Soal Penerbitan Surat Utang Korporasi, RI Kalah dari Malaysia

Pencarian dana melalui penerbitan surat utang (obligasi) oleh korporasi di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga Malaysia.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 01 Okt 2016, 17:30 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2016, 17:30 WIB
Ilustrasi Obligasi
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Pencarian dana melalui penerbitan surat utang (obligasi) oleh korporasi di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga Malaysia. Lantaran, obligasi tak mampu bersaing dengan suku bunga perbankan.

Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra mengatakan, rasio obligasi korporasi Indonesia dibandingkan penyaluran pinjaman di bank hanya 7,5 persen. Sementara di Malaysia telah mencapai 47,5 persen.

"Negara lain obligasi korporasi berkembang. Malaysia 47,5 persen dibanding outstanding perbankan," kata dia dalam Worshop Wartawan Pasar Modal di Bali seperti ditulis Sabtu (1/10/2016).

Namun, dia mengatakan penerbitan obligasi korporasi ke depan akan semakin meningkat. Hal ini seiring dengan penurunan suku bunga perbankan.

Dia menuturkan, tren penurunan suku bunga akan diikuti oleh penurunan kupon obligasi. Keunggulannya, kupon obligasi korporasi bersifat tetap berbeda dengan suku bunga perbankan yang berubah-ubah.

"Kebutuhan untuk pendanaan obligasi sekarang semakin meningkat seiring penurunan suku bunga. Karena kalau tingkat suku bunga rendah dengan penerbitan obligasi tentu kupon akan rendah, mereka akan nikmati sepanjang obligasi tersebut. Pinjam bank murah bisa saja setahun di-review lagi suku bunganya," jelas dia.

Peningkatan tren penerbitan obligasi korporasi terlihat pada tahun ini. Untuk diketahui, realisasi penerbitan obligasi korporasi Indonesia pada tahun 2015 sebesar Rp 62,57 triliun. Pada tahun ini, baru September saja sudah mencapai Rp 65,24 triliun.

Dengan kondisi ini, Pefindo mengincar pemeringkat penerbitan obligasi korporasi sampai Rp 110 triliun di tahun ini.

"Pefindo mengantongi mandat penerbitan obligasi sebesar mungkin Rp 50 triliun (saat ini). Bisa saja tahun ini Rp 110 triliun mudah-mudahan," tukas dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya