Rp 660,67 miliar. Perseroan alami kerugian sekitar Rp 162,02 miliar hingga kuartal III 2016 dari periode sama sebelumnya untung Rp 11,77 miliar.
Analis PT NH Korindo Securities Bima Setiaji menilai, bisnis sevel cenderung melambat sejak 2015. Hal itu juga dipengaruhi dari daya beli masyarakat yang juga lesu. Bima menambahkan, ada larangan jual minuman beralkohol di gerai minimarket termasuk convenience store juga turut mempengaruhi kinerja sevel.
Meski demikian, Bima melihat persaingan ritel di minimarket memang cukup ketat. Hal ini juga mempengaruhi sevel. "Perusahaan (sevel) kurang berinovasi. Padahal bisnis minimarket tumbuh sekitar 13 persen pada 2016. Induk usaha sevel kurang bisa untuk menset up bisnisnya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Oleh karena itu, Bima menuturkan bisnis convenience store lesu tersebut juga berdampak ke harga saham Modern Internasional. Salah satu analis pasar modal juga menyebutkan bisnis yang dijalani sevel kurang efisien. Hal itu  mengingat tempat dan pembagian toko yang kurang tepat. Hal ini membuat biaya sewa jadi mahal.